Matanya masih terus terfokus pada buku dan deretan angka di sana. Padahal dia sudah merasa pusing sejak 10 menit awal menatapi soal soal di bukunya tapi ia harus segera menyelesaikan tugas sekolahnya sebelum tidur atau ia tidak akan pernah bisa mengerjakannya.
Tak berapa lama perutnya berbunyi keras. Lapar. Dengan segera Ara berjalan ke dapur mencari sesuatu untuk mengisi perutnya. Tapi nihil. Dapurnya kosong. Bahkan untuk sekedar bahan makanan sekalipun. Diusapnya perut ratanya yang masih berbunyi. Berfikir sejenak lalu meraih jaket di dekat pintu dan keluar.
Aku harus makan, atau otakku akan meledak dan mati kelaparan.
Ara keluar rumah dan tak lupa mengunci pintu. Baru saja ia mengambil beberapa langkah dari rumahnya samar ia melihat seseorang yang berbaring di halaman. Padahal halamannya di pagar.
Ara memberanikan diri mendekati lelaki itu. Betapa kagetnya ia saat melihat kaus pemuda itu penuh darah dan wajahnya yang babak belur. Masih mencerna apa yang dia lihat, Ara mendengar pemuda itu merintih.
Dengan gesit Ara membantunya berdiri lalu membawanya ke dalam rumah untuk diobati. Meskipun ia tidak yakin dengan keputusannya menolong lelaki mencurigakan ini.
****
Dengan kedua tangannya yang disibukkan dengan kotak P3K dan matanya yang fokus mengobati lelaki di depannya. Sesekali lelaki itu meringis saat Ara mengobati nya.
Terdapat luka sobek di pelipis, dan sudut bibir. Juga luka lebam di pipi kiri dan di dekat matanya. Melihatnya saja sudah membuat Ara ikut merasa sakit.
Setelah selesai membersihkan luka lelaki yang tidak ia ketahui namanya itu Ara kemudian mengolesi luka yang mengeluarkan darah dengan obat merah dan melapisinya dengan kain kasa. Untuk luka lebam ia olesi dengan salep.
Lelaki itu tetap diam dan memejamkan matanya sambil bersandar di sofa sederhana di rumah Ara. Meskipun sesekali meringis saat merasakan sakit.
Mata Ara mengarah pada kaus lelaki itu yang penuh darah dan lengan kanannya yang robek. Terkejut lagi melihat luka sayat yang lumayan dalam di sana. Ternyata darah itu berasal dari lengan kanannya.
Ara ngilu melihatnya. Pasti sakit. Ara terdiam bingung harus melakukan apa. Apa dia harus menghubungi ambulan saja agar lelaki ini diobati dengan baik? Tapi bagaimana jika dia penjahat dan bukan orang baik, bukankah salah jika dia membawa lelaki itu ke rumah. Lagipula apalagi yang akan dipikirkan jika melihat seseorang yang penuh luka seperti ini jika bukan penjahat?
Meskipun takut dan tangannya yang bergetar Ara memberanikan diri bicara pada lelaki itu untuk pertama kalinya.
"Um.. apa ka.. kamu bisa buka bajumu. Lengan...mu sepertinya terluka." Setelahnya Ara menggigit bibirnya takut. Pikirannya masih berperang tentang identitas lelaki ini.
Lelaki itu membuka matanya perlahan, tatapannya terarah pada Ara yang gugup setengah mati. Segera Ara menunduk takut. Jika dia penjahat sungguhan bukankah berbahaya jika menatapnya atau bahkan bersamanya. Apa pilihannya untuk mengobati pemuda ini akan ia sesali suatu hari nanti. Berharap lah tidak akan terjadi.
Lelaki itu bergerak lemah untuk membuka kausnya tapi terhenti karena merasakan sakit luar biasa di lengan kanannya. Ara melihatnya juga merasa kasihan jadinya.
Ara juga bingung harus bagaimana. Tapi luka itu bisa lebih parah jika tidak segera di obati. Ia menggaruk tengkuknya bimbang.
Ara bangkit dari sana menuju dapur untuk mengambil gunting. Lalu segera kembali.
"A..aku..." Ah Ara bingung harus bicara bagaimana. Tanpa pikir panjang Ara menggunting sembarangan lengan kaus lelaki itu. Sang pemilik kaget menyadari perbuatan Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...