Riska berjalan masuk ke dalam kelas. Dia menautkan alis saat melihat Ara sudah duduk di kursinya dengan kepala tertunduk dan pulpen di tangannya.
"Tugasnya belum selesai apa Ra?" Tanya Riska di samping Ara. Ia sudah duduk di kursinya.
Ara hanya mengangguk. Mata dan tangannya sibuk. "Semalem aku capek banget jadi langsung tidur. Lupa kalo punya tugas."
"Tuh kan kata gue juga apa, lo keluar aja kerjanya. Fokus sama sekolah." Riska sebenarnya kesal dengan Ara yang keras kepala. Padahal tanpa bekerja pun ia masih bisa sekolah dan makan, tapi ia ngotot ingin bekerja. Padahal ia tau akibatnya. Salah satu nya ya sering begadang dan tugasnya terbengkalai.
"Iya nanti." Jawab Ara seperti tidak peduli. Seperti sebelum sebelumnya.
"Terserah." Riska meletakkan tas yang masih ia gendong. Kemudian teringat sesuatu yang membuatnya antusias. "Ra, tau gak. Katanya ada anak baru loh."
"Terus?" Jawab Ara tapi masih fokus dengan buku tugasnya, tidak menoleh sedikit pun ke arah Riska.
"Kaget kek atau gimana. Lempeng banget reaksinya."
Ara menghela nafas lalu meletakkan pulpen yang ia pegang sebelumnya. Menoleh ke arah Riska yang merajuk. "Di kelas ini?" Tanya Ara.
"Gak tau sih. Gue cuma nguping tadi di gerbang." Kemudian ia nyengir tanpa bersalah. Sedangkan Ara yang kecewa langsung kembali pada kegiatan nya menyelesaikan tugas sekolahnya yang tertunda.
"Tinggal berapa lagi Ra?"
"Masih 4 lagi." Ia melirik jam dinding di depan kelas. "Selesai gak ya?"
"Mau nyontek gak? Mepet. Gak papa lah." Riska merogoh tas sekolahnya yang berwarna pink lalu menyodorkan sebuah buku dengan sampul rapi berwarna coklat khas.
Dengan senang hati Ara menerimanya dan langsung menyalin jawaban dari buku Riska. "Buat apa susah susah ngerjain kalo udah ada yang share di grup." Ujar Riska menyindir Ara.
Ara angkat bahu tidak peduli. Sejujurnya semalam ia tidak benar benar capek sampai lupa dengan tugasnya. Hanya saja kepalanya lelah berfikir tentang keberadaan Daniel. Ah lagi lagi lelaki itu menguasai kepalanya. Ara berharap bisa bertemu lelaki itu segera. Iya segera.
****
"Jadi begini bentuk sekolah. Lama banget gak liat." Ujar seorang pemuda dengan seragam yang terbuka sehingga menampakkan kaos putih di baliknya.
"Norak lo. Kelamaan hidup di goa sih." Sindir seseorang lain di dekatnya yang berpakaian lebih rapi. Tapi dasinya tidak ia pakai dengan benar.
"Diem lo kodok ngorok." Umpat pemuda tadi. Keduanya beradu tatap dengan sengit. Sampai seorang pemuda yang lebih pendek dari mereka memutar matanya jengah.
Ia menaikkan tudung hoodie berwarna hitamnya dan segera mengenakan masker yang juga berwarna hitam. Berjalan mendahului keduanya. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana dan sangat berusaha untuk tidak menampakkan wajahnya pada siapapun. Sangat malu rasanya melihat kedua temannya yang sedang adu omong di dekat mobil mereka yang sudah terparkir di parkiran.
Harinya yang tenang pasti tidak lagi ia rasakan. Kehadiran 2 manusia berisik itu akan menguras energinya untuk bersabar. Ia menghela nafas berat, bersiap tentang hal buruk yang bisa terjadi kedepannya.
****
Ketiga kawan sedang berkumpul di salah satu stan di kantin. Seseorang yang menggunakan hoodie hitam sejak tadi tertunduk diam dan menahan emosi, karena kedua temannya yang sangat berisik.
Dua manusia yang masih beradu debat sudah menaikkan darahnya sampai ingin meledak rasanya. Ia menggebrak meja dengan lumayan keras sampai keduanya terlonjak kaget. Juga beberapa pasang mata yang langsung menoleh dan menatap tajam ke arah mereka.
"Bisa diem gak kalian! Ribut mulu. Gue sumpel mulut kalian pake kaos kaki lama lama!" Ujarnya dengan geram. Wajahnya juga memerah yang sudah tidak tertutup masker.
