30. Rahasia

1.1K 213 109
                                    

YEAAAYYY!! AKHIRNYA TEMBUS 30 PART GUYSS!! GAK NYANGKA BANGET SUMPAH BISA LEWATIN SEMUANYA 😭

DI PART 30 INI AKU KASIH SEBUAH CLUE YAA... JADI AKU SUDAH NENTUIN BAKALAN ADA SPIN OFF U.M!!

SIAPA NIH YANG EXCITED?? SABAR YA, NUNGGU U.M TAMAT DULU. LAGIAN KAN JUGA LUMAYAN BANYAK NANTI PARTNYA U.M

~ HAPPY READING! ~

***

"Berhenti mengejar, kalau memang jelas nantinya berujung kecewa,"

***

SUASANA seketika hening. David masih mematung di tempatnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Lidahnya kaku seketika. Detak jantungnya pun berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya.

"Sudah saya katakan, jangan dekat-dekat dengan Wisnu. Kamu sudah banyak beri dia luka. Kedatangan kamu itu sama sekali gak berguna," lanjut Mila seraya menghapus air matanya kasar.

"Sa-saya datang juga untuk mengantar teman Jessie, saya tak ad--"

"Sudah kan? Sana pergi!" Usir Mery dengan tatapan tajamnya. Lalu, ia membawa kakaknya untuk duduk sekaligus menjauhi lelaki itu.

"Saya manusia. Dan saya juga punya hati untuk menemui teman saya yang sedang sakit,"

Mila memutar bola matanya menatap manik berwarna coklat tua itu. Ia mendengkus pelan dan merasa jijik setiap kali iris matanya bertemu dengan netra cowok jangkung itu.

Mila tertawa hambar. "Teman? Kamu pikir Wisnu anggap kamu teman? Hah?!" Suara wanita paruh baya itu meninggi. "Wisnu saja tak pernah sudi berteman dengan seorang anak yang merebut ayahnya sendiri."

David tertegun. Setiap kali orang membawa nama ayahnya pasti darahnya akan memanas. Toh, dia anaknya. Bukan orang yang melakukannya. Lalu buat apa mereka seakan-akan membencinya?

"Sudah saya bilang pergi! Jangan ganggu proses pemeriksaan Wisnu," peringat Mery.

Di sisi lain, Jessie dan Dinda hanya menyimak mereka dari jauh. Mereka tak ingin terlibat dalam masalah tersebut.

David menatap sejenak Jessie dan Dinda yang berada di pojokan sana. Manik matanya tak sengaja bertegur sapa dengan manik mata gadis itu. Ia membuang napas lalu memilih meninggalkan ruangan tersebut daripada masalah ini semakin menjadi-jadi.

Ia memasuki mobil Porsche miliknya yang tak bisa dinyalakan karena tadi menabrak tiang pembatas parkir. Ia melirik buku jurnal milik ayahnya yang ia letakkan di atas dashboard. Lalu, ia kembali membuka lembaran-lembaran yang belum sempat ia baca.

Untuk David
Anak satu-satunya yang Ayah miliki,

David tersenyum kecut membacanya. Jika ia berada di posisi Wisnu dan saat ini membaca jurnal ayahnya, ia pasti juga akan merasakan rasanya tak dianggap sebagai anak kandung sendiri.

Di St.Petersburg, saat ini ayah sedang bersiap-siap untuk menjalani operasi kedua setelah di Moskow.

Ayah harap, kamu tetap sabar menunggu ayah. Maafkan ayah terlalu cepat pergi sebelum melihatmu tumbuh menjadi anak kecil yang ceria.

Unforgettable Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang