50

5.1K 623 33
                                    

Kai dan Ara berjalan berdampingan menyusul Bian yang sudah menjauh. Sesekali Kai tertawa ringan melihat bagaimana Bian berlari di sana.

"Aku gak nyangka kalo kamu punya adek."

Kai menoleh ke arah Ara, gadis itu juga sama gemasnya dengan Kai melihat keaktifan dari Bian. Ara terus memperhatikan kemana perginya Bian yang sangat bersemangat. Gadis yang ceria, dan apa adanya. Betapa menyenangkannya mengenal gadis seperti dia.

"Malah gue pengennya gak ada yang tau kalo dia adek gue."

Sontak Ara menoleh menatap heran pada Kai yang masih terfokus pada kemana arah perginya gadis itu. Ara bisa melihat tatapan penuh kasih sayang dari Kai untuk Bian, rasa yang sangat besar hingga membuat Ara merasa iri dan gemas. Ternyata Kai orang yang sangat perhatian dan penyayang.

"Kenapa?" Tanya Ara.

"Gue gak selalu ada buat dia, gue takut dia kenapa napa kalo orang lain tau dia adek gue. Ya, kadang gue takut Bian bakal malu kalo punya kakak kayak gue." Jelas Kai dengan nada yang sedikit sedih.

Ara tertawa ringan mendengar nya. "Kenapa Bian harus malu punya kakak sebaik kamu?"

"Baik?" Tanya Kai, ia berkedip beberapa kali memahami kata baik dari Ara. Benarkah?

Ara mengangguk dengan tersenyum. "Kamu perhatian, penyayang dan lembut. Aku bisa liat cara kamu merhatiin Bian keliatan sayang banget. Aku iri jadinya."

"Aku anak tunggal. Dari kecil aku selalu pengen punya kakak atau saudara kandung, tapi gak bisa. Kalo bisa minta, aku mau jadi adek kamu juga Kai." Sambung Ara dengan nada bercanda.

Tak ayal hal itu membuat Kai tertawa geli, begitu pun dengan Ara. Keduanya saling pandang dengan sisa tawa yang menghiasi wajah. Dengan jarak sedekat ini dengan Ara, Kai merasa aneh pada hatinya.

"Jangan takut Kai, kamu lebih dari baik buat jadi kakak Bian. Senyum Bian buktinya."

Kai menghentikan langkahnya, ia menghadapkan tubuhnya pada Ara dan menatap gadis itu. Ia menghela nafas berat, rasanya ini waktu yang tepat untuk mengakui sesuatu.

"Ara." Ia mengatur nafasnya yang terasa berat, sebisa mungkin ia memilih kata yang tepat untuk memberitahu Ara hal penting ini, agar dia baik baik saja.

Melihat perubahan wajah Kai, membuat Ara sedikit merasa aneh. Tapi kemudian ia tersenyum agar suasana tidak terlalu tegang dan canggung.

"Jauhi Daniel." Ara terkejut saat Kai menyebut nama Daniel. Dia tau kalau Ara mengenal Daniel.

Awalnya Ara kira Kai bercanda, tapi melihat tatapan Kai yang kuat dan tidak ada keraguan membuat Ara takut dan bingung untuk bereaksi. Kenapa Kai menyuruhnya menjauhi Daniel, untuk apa?

"Ka-kamu tau Daniel?"

"Jauhi dia Ra, gue gak mau lo kenapa napa nantinya."

Ara bingung untuk menjawab. Ia tak melihat nada bercanda dari cara bicara Kai seakan memang dia menyadarkan dan memperingatkan Ara tentang sesuatu yang akan terjadi.

"Tapi...."

"Lo bilang lo mau jadi adek gue kan? Gue gak mau adek gue terluka, jadi jauhi Daniel." Kai meraih tangan Ara yang saling bertaut, dan berkeringat. "Gue mohon."

Ara semakin bingung karena ucapan permohonan dari Kai. Tapi.. kenapa.

"Kai aku gak tau kamu kenapa tapi aku kayaknya gak bisa. Aku gak tau apa alesan kamu bilang gitu. Jadi..."

Kai mengambil satu langkah mendekati Ara masih dengan menggenggam erat tangan Ara. "Lo harus percaya gue Ra, mereka gak akan lepasin lo kalo lo masih berhubungan sama Daniel. Jadi tolong jauhi dia, biar lo baik baik aja."

"Mereka? Siapa yang kamu maksud Kai?"

"Gue sayang sama lo Ra." Ujar Kai tiba tiba.

Keduanya langsung terdiam. Sama sama terkejut karena kalimat yang baru saja di katakan Kai. Ara masih mencerna semua hal yang diutarakan Kai, mulai dari Bian, menjauhi Daniel dan kalimat itu. Apa maksud semua kalimat nya. Kenapa?

Sedangkan Kai ia memejamkan matanya sebentar lalu menghela nafas. Kalimat terakhir harusnya bisa ia tahan. Tapi sepertinya Kai terlalu buru buru untuk ini.

"Ra, gue..."

Ara langsung menghentakkan tangan Kai yang sejak tadi menggenggam tangan nya kala melihat seseorang yang tampak canggung di belakang Kai. Ia tersenyum kikuk padanya.

"Bian."

Kai langsung berbalik saat Ara menyebut nama adiknya. Gadis itu sedang memegang tiket film yang ia inginkan dan sebuah jus alpukat kesukaan nya. Ia memandang aneh pada kakaknya yang terlihat salah tingkah, juga pada gadis di dekat kakaknya yang diam tapi tersenyum canggung.

"Aku dateng di momen yang salah ya. Lanjutin aja, gak papa aku bisa pergi duluan."

Ara buru buru menggeleng dan menghampiri Bian. "Engga, aku sama Kai udah selesai ngomong kok. Ayok kita nonton film pilihan kamu."

Bian mengangguk dan langsung di gandeng Ara pergi dari sana. Sesekali gadis muda itu menoleh ke arah kakaknya yang masih diam di tempat tampak sendu menatap gadis yang menggandeng Bian untuk menjauh.

Sebenarnya Bian tidak tau apa yang mereka bicarakan tapi kala ia mendekat dan berniat memanggil kakaknya ia mendengar kakaknya mengutarakan perasaannya pada Ara. Meskipun ia senang karena kakaknya menyukai Ara gadis yang terlihat sangat cantik dan baik ini, tapi ada yang mengganjal di pikiran Bian. Kakaknya tidak terlihat serius tentang kalimat itu. Rasanya seperti ada hal yang berat dan pasti ada alasan lain kenapa kakaknya tiba tiba mengatakan hal itu. Ah itu yang membuat Bian bingung.

Tapi sudahlah, ia sudah tau kalau kakaknya memiliki pujaan hati yang memang Bian sukai karakter nya. Ini sudah lebih dari cukup untuk membuat Bian merasa tenang. Kakaknya sudah dewasa untuk memilih. Sekarang tinggal Ara saja, apa dia akan menerima kakaknya atau tidak. Bian harus membuat Ara memilih kakaknya. Iya harus. Maka ia akan punya kakak perempuan nantinya.

Di sisi lain tempat itu seseorang berpakaian mahal yang serba hitam berdiri dengan sombongnya menatap ke arah seorang pemuda yang masih berdiri diam ditempat nya padahal kedua gadis yang bersamanya tadi sudah melangkah pergi. Pemuda itu menunduk menyesali sesuatu.

Iya dia memang harus menyesalinya. Berani sekali orang lemah sepertinya meminta gadis itu untuk keluar dari lingkaran masalah ini. Bagaimana bisa dia berniat mengacaukan semua rencana hebat yang sudah ia buat.

Ia melirik ke arah seseorang yang bersamanya sejak tadi. "Di mana dia?"

"Pergi ke tempat sesuai rencana tuan."

Senyum singgung penuh kemenangan tercetak di wajahnya yang masih sangat muda. Bagaimana ia mengelabui musuhnya dengan mudah. "Alihkan terus perhatian Daniel. Dan buat dia sibuk."

"Baik tuan." Jawab orang yang sama sama berbaju serba hitam. Ia menunduk patuh ke arah tuannya.

"Dan iya, siapkan hukuman yang bagus untuk berandal sialan itu." Sebuah senyum miring muncul saat ia menatap tajam ke arah pemuda yang sudah mulai menyusul kedua gadis tadi. "Berani sekali dia menyukai gadis ku. Dasar sampah tidak berguna."

"Kita akan lihat, sampai mana dia berjuang mempertahankan perasaannya. Buat dia memilih. Adiknya atau gadis itu." Ia mencengkram kuat besi pembatas di tempat ramai itu.

"Tidak. Buat pilihan, hanya satu dari mereka yang boleh hidup." Putusnya lalu berjalan dengan elegan pergi dari sana. Pertunjukan yang bagus sudah selesai di lihatnya saat ini. Tinggal pertunjukan final yang sedang ia persiapkan dengan sangat baik.

"Daniel, kau selalu bersikap bodoh sama seperti dulu. Tapi kali ini, gadis itu pasti akan jadi milikku."

tbc....

Clue untuk antagonis nya..

Daniel
Masa lalu
Kekuasaan
Dendam

Itu aja, semoga hari kalian menyenangkan 👍

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang