41. Kotak Obat

849 93 16
                                    

BTW, GAK JADI DOUBLE
UPDATE DEH. HAMPURA
JANGAN NGAMOK 😭🙏.

JANGAN MENYIKSA SAYA PARA READERS TERSAYANG!
NGETIK 2000 KATA
ITU BIKIN TANGAN TREMOR TAU HIKS...

~ HAPPY READING! ~

***

"Kasihan, sudah sendiri tidak ada yang menemani,"

***

JESSIE menatap nanar Agam yang sesekali meringis kesakitan saat ingin menggerakkan badannya. Semua luka lebam di sekujur wajah kakaknya membuatnya merasa iba sekaligus marah dengan Wisnu, kekasihnya. Lelaki itu sangat gegabah dan sangat keras kepala.

Maklum saja, kata orang tua zaman dahulu jika seseorang sudah menjalin hubungan, maka mereka akan memunculkan sifat asli mereka masing-masing. Dan sekarang, Wisnu sudah membuktikannya langsung di hadapan Jessie.

Walaupun memang, Jessie sudah tahu sejak perkenalan pertama mereka.

"Sakit banget ya?" tanya Jessie khawatir sembari berusaha menghapus noda darah di kerah Agam menggunakan air.

Agam terkekeh pelan. "Lo pikir?"

Jessie hanya mengedikkan bahunya. "Kan lo yang rasain. Bukan gue, Bang,"

Jantung Agam seketika mencelos mendengar kata 'Abang' yang keluar dari bibir Jessie. Sebutan lama yang sudah lama ia tak dengar dari adik semata wayangnya itu. Entahlah, ada perasaan berbunga-bunga ketika mendengarnya. Ia sangat merindukannya.

"Agam?" Jessie membuyarkan lamunan Agam. "Ada apa?"

"Gak papa," jawab Agam seraya menggeleng pelan.

***

TANGANNYA tak berhenti bergetar hebat. Bibirnya komat-kamit seperti orang kedinginan. Kulitnya pucat, dan tatapannya sayu dengan kedua bola mata yang merah. Ia terus berusaha mengontrol gerak tangannya untuk mengambil sesuatu di dalam saku celananya.

Ia terduduk di kloset sekolah dengan napas yang terengah-engah. Suasana toilet laki-laki saat itu cukup sepi sehingga tidak memungkinkan akan ada orang yang mengganggu. Ia lebih terlihat seperti orang gila sekarang.

"Maafin gue, Tia. Maafin gue..." racaunya.

Crekk!

Benda yang ingin ia ambil itu pun terjatuh dari saku celananya.  Isinya pun berhamburan keluar dari dalam kotak tersebut. Ia berjongkok, berusaha mengambil salah satu pil berwarna putih yang tergeletak di lantai bersama dengan pil-pil lainnya.

Ia berusaha untuk menelannya. Namun, entah mengapa pil tersebut malah membuat tubuhnya semakin tidak tenang, begitu pula hatinya. Jantungnya semakin berpacu kencang, seakan-akan efek obat tersebut tak mempan kembali untuk dirinya. Ia mengerang kesakitan memegang perutnya yang terasa sangat mual. Ia beberapa kali ingin memuntahkan isi perutnya, namun hasilnya tetap nihil.

"Maafin gue, Tia. G-gue udah bunuh lo. Ma-maafin gue..." tangisnya pun pecah. Kristal berwarna bening itu membasahi pelupuk matanya yang memerah. Ia memukul dadanya sembari menatap langit-langit toilet seperti melihat sesuatu.

Unforgettable Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang