"Gue harap lo pergi sejauh mungkin dan jangan pernah nemuin adek gue lagi." Ujar Reno sinis saat melihat Daniel keluar dari kamar Ara setelah sekian lama di dalam sana. Sorot matanya tajam menatap Daniel yang lesu berjalan ke arahnya.
Lelaki itu hanya bisa menunduk dalam, tidak mampu menunjukkan wajahnya yang mungkin kacau setelah menangis di dalam sana. "Maaf." Sekali lagi hanya kata maaf yang bisa Daniel katakan saat ini. Seluruh otaknya tidak mau berputar untuk mencari kalimat lain, karena kini hanya berisi soal Ara dan hanya Ara.
Daniel menarik nafas panjang sebelum ia akhirnya berani untuk membalas menatap Reno yang masih menatap sinis padanya. Ia memaksa bibirnya tersenyum tipis mencoba menjadi ramah. "Maaf, udah bikin Ara celaka. Gue janji gak akan pernah ketemu Ara lagi."
Ia mengepalkan tangannya merasa marah pada dirinya sendiri yang mengatakan janji seperti itu, benci pada dirinya sendiri yang tidak berdaya melawan takdir nya. Ia menunduk setelah mengatakan kalimat itu, lalu segera keluar dari rumah. Atau Daniel tidak akan pernah bisa pergi dari sana karena perasaan berat di hatinya.
Langkahnya yang lebar membuatnya cepat menjauh dari rumah Ara yang ternyata memiliki banyak kenangan dalam ingatan Daniel. Ia pandangi sesaat pagar rumah Ara di depannya yang menjadi tempat awal kisah ini di mulai. Jika saat itu ia tidak melompat kemari setelah melarikan diri dari serangan musuh malam itu, mungkin Daniel dan Ara bisa saja tidak akan bersama.
Atau mungkin, kalau saja Ara tidak muncul di taman kesukaannya mungkin Daniel tidak akan pernah tertarik padanya dan mencoba untuk mendekati gadis itu. Kalau saja, Tuhan tidak memberi nya jalan hidup seperti ini, mungkin Daniel pada akhirnya tidak perlu meninggalkan Ara dan menyakiti gadis itu.
Rasa benci yang ia punya untuk hidupnya sendiri yang semula sudah banyak kini semakin menggunung. Memang benar, orang yang memiliki banyak dosa, biasanya akan hidup lebih panjang. Karena Tuhan sedang menyiksanya tetap hidup dengan semua rasa sakit yang terus bergantian di hidupnya. Kata siapa Daniel selalu menang dalam pertandingan apapun. Nyatanya saat ini, Daniel sudah kalah melawan takdirnya sendiri. Selalu kalah.
***
Kelopak mata Ara bergerak lemah kala sinar matahari yang mulai panas mengusik tidurnya. Hal yang pertama ia lihat adalah langit langit yang terlihat familiar baginya. Sekian detik ia mencoba memutar otaknya tentang apa yang ia lihat dan ia ingat sebelumnya.
Daniel!
Nama itu melintas begitu saja saat seluruh kesadaran Ara kembali. Ia langsung terduduk dan mengedarkan pandangannya pada seisi ruangan ini. Ia merasa heran karena seingat Ara, kemarin malam ia tidur di kamar Daniel bahkan ia memeluk lelaki itu. Dan saat ini, ia tengah berada di kamarnya sendiri. Kenapa ia bisa ada di sini?
Dengan gerakan buru buru, gadis itu berjalan keluar kamar dan segera ke ruang depan. Di sana ia menemukan sosok kakak tirinya yang sedang membaca buku dengan santai di sofa. "Abang." Panggilnya.
Lelaki itu mengalihkan perhatian dari buku dan menoleh pada sumber suara. Ia melihat Ara yang berdiri dan melempar tatapan bingung. Bahkan Reno menaikan sebelah alisnya kala melihat penampilan Ara yang sedikit kacau.
"Kamu udah bangun, kamu lapar?" Tanya Reno sambil berjalan mendekati Ara yang berdiri tak jauh darinya.
"Daniel mana?" Bukannya menjawab pertanyaan Reno, Ara malah langsung menanyakan soal Daniel. Karena saat ini ia hanya ingin melihat Daniel.
Mendengar nama lelaki sialan itu, Reno langsung menghela nafas tidak habis pikir. Bagaimana bisa Ara mencemaskan lelaki yang sudah membahayakan nyawanya? Entah apa yang sudah di lakukan lelaki itu sampai Ara begitu bergantung padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...