37

9.3K 842 6
                                    

Mata Ara perlahan terbuka. Awalnya berat, tapi ia terbelalak saat melihat Daniel sudah membuka mata dan sedang menatap nya.

"Ka..kamu udah bangun?" Tanya Ara dengan gugup. Daniel hanya berdehem, tapi ia masih menatap Ara dengan intens. Itu membuat Ara merasa aneh dan kurang nyaman.

"Kapan kamu bangun? Ini masih pagi." Ara menunduk menghindari menatap mata kelam Daniel yang sangat menarik.

Bukannya menjawab, Daniel malah mencium ujung hidung Ara tiba tiba. Segera ia memundurkan kepalanya agar menjauh dari Daniel. Atau bahaya yang bisa terjadi nantinya.

"A..apa..."

"Idung kamu imut banget." Jawab Daniel diiringi senyuman. Ara meneguk ludah nya susah payah, kenapa jadi segugup ini.

"Jam berapa sekarang, kita bisa terlambat sekolah." Ujar Ara setelah bangun dari tidurnya mengalihkan kegugupannya dan langsung melangkah keluar kamar. Di posisi berbaring mata Daniel mengikuti arah perginya Ara yang terkesan tergesa. Daniel mengacak rambutnya, ia berhasil menahan dirinya pagi ini.

Setelah keluar dari kamar, Ara langsung bersandar di tembok rumahnya sambil memegangi dada kirinya, letak jantungnya yang sudah berdetak kencang. Apa itu tadi?

Ara menggeleng mengenyahkan pikiran nya yang mulai melayang kemana mana. Ia harus mandi dan bersiap sekolah. Iya, ia sibuk pagi ini. Ara tidak punya waktu memikirkan hal konyol seperti itu.

****

"ARA!" Suara Riska menggelegar saat Ara terlihat di pintu akan masuk ke kelas. Riska tidak peduli dengan tatapan tajam dari teman temannya yang ada di sana karena suaranya yang bising. Ia berlari tergopoh-gopoh mendekati Ara.

"Demi apa lo pacarnya kak Dani?" Tanya Riska dengan bola mata yang melebar.

Ara menaruh telunjuknya di bibir, menyuruh Riska jangan berisik dan mengangguk singkat yang langsung di sambut heboh oleh Riska. "Kok bisa?!"

Ara menghela nafas pasrah dan angkat bahu. "Gak tau, terjadi gitu aja." Ia beriringan dengan Riska untuk sampai ke kursinya. "Ah iya, tas aku ada di kamu kan?" Tanya Ara.

"Itu gak penting. Ngapain kak Dani di kamar lo semalem?"

"Kamu tau Dani..."

"Dia yang bales chat gue masa. Gila, dia ngepap ke gue. Dan latarnya kamar lo. Ngapain lo di kamar berduaan? Dan yang kak Dani bilang pernah tidur sama lo apa maksudnya? Jawab!"

"Aduh satu satu nanya nya. Aku bingung."

"Ish jawab aja sih."

Ara sudah duduk di kursinya, ia menghela nafas. Bersiap mencari cerita yang bagus untuk di dongengkan pada temannya yang super kepo ini.

"Jadi, Dani kemarin numpang istirahat di rumah, gak ngapa ngapain kok. Cuma sekedar istirahat aja." Jelas Ara dengan penuh keyakinan.

"Kenapa harus di rumah lo?" Tanya Riska penasaran. Ia mendekatkan diri pada Ara untuk mendengar lebih jelas.

"Aku gak tau. Dia bilang dia gak suka di rumahnya. Jadi aku izinin tidur di kamar aku. Soalnya kamar ayah masih belum aku beresin. Kasian dia."

Riska manggut manggut mengerti. "Terus soal tidur sama kak Dani?"

"Ah itu, maksudnya tidur di ruangan yang sama Ris, bukan tidur dalam arti yang lain. Jangan salah paham."

"Oooooh. Gue kira lo, di apa apain sama dia."

"Engga lah, aku masih di bawah umur." Ujar Ara di iringi senyuman.

"Di apa apain juga gak papa kali, Kak Dani kan ganteng tajir lagi. Lo gak akan rugi, Ra." Ujar Riska sembarangan. Ara langsung memukul bahu Riska atas ucapannya yang sangat aneh itu.

"Sesat." Cela nya. Gadis itu nyengir tidak merasa bersalah atas ucapannya yang sangat tidak baik bagi anak dibawah umur.

"Ketemunya di mana sih Ra? Kok lo bisa jadi pacarnya kak Dani?"

