64

2.7K 336 18
                                    

Ibarat keluar kandang buaya, masuk ke kandang singa. Perumpamaan yang sangat menggambarkan keadaan Ara saat ini.

Setelah kebodohan yang tidak ada habisnya, Ara yang tadi memohon pada Harris mendadak sangat menyesal. Tapi Ara akan jauh lebih menyesal jika sampai Bian terluka lebih daripada ini.

Meskipun Ara dan Bian bertemu hanya beberapa kali, tapi Ara merasa memiliki tanggung jawab karena sudah berjanji pada Kai sebelumnya untuk menyelamatkan Bian. Jadi Ara ingin menepati janji itu, meskipun kondisinya tidak menguntungkan.

Lagipula Ara yakin, Kai juga pasti menepati janjinya juga untuk membawa Daniel padanya. Kai sudah berjanji, dan Ara percaya Kai. Saat ini yang harus Ara lakukan hanya memohon pada Tuhan dan tetap berpegang pada keyakinan terhadap Kai dan Daniel.

Bian tidak jadi di bawa pergi dengan cara di seret oleh dua orang yang nyatanya merupakan bawahan dari Harris, setidaknya lebih di perlakukan layaknya manusia. Meskipun Ara tidak yakin kalau setelahnya Harris akan memanggil dokter untuk merawat Bian, tapi setidaknya Bian aman di suatu tempat sampai Daniel datang. Tapi kapan Daniel datang?

Mau sampai kapan Ara menunggu dalam ketakutan seperti ini?

Gadis itu masih bersimpuh dengan lelehan air mata yang terus berjatuhan di hadapan Harris, seakan menunggu perintah eksekusi datang padanya.

Kata 'apapun' yang Ara ucapkan tidak bisa dianggap menguntungkan baginya, karena saat ini isi kepalanya terfikir banyak kemungkinan tentang kata apapun yang bisa Harris inginkan darinya. Bagaimana jika itu nyawanya?

"Apapun." Suara Harris begitu menggema di pendengaran Ara, gadis itu diam dengan sisa isak menunggu kalimat selanjutnya. Seringai menyebalkan muncul di wajah Haris membuat Ara jengah sendiri.

"Aku punya salah sama kamu? Kenapa kamu.. jahat?" Ara berusaha keras untuk bicara meskipun suaranya tersendat oleh sisa isak nya.

Harris menoleh dan menatap Ara yang menunduk. "Karna lo bagian dari Daniel." Ara langsung mengangkat wajahnya menatap Harris sinis. "Kalo aja lo gak berhubungan sama Daniel, lo gak akan bernasib kaya gini."

Ara berdecik dan memutar bola matanya jengah, kenapa semua orang mengatakan kalau harusnya Ara tidak berhubungan dengan Daniel? Ara sedikit sensi jika mengenai masalah ini, ditambah gaya bicara Harris yang berubah saat ia menunjukkan sisi aslinya.

"Jadi masalahnya ada di kamu sama Daniel? Tapi kenapa aku juga..."

"Udah gue bilang, karna lo bagian dari Daniel! Gue bakal hancurin Daniel dan semua orang yang ada hubungannya sama dia, termasuk lo!" Netra coklat terang Ara menyorot tajam pada Harris yang sumpah demi apapun sangat menyebalkan. Bahkan dalam dirinya timbul perasaan anarkis ingin mencabik wajah lelaki itu saking kesalnya.

Melihat aura amarah dalam tatapan Ara padanya, Harris hanya tersenyum kecil lalu membungkuk dan meraih dagu Ara. "Kalau aja, lo gue kenal sebagai gadis biasa mungkin gue akan suka sama lo. Lo cantik." Pujinya.

Bukannya merasa tersanjung, Ara malah sangat tersinggung. Ia menolehkan wajahnya agar lepas dari cengkraman Harris dengan matanya yang masih menatap tajam.

Mendapat penolakan, Harris tersenyum singgung. Lalu menegakkan tubuhnya sambil melangkah beberapa kali di hadapan Ara. "Gimana bisa cewek kaya lo ada hubungan sama Daniel?" Tanya Harris. Tapi beberapa saat ia menatap tubuh Ara dengan tatapan meremehkan. "Lo gak sebaik itu ternyata."

Sungguh demi apapun rasanya Ara ingin mencolok mata Harris yang seolah menguliti saat menatap dirinya. "Kalo gue nawarin hal lebih baik dari Daniel, lo mau ninggalin dia?"

"Dan milih bajingan, kaya kamu?"

Harris tertawa singkat mendapat pertanyaan seperti itu. "Lo bahkan gak tau sebajingan apa Daniel sebenernya." Ia mengambil satu langkah mendekati Ara. "Daniel bukan cowok berandal yang akan berubah jadi baik cuma demi cewek kaya lo. Lo salah, kalo percaya Daniel bakal merjuangin lo apalagi sampe ngorbanin apa yang dia punya."

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang