Ara berjalan gontai menuju sekolah. Ia merasa kehilangan semangat hidupnya beberapa hari ini. Semuanya terasa ada hal yang kurang dan berbeda, padahal tidak pernah ada yang berubah. Tapi tetap saja ia merasa sesuatu hilang begitu saja.
Semalaman ia sulit sekali menutup matanya padahal ia lelah seharian bekerja, matanya seperti berharap bisa menemukan objek yang hilang beberapa hari ini. Nyatanya matanya tetap kehilangan hal itu.
Ia harap hari ini bisa berjalan baik. Berjalan seperti biasanya.
****
Secara mendadak sejak setengah jam yang lalu, mata Ara rasanya berat sekali. Kelopak matanya seperti tertumpu benda berat sampai tidak sanggup untuk terbuka. Hal baru yang biasanya tidak pernah terjadi. Ara menyerah dan akhirnya memilih tidur saja, dengan kepalanya yang berada di meja.
Melihat Ara yang lesu, Riska beberapa kali bertanya khawatir. Tapi Ara dengan lugas berkata bahwa dia kelelahan bekerja setiap hari sampai malam. Dengan kekehan tentu saja. Dan Riska dengan terus menerus melontarkan kalimat nasehat untuk berhenti bekerja kepada Ara yang setengah mengantuk.
Antara mendengar dan tidak Ara mengangguk pada setiap ucapan Riska. Entah apa yang terjadi pada dirinya sampai ia berubah menjadi orang yang berbeda. Terlambat sekolah, sering begadang sampai pagi, lupa mengerjakan tugas, mengantuk di kelas, kurang bersemangat, dan ia sering telat makan. Ara seperti bertransformasi menjadi anak yang mulai tidak suka aturan. Hidup bebas sesuai perasaan dan keinginan saja.
Kepalanya penuh tentang pertanyaan pertanyaan yang sangat konyol. Dimana Daniel? Apa dia baik baik saja? Kapan dia kembali? Tapi memangnya Daniel pergi sangat jauh sampai ia begitu lama untuk kembali. Atau memang dia tidak berniat kembali?
"ARGH!" Teriak Ara frustasi. Ia bahkan menarik rambutnya keras dan mengacak nya sembarangan. Ia ada di area toilet yang lumayan sepi. Tapi ternyata tidak juga.
"Lo gak papa?"
Suara itu mengagetkan Ara. Gadis itu langsung menoleh dan mendapati seorang lelaki tinggi yang tampan dengan sebuah earphone putih di lehernya berjalan mendekat.
"Kai."
Kai. Lelaki tadi mendekat beberapa langkah ke arah Ara. "Kenapa lo teriak teriak di depan toilet? Sembelit?"
Sontak membuat Ara malu sendiri. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum canggung. "Bukan. Aku... Aku stres sama pelajaran matematika tadi. Jadi teriak." Ia memasang wajah yang benar benar canggung, semoga senior nya tidak bertanya yang aneh.
"Bagus kalo bukan apa apa. Gue kira lo mau berubah jadi hulk tadi." Candanya dengan diiringi senyum manis di wajahnya yang bersinar. Rambutnya yang hitam dan panjang sampai menutupi seluruh dahinya membuat ia bertambah menawan. Pakaiannya juga rapi dan em wangi. Astaga.
"Kamu ngapain di sini Kai?" Tanya Ara. Ia sebisa mungkin tidak menatap lekat wajah Kai yang sungguh cantik dan tampan dalam sekali lihat. Ditambah dengan figuran wajah yang sempurna membuat Ara bisa saja jatuh kedalam pesona nya dan mungkin sulit untuk keluar nantinya.
"Ah gue abis ketemu temen, terus liat lo di sini sendirian. Baru aja mau nyapa, lo malah teriak. Gue kira kenapa."
Bibir Ara membentuk o besar dan mengangguk anggukan kepala. Kemudian tersenyum seolah meminta maaf.
Tangan Kai terulur, ia dengan tiba-tiba menyentuh kepala Ara. Gadis itu membeku bingung bereaksi. Kepalanya kosong. Kai ternyata merapikan sedikit rambutnya yang habis ia jambaki tadi.
Kai tersenyum. Ara yang canggung mengambil langkah untuk mundur beberapa centi dari posisinya. Ia bisa merasakan jantungnya berdetak kencang di tempatnya.
"Rambut lo berantakan." Ujar Kai dengan tenang. Seakan hal tadi tidak mempengaruhinya. Bahkan mungkin ia tidak memikirkan orang yang ia perlakuan begitu barusan.
"Ah makasih." Jawab Ara masih gugup.
"Kalo gitu gue balik kelas ya. Lo mau disini dulu atau mau balik kelas juga?"
"Aku juga.. harus balik ke kelas."
"Bareng aja. Kelas lo di mana?"
"Di sebelas IPA 3."
"Searah. Yuk gue anterin. Takut di copet anak sebelah."
Ia terkekeh. Sedangkan Ara ia malah terpesona dengan wajah bersinar Kai saat tersenyum. Mereka berjalan beriringan di lorong kelas yang sepi. Memang pelajaran sedang berlangsung.
"Oh iya, nama lo.." Tanya Kai.
"Ah. Nama. Aku Sahara. Panggil aja Ara."
"Oooh Ara. Nama yang cantik, kayak yang punya."
Hentikan tolong. Dimana letak kameranya. Ara ingin melambaikan tangan ke kamera, karena ia sudah menyerah. Pesona Kai cukup kuat, juga dengan sikapnya yang manis dan wajahnya yang tampan. Dan iya, ucapannya yang mematikan. Ara menyerah. Ia sudah jatuh ke dalam jurang pesona Kai. Iya lupa kalau seharian ini kepalanya berisi kerinduannya pada Daniel mulai terganti dengan Kai yang manis.
****
Bel sekolah sudah berbunyi. Ara bergegas menuju koridor kelas 12, menuju kelas Kai. Tadi ia sempat memberi tau Ara kelasnya. Namun nyatanya ia tidak ada di sana.
Dengan lesu Ara berjalan ke luar area itu, dan menuju gerbang. Tangan kanannya menenteng sebuah tote bag kertas berisi jaket yang Kai pinjamkan hari itu. Ia berniat mengembalikan nya hari ini. Setelah bertemu Kai tadi secara tidak sengaja di dekat toilet, ia akhirnya memutuskan untuk mengembalikan nya. Ia sempat ragu melakukan nya kemarin.
"Ara."
Ara menoleh ke belakang setelah mendengar namanya di panggil. Lelaki itu lagi. Kai setelah berlari ke arahnya dengan senyuman di wajahnya. Ara berdiri agak menyisi agar tidak menghalangi jalan orang lain lewat.
"Katanya lo tadi nyariin gue ke kelas. Ada apa?"
"Ah itu, aku mau ngembaliin jaket yang waktu itu aku pinjem. Nih. Makasih ya." Ujar Ara dengan menyodorkan tote bag kertas yang ia bawa. "Udah di cuci kok."
"Gue tau."
Mendadak suasana canggung. "Lo mau pulang?" Tanya Kai mencoba mencairkan suasana.
"Iya." Jawab Ara singkat.
"Gue anterin ya." Tawar Kai. Ia terlihat sangat antusias mengatakannya.
"Gak usah. Nanti ngerepotin." Tolak Ara. Membayangkan Kai mengantar dirinya. Ia ingat tentang kejadian bang Reno dan akibatnya jika sampai Daniel tau. Hanya sampai Daniel tau. Jika tidak, bukankah ini kesempatan bagus?
"Ya udah." Final Kai mengalah. Ia tersenyum kemudian mengusap lembut pucuk kepala Ara sayang. "Hati hati ya."
Lagi, Ara membeku. Tapi tak lama kemudian ia tersadar dan lantas membalas senyuman Kai lalu mengangguk. "Aku pamit Kai, dah." Ia melambaikan tangan dan berjalan menjauh dari sana mendahului Kai.
Selagi ia berjalan, ia terus saja terbayang dengan Kai yang tersenyum cerah yang membuat ia juga ikut tersenyum. Saat di dekat area jalan raya, entah kenapa Ara merasa mengenali sebuah motor besar berwarna hitam terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri. Meskipun pengendaranya menggunakan helm full face tapi ia merasa yakin si pengendara melihat ke arahnya.
Ia merinding sendiri. Semoga bukan orang jahat. Karena takut dan cemas Ara memilih naik angkutan umum yang ramai saja daripada berjalan kaki ke tempat kerja. Setelah angkutan umum itu berjalan menjauh Ara sedikit merasa lega, karena motor itu tidak mengikutinya. Syukurlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...