"Galak amat Ter." Cicit kawannya.
"Ter Ter Ter. Jangan di potong nama gue setan. Terra. Gampang gampang juga!" Terra si lelaki berhoodie hitam tadi menggeram kesal.
"Iya terserah." Balas Farrel sekenanya. Ia kemudian menarik gelas es teh manisnya dan menyeruput minuman dingin itu untuk menyingkirkan haus di tenggorokannya. Berdebat dengan seorang keras kepala di pagi hari menghabiskan cadangan cairan di tubuhnya.
Terra yang masih kesal, melirik pada seorang lagi yang sedang menatap sekeliling dengan seksama. "Dan lo." Tunjuk Terra pada orang itu.
Orang itu langsung menepak telunjuk Terra dengan keras. "Gak sopan nunjuk nunjuk orang yang lebih tua." Kata orang itu pada Terra yang merengut.
"Iya. Lo udah tua. Dan kenapa lo sekolah di sini?!" Tanya Terra setengah emosi.
"Ini sekolah buyut lo?"
Terra memejamkan mata menahan emosi pada orang di hadapannya yang menyebalkan. "Bukan. Tapi kalo lo lebih tua dari gue, kenapa lo harus sekelas sama gue!?"
"Kan temen gue lo, ngapain gue mulai pertemanan baru kalo gue punya temen di sini. Biar gampang dong." Jawab orang itu santai.
Terra menghela nafas mencoba tenang. Lalu melirik pada Farrel yang sedang mengunyah keripik kentang. "Gue ngerti kalo dia ke sini karena emang gak pernah sekolah, tapi lo." Tunjuk Terra pada Farrel yang diam tapi mulutnya masih terus mengunyah. "Lo udah punya ijasah, ngapain lo sekolah lagi?"
"Gue harus ngawasin ni cunguk. Dia bisa aja bikin masalah kalo jauh dari gue."
"Jijik bangke." Umpat Daniel di samping Farrel.
"Emang bener kan. Kalo gak ada gue, lo suka bikin ulah yang bikin kepala gue hampir meledak ngurusin kekacauan yang lo buat nantinya." Ujar Farrel meladeni Daniel.
Terra lantas menjambak rambutnya yang lumayan panjang frustasi mendengar jawaban itu. "Kepala gue yang bakal meledak kalo kalian berisik terus. Hancur sudah reputasi gue sebagai cowo baik baik. Gara gara kalian berdua." Kemudian ia meletakkan kepalanya pasrah ke atas meja kantin. Meruntuki hidupnya yang buruk karena berteman dengan 2 manusia aneh ini.
"Yang sabar wahai anak muda." Ujar Daniel yang langsung mendapat pelototan tajam dari Terra. Ia malah tertawa melihat reaksi itu yang menurutnya lucu.
Wajah Terra yang biasanya tenang mendadak garang. Ia juga banyak bicara. Perkembangan yang bagus.
Daniel masih terus meneliti area yang di sebut kantin ini. Mengamati dengan seksama setiap sisi di sana. Memperhatikan setiap wajah yang ia lihat dan mengingatnya baik baik.
Di sekolah ini ia menyamar menjadi Dani, seorang siswa biasa yang penuh semangat dan pesona. Hanya itu.
Ia kemari bukan untuk menempuh pendidikan tapi lebih kepada misinya mencari seseorang. Daniel harus segera menemukan orang itu sebelum dia bertindak, atau hidupnya, tidak, hidup semua orang yang ada di dekat Daniel bisa terluka. Terutama gadis yang ingin sekali ia temui sejak kemarin.
Gadis yang memenuhi kepalanya beberapa hari ia pergi untuk perencanaan misi. Tadinya ia ingin menemui Ara, gadisnya kemarin. Tapi yang ia lihat adalah orang yang ia cari. Orang yang menyerangnya malam itu. Orang yang sudah melihat wajahnya. Orang yang akan mendapatkan kematian lebih buruk dari dugaannya. Daniel kemari untuk menjemputnya menuju ajal. Mengantarkan orang itu pada penyesalan karena berurusan dengannya bukan hal yang tepat.
Tapi jujur, yang membuat Daniel terheran adalah Ara mengenalnya. Sejak kapan? Atau Ara juga bagian dari hal yang menimpa Daniel? Ara juga bagian dari rencana busuk itu? Kenapa? Dan sejak kapan? Apa pun itu Daniel mencoba untuk percaya pada gadisnya. Ia harus menemuinya. Segera. Untuk dapat jawaban nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...