Ara berbaring di kasurnya. Menerawang jauh pada kejadian sejam yang lalu. Semuanya gila. Bahkan mungkin Ara sendiri sudah gila.
Ara memegang dada kiri, dimana letak jantungnya berada. Bahkan jantungnya masih berdebar saja. Antara takut dan entahlah. Daniel memang berbahaya bagi kesehatan otak dan mentalnya.
Bagaimana bisa dia mengucapkan kalimat se vulgar itu dengan mudah. Ara tidak bodoh, dia tidak sepenuhnya sepolos itu sampai kalimat yang di utarakan Daniel tidak ia mengerti. Ia paham. Dan yang tidak ia paham sekarang adalah kenapa Ara malah berdebar. Bukannya memaki atau bahkan melaporkan lelaki gila itu. Ara merasa tidak terganggu akan hal itu. Ada yang salah dengannya.
Dengan perasaan tak karuan, Ara mencoba untuk tidur. Mengistirahatkan tubuh dan mengenyahkan pikiran kotor yang mulai terkontaminasi oleh Daniel.
Harusnya malam itu Ara biarkan saja lelaki itu di halaman, mungkin Ara tidak akan mengalami hal ini.
Tidak. Tidak ada yang terjadi sejam yang lalu. Daniel hanya mengatakan kalimat itu lalu tertawa. Mempermainkan pikiran Ara juga perasaan nya.
Lelaki gila itu hanya menyuruh Ara untuk membuat segelas teh, ia merasa kedinginan. Beruntunglah karena ia tidak benar benar dengan ucapannya. Lalu setelah menandaskan teh hangatnya ia memilih pulang. Betapa leganya Ara mengetahui hal itu.
Sepertinya Ara pernah melakukan dosa besar di masa lalu sampai ia bertemu Daniel yang tidak waras.
Daniel gila.
****
Daniel membaringkan tubuhnya sembarangan pada sofa mewah di ruangan itu.
"Darimana saja lo cunguk?" Tanya lelaki seusia Daniel dengan raut kesal. Bagaimana tidak lelaki bernama Daniel kabur dari rencana yang ia buat sendiri. Dasar lelaki tidak bertanggung jawab.
"Gimana rencananya berhasil kan?" Daniel mengambil gelas dan mengisinya jus anggur yang tersedia di atas meja dan meminumnya dengan elegan.
"Gue tanya dari mana saja lo?" Lelaki itu mulai kesal. Daniel bukan orang yang lepas tangan seperti ini. Dia seperti sibuk dengan hal lain saja.
"Nyari hiburan." Jawab Daniel acuh. Dia sama sekali tidak menoleh ataupun melirik pada lawan bicaranya.
"Lu gila?" Lelaki itu duduk di dekat Daniel dahinya berkerut dan helaan nafas terus ia lakukan. Tidak habis pikir pada kawannya ini.
"Gue sehat, buta mata lo."
"Itu rencana lo bego, lo bilang mau memimpin, tapi apa? Lo malah ngilang bahkan sebelum di mulai."
Daniel menatap santai Farrel, lawan bicaranya. "Yang penting semua berjalan sesuai kemauan lo. Masalahnya apa?"
"Jujur sama gue, dari mana aja lo? Lo gak pernah kaya gini." Farrel kenal Daniel dan lelaki keras ini tidak pernah ingkar janji. Bahkan dia lebih suka melakukan tugas itu daripada apapun.
"Nyari cewek. Emang lo doang apa yang bisa." Ujar Daniel meremehkan. Tentu. Jika diingat Farrel mendekati seorang gadis selama 3 tahun lebih tapi tidak ada kejelasan sampai sekarang. Dasar payah.
Farrel tergelak. Daniel mengejar seorang gadis. Omong kosong.
"Kepala lo sakit? Geger otak? Kayaknya udah gila lo ya."
Daniel mengangkat bahunya acuh. "Serah lo percaya atau enggak, tapi nyatanya jalan gue lebih lancar dari lo." Lalu ia pergi meninggalkan ruangan itu dengan senyuman licik terpeta di wajahnya.
Satu lagi rencana yang terlukis indah di kepalanya.
****
Ara tengah mengganti seragam sekolahnya dengan seragam pegawai minimarket. Sekolahnya sudah selesai, ia harus bekerja. Hari Ara tetap sama, bangun pagi, berangkat sekolah lalu bekerja. Tidak ada yang sangat spesial. Tapi Ara merasa beruntung, setidaknya Tuhan tidak memberinya takdir yang berat. Ara sudah terbiasa jadi semua terasa mudah.
Tugasnya dimulai dengan membereskan barang barang ke rak dengan rapi. Menyeleksi makanan yang mungkin sudah basi dan mendata produk di ruang penyimpanan. Hari ini yang bertugas hanya Ara dan Mikaila, seniornya.
Mikaila, gadis berambut blonde yang 2 tahun lebih tua dari Ara sedang berada di meja kasir merapikan barang di belakangnya. Mikaila sangat baik. Bahkan dia juga yang mengajari Ara saat masih jadi pegawai baru tahun lalu. Bahkan keduanya juga berteman.
Ara merasa beruntung lagi, masih ada orang yang mau menerimanya dengan lapang. Membantunya dan memberinya kepercayaan. Sungguh hal yang sangat sulit di dapatkan pada masa sekarang.
"Ara, jaga bentar ya gue harus ke toilet. Perut gue mules banget." Ujar Mikaila dengan wajahnya yang berkeringat. Ara mengangguk dan gadis itu melesat keluar supermarket.
Saat Ara kembali memfokuskan diri pada barang barang yang sedang ia rapikan. Ia terkejut melihat sosok di sampingnya yang tersenyum.
"Hai." Sapa orang itu dengan senyuman. Sontak Ara memegangi dadanya karena kaget. Jarak wajahnya dengan orang itu cukup dekat. Ara memundurkan kepalanya menjauh. Dan jantungnya sedang menggila sekarang.
"Da.. Daniel. Apa yang kamu lakukan disini?" Iya dia Daniel.
"Belanja. Bukannya jelas?" Daniel mengambil susu pisang dan snack kentang di rak. Lalu berjalan mendahului Ara ke meja kasir. Ara ragu untuk melangkah tapi Daniel kemari sebagai pelanggan kan. Mungkin.
"Lo kerja disini?" Tanya Daniel saat Ara sedang men-scan belanjanya. Ara mengangguk kikuk. Dimana mana selalu ada Daniel. Dia bukan hantu kan?
"Hm jam berapa lo pulang?"
"Ha?" Ara tidak mendengar nya. Lebih tepatnya tidak paham kenapa Daniel tiba tiba menanyakan hal itu.
"Jam berapa lo pulang?" Ulang Daniel dengan suara yang lebih keras dan tegas. Ara merasa gugup sekarang.
"Jam 9." Jawab Ara jujur. Daniel mengangguk.
"Jadi berapa?"
"Apa..?"
"Belanjaan gue."
"Ah iya, semuanya jadi 17.000."
Daniel mengeluarkan selembar uang 20.000. Kemudian pergi begitu saja. Ara mau memanggil Daniel tentang kembalian. Tapi sepertinya lelaki itu tidak peduli akhirnya Ara hanya terdiam memandangi uang kembalian Daniel tadi.
****
"Hei Ara. Siapa yang ngobrol sama lo tadi!" Tanya Mikaila dengan antusias. Saat ia kembali dari toilet ia melihat Ara mengobrol sebentar dengan seorang lelaki tampan dan tinggi. Terlihat akrab.
"Siapa?" Tanya Ara balik tidak mengerti. Mengobrol? Dengan siapa?
"Cowok tadi. Dia yang tampan dan tinggi. Cowok itu make kaos item sama topi putih. Yang minum susu pisang."
Ara mengingat ingat. Ah Daniel maksudnya. Tunggu, Mikaila melihat Daniel?
"Kamu liat dia La?"
"Jelas lah. Gimana bisa muka tampannya gak kelihatan. Dari jauh aja mukanya bersinar sinar. Apa yang kalian bicarain?"
"Bukan apa apa, gak penting, dia cuma nanya barang aja. Aku gak kenal." Ara berbohong. Bukan tanpa alasan ia melakukannya, Ara hanya tidak mau seniornya ini bertanya tentang Daniel atau bisa saja Ara berbicara yang tidak tidak nantinya.
"Ah sayang banget. Padahal gue pengen ngobrol sama dia sekali aja. Kalo aja gue gak mules tadi, pasti gue bisa ngobrol sama dia. Lo beruntung Ara."
Setelah kejadian gila yang aku alami? Tidak, simpan keberuntungan itu untukmu. Aku tidak merasa beruntung sama sekali.
-------------
Lanjutin gak nih?.....
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...