Ara berfikir lagi. Cerita apa lagi yang harus ia katakan. Ia menarik nafas menenangkan diri. "Gitu deh. Gak bagus sama sekali. Intinya terjadi gitu aja. Aku juga gak tau gimana jelasnya."

"Sumpah beruntung banget lo. Dapet cowok tajir, cakep, baik lagi." Sulit di tebak, nyebelin. Tambah Ara dalam hati.

"Iya semoga aku beruntung."

****

Dengan langkah perlahan Ara berjalan keluar gerbang sekolah. Tak lama ia melihat mobil hitam yang di kendarai Daniel keluar dari gerbang, ia terus memperhatikan mobil itu sampai mobil itu hilang dari pandangannya.

Ara dan Daniel bersepakat untuk menutupi hubungan keduanya. Kecuali dari kawan masing masing yang tentu sudah tau sebelumnya. Bukan tanpa alasan Ara menyarankan hal ini, tapi mengingat Daniel cukup populer di sekolah bahkan saat ia adalah anak baru. Hal ini yang membuat Ara akan merasa terintimidasi nantinya, kalau sampai semua orang mengetahui hubungan mereka. Siapa Ara sampai ia bisa menjadi pacar seorang Daniel yang menawan. Bahkan Riska saja tidak percaya. Ara lebih nyaman dengan keadaan mereka yang seperti ini, tidak banyak drama dan gunjingan nantinya.

Dengan menggenggam tali tas yang di gendongnya, Ara berdiri di tepi jalan untuk menunggu angkot. Tapi sebuah tepukan di bahunya mengalihkan perhatian Ara.

"Hai." Sapa orang itu dengan senyuman yang hangat.

"Kai." Iya, dia Kai kakak kelas Ara. "Ngapain kamu di sini?" Tanya Ara.

"Pengen nyapa lo aja." Balas Kai.

Bibir Ara membentuk o besar. Dengan sesekali mengangguk mengerti. "Ah iya Ra, beberapa hari lalu gue liat lo di minimarket waktu malem. Lo kerja di sana?"

Ara mengangguk mantap. "Kenapa gak nyapa aku waktu itu?"

"Gue kira orang lain. Jadi gue gak mampir. Lain kali gue nyapa lo kalo gitu." Ujar Kai dengan tulus. Wajahnya bersinar di bawah cahaya matahari yang terik. Tampan dan tulus.

"Sayang banget. Aku udah berhenti kerja."

"Oh ya?" Tanya Kai.

"Iya. Hari ini aku berenti kerja." Ara menatap wajah Kai yang bersinar. Wah, apa kau percaya ada manusia hidup dengan wajah setampan dia. Aku kira dia patung lilin.

"Yah sayang banget." Ujar Kai dengan wajah yang lesu kecewa. Melihat Ara yang tampak antusias melihat angkot, Kai terfikir sebuah ide. "Jadi lo mau pulang? Gue anter ya." Tawar Kai.

"Gak usah. Nanti ngerepotin. Gak papa aku naik angkot kok." Tolak Ara. Ia tidak mau merepotkan seniornya ini.

"Gue anter pake angkot. Sekalian gue juga mau nanya beberapa hal ke lo."

Ara menatap Kai dengan tatapan menyelidik. "Gak aneh aneh kan?"

Mendengarnya Kai malah tergelak, begitupun dengan Ara. "Engga. Cuma beberapa pertanyaan gampang."

Ara mengangguk. "Ya udah." Jawabnya.

Selama di dalam angkot, Kai yang berada di depan Ara terus memperhatikan bagaimana senyum Ara kala bertukar pesan dengan temannya. Wajahnya yang manis menarik sebagian perhatian Kai dan seakan wajah itu memiliki magnet tersendiri untuk terus di lihat. Seperti bunga yang mekar dan wangi di taman pada musim semi yang cantik.

Sudut bibirnya yang melengkung sempurna, menghangatkan hati Kai. Ia menyukai bagaimana senyum Ara yang ceria, kalimat yang di ucapkan gadis itu, tutur halusnya yang seketika membuat ia merasa nyaman, bahkan matanya yang coklat terang berbinar kala menatap sesuatu. Sederhana dan menarik. Ara menurut Kai.

Tak banyak gadis yang ia temui memiliki hal unik seperti ini. Senyum Kai mengembang tat kala matanya beradu dengan mata coklat terang Ara, belum lagi senyum gadis itu yang lebar dan wajahnya yang cantik. Sesuatu di hatinya memberontak untuk di ungkapkan. Kai harus memberi tau Ara, sebelum semuanya terlambat. Iya harus! Kai harus mengaku tentang segalanya.

Sweet dreams and good night all...

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang