Bella terus mengelus punggung sahabatnya. Berharap tangis itu segera mereda, Bella tidak tega melihat mata sahabatnya sembab seperti ini. Sudah lama dari kejadian itu, dan Dela masih saja terus menangis.
"Del, udah dong nangisnya. Dev sama Reno kan udah seret Dina ke ruang kepsek. Dia pasti kena hukuman kok," bujuk Bella memeluk Dela erat. Menyalurkan kehangatan dan juga sebuah kekuatan.
"Tapi Bell, apa yang D-dina ucapin... k-kan bener. Gue anak angkat, gue anak yang dibuang Bella. D-dan... gimana kalo ibu kandung gue? Pela--"
"Stt! Gak boleh ngomong gitu. Jangan dengerin perkataan Dina Dela, lo sekarang anak Tante Rena dan Om Oga. Lo punya orang tua, mereka sayang sama lo," ucap Bella pelan.
"Gue anak... gue sebenarnya anak siapa sih Bell? Orang tua kandung gue ke mana Bell, kenapa mereka tega ninggalin gue? Gue salah apa sama mereka," ucap Dela kembali terisak menangis di atas bahu sahabatnya.
"Udah ya Del, gue yakin orang tua lo pasti ada alasan. Alasan tepat kenapa mereka ninggalin lo. Jangan sedih, gue selalu ada buat lo."
"Woy anak pungut!" teriak Dina menghadang jalan Dela menggunakan lengannya.
Mereka berada di area kampus. Di sebuah lorong dengan banyaknya orang yang berlalu lalang. Dela sedang mencari Bella, tapi kenapa dia harus bertemu dengan nenek lampir ini?
"K-kenapa?" tanya Dela gugup.
Dela sendiri. Kedua lelaki itu juga sedang mencari Bella, mereka bertiga sekarang tengah berpencar untuk mencari keberadaan Bella. Namun Dela harus terjebak di posisi ini bersama Dina dan kedua temannya.
"Lo anak pungut? Hebat yah, bisa diangkat anak sama orang kaya. Hidup lo hebat, tapi... wujud rupa orang tua lo gimana? Pengen tau dong." Dina tertawa kecil, mengejek dan menghina adalah kebiasaannya. Kedua teman Dina pun ikut tertawa.
"Ini hidup gue, kenapa lo yang sewot," ucap Dela akhirnya angkat bicara.
Sebenarnya dia takut. Takut jika dia akan dibully lagi. Dan... kenapa Dina harus tau kenyataan ini? Kenyataan bahwa Dela bukanlah anak kandung Rena dan Oga. Dia hanya anak angkat.
"Berani lo yah?! Diajarin sama siapa lo hah. Sama preman berwujud sahabat lo itu?" Dina mencengram kuat dagu Dela, membuat Dela kesakitan.
"B-bukan urusan lo," sahut Dela gemetar.
"Ngomong aja gugup. Sok-sok an mau ngelawan gue, dasar anak pungut!" Dina melepas cengkramannya dengan sangat kasar.
"D-dari mana lo bisa tau?"
"Apa? Fakta ini? Ck, apa sih yang gak bisa gue lakuin, semuanya bisa gue lakuin. Termasuk hancurin hidup lo tentunya," ucap Dina tertawa kencang diikuti oleh kedua temannya.
"Kenapa lo mau hancurin hidup gue?"
"Banyak nanya lo! Sialan," umpat Dina menjambak rambut Dela.
Entah kenapa, Dina sangat suka membully orang. Apalagi, wanita lemah yang terlihat di matanya. Seperti Dela contohnya.
"A-ampun Din, g-gue... gak akan lawan lo lagi. Lepasin Din s-sakit," ucap Dela memohon ampun.
"Gue akan maafin lo. Dengan satu syarat, yaitu... lo bawa Bella kehadapan gue."
Dela tentu tidak akan membiarkan Bella bernasib sama seperti dia. Apalagi Dela tau berita tentang pertikaian dulu antara Bella, Dina dan Delia di kantin.
"G-gue gak bisa."
"Ngelawan lo! Rasain nih." Dina semakin kencang menarik rambut Dela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Kampus {END}
Teen FictionTerkadang sikap pemarah menutupi semua kesedihan pada seseorang. Mungkin umumnya wanita memang yang sering dikejar oleh pria, namun apakah salah jika wanita yang mengejar pria? Bella mengenyampingkan rasa malu, gengsi dan rasa takut akan orang lain...