Pk-32

2.2K 146 21
                                        



Bella telah dibaringkan di atas ranjang, Angga menatap sendu gadis itu. Dokter sedang memeriksa kesehatan Bella, sedangkan Dela masih menangis di samping sahabatnya itu.

"Gimana Dok? Apa ada luka yang serius?" tanya Dela panik saat Dokter selesai memeriksa keadaan Bella.

Dokter wanita itu tersenyum manis ke arah Dela, dia menepuk pelan bahunya. "Semoga gak ada apa-apa, jaga dia baik-baik. Jangan sampai terkena benturan lagi, syukur kejadian ini tidak sampai mematahkan tulang punggungnya. Kalian harus jaga dia baik-baik."

Dela mengangguk, dia beralih memegang tangan Bella dengan sangat erat.

"Apa dia akan bangun dengan cepat?" tanya Angga pelan.

"Sebentar lagi, dia hanya lelah dan syok."

Angga mengangguk, dia kembali menatap Bella dengan rasa bersalah.

Suara riuh serta teriakan sangat menganggu konsentrasi Angga, alat penyumbat telinga pun tidak bisa meredam suara. Angga memilih keluar kelas, mencari tau apa yang sedang terjadi.

"BELLA BANGSAT!"

Bugh!

Angga terkejut, dia membulatkan mata dikala melihat Bella tersungkur akibat tendangan lelaki yang tidak Angga kenal.

Bugh!

Angga mulai mengepalkan tangannya, lelaki itu menyakiti wanita. Lelaki itu memukul pipi Bella tanpa rasa kasihan. Angga hendak melangkahkan kakinya untuk menolong Bella. Namun telat, Devan lebih dulu datang.

"Good," lirih Angga pelan saat melihat Devan melayangkan pukulan pada lelaki brengsek itu.

Angga berlari dikala keadaan semakin membuatnya panas, dia tidak bisa menahan emosinya lebih lama lagi.

Bugh....Bugh....

Dia berhasil mencegah lelaki itu, dia melayangkan pukulan kepada lelaki yang hampir membunuh Devan dengan sebuah pisau kecil.

Angga menyesal, kalau saja dia bertindak cepat untuk menolong Bella, mungkin keadaannya akan membaik dan tidak akan buruk seperti sekarang ini.

"Angga, Bella panggil-pangil lo dari tadi."

Angga tersadar, dia melirik ke arah Dela lalu ke arah Bella. Benar, gadis itu telah sadar dari pingsannya.

"Makasih Angga." Bella tersenyum manis ke arah Angga.

Angga hanya mengangguk pelan. Devan dan Reno kemudian terlihat masuk ke dalam ruangan dengan Devan yang masih di papah oleh Reno.

Dela, Bella, dan juga Angga menoleh ke arah mereka berdua secara bersamaan.

"Duduk Dev." Dela mempersilahkan Devan agar duduk di samping Bella.

"Maaf Bell, gue lengah jagain lo." Devan mengenggam erat tangan Bella. Setitik butiran air mata keluar dari ujung mata Devan, dengan cepat dia menyekanya.

"Gak Dev, gue yang harusnya minta maaf sama lo, karena tadi lo hampir aja celaka gara-gara gue. Tapi lo gak papa kan?" ucap Bella pelan sambil meneliti sekujur tubuh Devan.

Devan menggelengkan kepala, beralih mencium kening sepupunya itu.

Cup!

"Lo harus sehat, gue gak mau lo terbaring sakit kaya gini. Lo gak usah takut, Kevin bakalan gue urus! Dia gak akan bisa gangguin lo ataupun Dela lagi."

Angga menahan rasa emosi, dia tidak tau, kenapa emosi ini sangat sensitif ketika melihat lelaki lain menyentuh Bella apalagi menciumnya seperti tadi? Angga ingin marah, tapi tidak, dia tidak akan melakukan hal bodoh, dia yakin ini hanya efek di mana Angga sedang berada di fase merindu. Rindu Delia, sang mantan kekasihnya. Dia rindu wanita itu. Benar dia rindu Delia pastinya.

"Thanks bro, lo udah nyelamatin hidup gue, gue hutang nyawa sama lo." Devan menepuk bahu Angga.

"Santai," ucap Angga dingin.

"Oh iya, kenalin... gue Devan sepupu Bella, dia udah gue anggap sebagai adik gue sendiri. Makanya, sikap gue ke dia tuh posesiv banget, maklum lah ya," ucap Devan terkekeh.

Angga terdiam, dia merasa malu sekarang ini. Dia tidak pernah tau jika hubungan di antara mereka itu hanyalah sebatas sepupuan dan tidak lebih, Angga pikir mereka berdua itu berpacaran, ternyata hanya sepupuan. Eh, tapi tunggu! Kenapa Angga begitu peduli dengan hubungan mereka berdua? Apa sekarang ini dia... Argh tidak mungkin!

"Angga," ucap Angga datar pada Devan.

"Woy, gue nyamuk nih ceritanya?" Reno berceloteh tak jelas, dia bagai wanita yang sedang merajuk karena seblak.

"Lo itu bukan nyamuk, lebih tepatnya cuman angin lewat," ucap Devan terkekeh.

Dugh!

Reno menyikut perut Devan, sudah di tolong malah melunjak, dasar manusia.

"Eh anjing sakit perut gue," ringis Devan sambil melayangkan tatapan tajam pada Reno.

"Anjim khilaf, lupa gue bro sorry," ucap Reno terkekeh.

Devan hanya mengubrisnya dengan tatapan tajam, dia beralih menatap Bella kembali.

"Mau pulang sekarang?" tanya Devan lembut.

"Em... kalian boleh pergi dulu gak dari sini? Kecuali Angga, Bella mau ngomong berdua sama dia, please...." Bella menatap Angga dengan tatapan harap, semoga lelaki itu mengabulkan keinginannya.

"Ok, gas keluar," ucap Devan sambil menarik tangan Reno agar bisa menjadi alat bantunya untuk berdiri, setelah itu Reno memapahnya lagi.

"Yaudah gue keluar ya Bella." Dela tersenyum, lalu ikut keluar dari ruangan.

***

Hening, sepi dan panas. Bella sangat gugup, terlebih lagi karena lelaki di hadapannya ini hanya pokus melihat ke layar ponsel, Angga sama sekali tidak melirik ke arah Bella sedikitpun. Oke, cukup sudah... Bella tidak tahan lagi.

"Angga."

Angga menoleh, dia mengangkat satu alisnya, bertanya-tanya kepada gadis di hadapannya.

"Apa?"

"Em... Bella mau ngomong sesuatu sama Angga." Bella menggigit bagian bawah bibirnya, ia memainkan jemari mungilnya. Bella di landa kegugupan yang amat besar, keringat dinginpun sudah membanjiri keningnya.

"Cepet!" tegas Angga.

"A-angga... mau gak?"

"Mau apaan sih? Kalo ngomong yang jelas," ucap Angga geram.

"ANGGA MAU GAK JADI PACAR BELLA!" teriak Bella. Cepat- cepat ia langsung menutup wajah dengan menggunakan kedua tangan miliknya. Bella sesekali mengintip ekspresi wajah Angga dari balik jemari-jemari kecilnya.

Angga terdiam, dia menatap dingin Bella. Rasanya dia tidak percaya jika Bella sekarang sedang menembaknya. Tepat pada pukul 12:00 WIB hari ini.



































Jangan lupa vote dan coment♡

Preman Kampus {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang