"Dimana Ara!?"
Kai tetap tidak menjawab, meskipun bibirnya beberapa kali meringis merasakan perih di wajahnya, bahkan darah dari wajahnya melumuri baju yang ia kenakan. Ia harus tetap menahan Daniel disini, sebentar lagi. Ara, Bian bertahanlah.
"DIMANA ARA SIALAN?!" Teriak Daniel dari belakang Farrel yang masih di pegangi kuat oleh Terra. Ia murka karena Kai tak juga memberi tau dimana Ara berada. Ia terlanjur takut, Ara bisa terluka tanpa bisa ia cegah jika terlambat sedikit saja.
Ara harus ketemu sama Bian, harus. Bertahan Kai, cuma sebentar lagi. Ara pasti berhasil. Gumamnya dari hati menguatkan dirinya sendiri untuk tetap diam.
Habis kesabaran, Daniel menepis kasar tangan Terra yang membelitnya dan berbalik bermaksud pergi. Karena ia rasa percuma saja ia datang kesini.
"Ara... ada di mansion... milik James Park." Ujar Kai menghentikan langkah Daniel pergi. Daniel bergeming sesaat, lalu tersenyum singgung. Dugaan nya benar.
Ia melangkah lebar lebar ke arah Kai yang menatap sendu ke arahnya. Daniel meraih kasar pakaian Kai yang berlumpur darah dan melempar tatapan tajam. "Katakan dimana mansion itu!"
Kai menghela nafasnya yang terasa berat lalu menunjuk perlahan ke arah ponsel yang di pegang oleh Farrel. Segera Daniel merampas ponsel itu dan memeriksa isinya.
Sebuah program terpampang di layar ponsel itu, dengan sebuah titik yang berkedip pada peta yang ada. Apa Ara ada di sana?
"Ara pasti ba-baik baik aja." Nafas Kai semakin berat. Ia memejam menahan sesak di dadanya. Kemudian kembali membuka matanya dan mencoba menjelaskan. "3 jam lagi, bajingan Park itu bakal berangkat ke Amerika, untuk bisnis. Dan mungkin Ara akan ikut dibawa." Ujar Kai dengan sisa tenaga yang ia punya.
Daniel tampak serius mendengarkan sambil mengamati peta yang ada di layar ponsel, memastikan dimana posisi Ara saat ini.
"Tapi sebelum berangkat, dia bakal ketemu partner bisnisnya dulu gak jauh dari situ. Lo bisa tangkap dia di sana." Jelas Kai melanjutkan semua hal yang ia tau.
"Darimana lo tau?" Tanya Farrel yang terlihat tidak percaya.
"Gue denger obrolan dia di telepon waktu gue di sekap. Dia ngerencanain sesuatu, jadi hati hati." Tubuh Kai melemas dan akhirnya ia memilih menyandarkan tubuhnya pada sofa di dekatnya.
"Katakan semua yang lo tau!" Daniel mendesak Kai yang sudah hampir tidak berdaya. Ia harus tau semuanya.
****
Keadaan sudah lebih kondusif saat ini, dengan tak lagi saling meneriaki bahkan sudah tidak ada adegan pukul pukulan lagi. Daniel duduk di sofa dengan tangannya yang sibuk menghubungi seseorang. Farrel duduk di sebelah Kai yang sedang memejamkan matanya karena kepalanya terasa pusing luar biasa saat ia membuka mata. Wajahnya masih penuh darah bahkan nafasnya juga terasa sesak. Tidakkah ada manusia berhati nurani yang mau mengobatinya lebih dulu di ruangan ini?!
Terra duduk di dekat Reno yang sejak tadi masih tidak bisa mengerti keadaan aneh di depannya ini. Di kepalanya hanya berseliweran pertanyaan pertanyaan yang tidak mau habis ia pikirkan. Tapi yang paling utama adalah siapa mereka semua? Apa hubungan mereka dengan Ara adiknya? Apa mereka orang orang baik? Atau sebaliknya? Intinya Reno ingin sekali bertanya tapi sepertinya tidak menemukan waktu tepat sekarang. Dilihat dari aura lelaki yang tampak kacau memaki seseorang di sambungan telepon.
Daniel melempar ponsel miliknya sembarangan tak kuasa menahan amarah yang memuncak. Si tua bangka sialan itu enggan memberinya bantuan hanya karena sibuk. Cih sibuk? Persetan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...