Salah satu provinsi di Korea Selatan 5 tahun kemudian
Dengan gerakan yang terlihat sangat terburu buru, seorang lelaki yang sudah berpakaian rapi dengan menggunakan jas mahal, dasi hitam dan kemeja putih yang kontras dengan warna jas yang sama kelamnya dengan netra dan rambut yang nyatanya masih nampak berantakan meskipun sudah dirapikan tadi.
Salah satu tangannya sibuk mengenakan sepatu pantofel hitam mengkilat dan satu tangannya yang lain tengah berusaha menghubungi seseorang lewat sambungan telepon sebelum akhirnya keluar dari kamar hotelnya. Ia berlari tunggang langgang tidak mempedulikan sapaan petugas hotel karena yang ia fokuskan saat ini adalah untuk segera keluar dari bangunan hotel itu.
Saat berjalan pun kakinya yang panjang melangkah lebar lebar dan tangannya yang tetap sibuk menghubungi seseorang, bahkan bibirnya yang cantik dan unik mulai mengumpat berkali kali karena orang di seberang sana tak kunjung mengangkat panggilan darinya. Sebenarnya kenapa dengan orang itu!?
Belum selesai mengumpati orang yang sejak tadi ia hubungi, bunyi dering dari seseorang yang sangat ia khawatir kan akan menghubungi nya disaat seperti ini terdengar. Nama orang itu tertera di layar membuatnya menghentikan langkah kaki dan bergeming sesaat. Ia meneguk ludahnya sendiri dan mencoba mengatur nafasnya yang terengah karena cepatnya ia berjalan sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu.
Sebisa mungkin ia buat suaranya semanis dan seramah yang ia bisa lakukan, bahkan ia juga memasang senyum selebar-lebarnya meskipun ia sadar betul kalau orang itu tidak akan bisa melihatnya. "Halo..."
"YAK!!" Lelaki itu sontak menjauhkan ponsel dari telinga nya setelah suara tinggi teriakan seseorang dari seberang sana sebagai sapaan. Ia tersenyum kecut karena ia sudah menduga kalau orang itu pasti sudah murka, ya ia sadar betul kesalahannya pagi ini. Eh menjelang siang ini.
"Di mana lo!?" Seru garang di seberang sana membuat lelaki itu cukup segan untuk langsung menjawab. Apalagi situasinya memang ia melakukan kesalahan.
"Gue udah deket kok." Jawab lelaki itu berharap bisa di mengerti. Ia akhirnya kembali melanjutkan langkahnya meskipun tidak secepat tadi agar nafasnya yang terengah tidak terdengar. Atau orang yang menelfon nya akan mengamuk jika mengetahui nya.
"Gue tanya di mana lo!?" Lelaki itu meringis mendengar nada geram hampir meledak dari suara di sana.
"Masih di jalan." Cicit lelaki itu takut takut. Ia sadar ada aura tidak mengenakan saat lawan bicara nya tidak menjawab jadi ia segera berdalih untuk coba meredakan amarah itu. "Tapi udah deket kok ini, em setengah jam lagi nyampe." Sebenarnya tidak juga, ia sendiri tidak tau apakah ia bisa sampai atau tidak tepat waktu seperti janjinya. "Kayanya." Gumam lelaki itu pelan. Amat sangat pelan.
"LO GILA!"
Sekali lagi, lelaki itu harus menjauhkan ponsel dari telinga karena teriakan itu kembali terdengar. Seperti nya ia akan punya masalah pendengaran jika seperti ini terus.
"Maaf." Ujar lelaki itu sadar kesalahan nya. "Tapi gue usahain cepet sampe, simpen amarah lo buat nanti, gue cepet ke sana." Ia menolehkan kepalanya mencari ke sana kesini untuk melihat dimana sebenarnya posisi dirinya saat ini. "Em, setengah jam. Iya setengah jam gue nyampe, oke?"
Ia harap harap cemas untuk mendengar jawaban apa yang akan di berikan orang di sana. "Enggak." Jawabnya setelah diam beberapa sekon. "Sepuluh menit gak dateng, gue batalin pertunangan nya." Ujar orang itu sebagai final seolah pendapat lelaki itu tidak berguna sama sekali, karena ia langsung memutus sepihak sambungan telpon tanpa mendengar alasan yang akan di utarakan lelaki itu.
"Ya... Ya..." Lelaki itu mendesah kecewa sambil memandangi layar ponselnya yang memperlihatkan bahwa panggilan sudah selesai. Lalu tertawa miris setelahnya.
Tapi beberapa saat kemudian ia menggeram kesal mengingat ada satu pelaku utama dari kesialannya hari ini yang sejak tadi tak kunjung menerima telepon nya. Ia mencari nomer seseorang yang ia rasa bisa membantu masalahnya hari ini lalu menelepon tanpa pikir panjang.
"Lo di mana?" Tanya lelaki itu langsung intinya saja. Ia juga kini sudah kembali berjalan untuk segera sampai. Demi tuhan, adu cepat dengan waktu itu tidak menyenangkan.
Bukannya langsung menjawab, orang di sana malah diam layaknya orang bodoh. "Loh, tumben lo nelpon. Kesambet apaan lo?" Tuh kan bodoh beneran.
"Gue tanya lo di mana babi!" Stok sabarnya sudah habis ternyata.
"Di rumah ayang." Jawabnya tanpa beban. Yang mana malah memancing emosinya lagi. Astaga.
"Lo lupa hari ini hari apa?! Kok lo masih di sana sih?"
Sepertinya orang di seberang sana berpikir sejenak karena tak terdengar suaranya lagi. "Hari kamis." Jawaban yang tentu kembali menaikan tingkat amarah lelaki yang kini sudah bermerah wajah karena emosi.
"Hari pertunangan, Ter. Kok lo bisa lupa, astaga demi tuhan lo ya."
"Oh iya, hari ini hari pertunangan. Gak penting sih jadi gue lupa."
"Anjir lo!" Rasanya saat ini lelaki yang tadi berjas rapi tapi sudah kembali menjadi berantakan karena berlari itu ingin sekali memukul kepala temannya karena terlalu kesal. "Gini aja deh, lo cepetan ke lokasi dan bujuk pengantinnya biar gak ngamuk. Sumpah jangan sampe dia kabur apalagi batalin pertunangan. Gue gak mau."
"Ahh mager." Rasa ingin membakar teman seperti nya sudah hampir bulat. Awas saja nanti kalo mereka bertemu.
"Sialan!" Umpat lelaki itu kehabisan kata kata.
Suara tawa yang mendadak menyebalkan terdengar setelahnya. "Becanda aelah, lo masih dimana? Gue ke sana sekarang."
"Gak usah, lo langsung ke gedungnya aja. Dan jangan sampe ada yang pergi dari sana sebelum gue dateng oke?" Ujar lelaki itu memutuskan enggan banyak bicara.
"Tapi gak gratis, gue mau jatah libur gue ditambahin. Oke deal? Deal dong." Ujar sembarang orang itu lalu memutuskan sambungan telpon tanpa menunggu persetujuan lelaki itu sambil tertawa. Rasanya umpatan kasar sudah di ujung lidahnya tapi karena terlalu kesal ia hanya diam sambil menggeretak giginya kesal. Astaga kenapa semua orang mendadak menyebalkan hari ini.
Bahkan lampu jalan juga terasa menyebalkan karena tak kunjung berganti menjadi hijau. Hei ia harus segera menyebrang dan tiba di gedung tempat pertunangan saat ini!
Entah apa yang ia rasakan atau memang karena terlalu kesal atau memang perasaan nya yang peka ada seseorang yang tengah melihat ke arahnya, lelaki itu menoleh ke arah kanan.
Ia diam dan seluruh tubuhnya beku saat melihat seorang gadis yang ia kenal sedang berdiri di sebelahnya dan ikut diam memandangnya sama sama terpaku. Netra kelam miliknya bergetar kala ia akhirnya kembali menemukan netra coklat terang seseorang yang sempat menjadi miliknya secara langsung, bahkan dia ada di dekatnya. Sangat dekat.
Saking terpana nya dengan keterkejutan itu, saat lampu jalan berubah hijau ia tak menyadarinya dan seolah kedua kakinya enggan untuk beranjak. Bahkan kedua matanya tak mau beralih dari netra coklat itu. Semua kebisingan jalan rasanya tak terdengar olehnya, bak dunianya hanya berpusat pada gadis itu.
Sampai akhirnya, jiwanya terasa kembali menempati tubuhnya saat dengan sangat jelas, amat sangat jelas, telinganya mendengar suara yang sudah lama hilang dari pendengaran memanggil namanya.
"Daniel?"
tbc....
Karena hari ini ulang tahun ku, jadi aku kasih kalian bonus chapter sekaligus spoiler. Hehe, sampai jumpa di DANIEL part 2 guys🤚
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...