Ini pukul 8 malam. Ara sudah selesai dengan kegiatan bersih bersihnya, dibantu Daniel. Lebih tepatnya diganggu oleh Daniel. Lelaki itu terus saja mengoceh tentang pekerjaan yang ia kerjakan.
Dia yang ingin membantu tapi terus saja mengeluh dan mengacau. Tidak bisa. Sulit. Dan banyak sekali keluhan yang dia punya. Ara sampai bosan sendiri mendengarnya. Tapi akhirnya pekerjaan itu selesai tadi sore.
Daniel bahkan mandi dan meminjam baju ayahnya lagi, tidak berniat pulang sama sekali.
Setelah makan malam keduanya duduk di tikar yang di gelar di kamar Ara. Saling berhadapan dengan koin ditangan Daniel. Mereka sedang main truth or dare.
Karena hanya bermain berdua mereka menggunakan koin bukan botol. Ide siapa? Tentu ide Daniel. Bagian angka milik Daniel dan bagian garuda milik Ara.
"Gue mulai." Daniel melempar koin itu ke udara, lalu ia tangkap kembali dan hasilnya adalah angka.
"Ahha, truth or dare?" Ara tampak sekali, sangat bersemangat. Bahkan senyum tak lepas dari wajahnya.
"Truth."
"Oke. Hmm." Ara memikirkan pertanyaan yang bagus untuk Daniel. "Apa yang terjadi malam itu?"
"Malam yang mana?"
"Malam pas kamu luka luka terus tiduran di halaman. Ceritain dengan rinci."
"Panjang banget yang itu mah. Yang lain aja."
"Enggak, yang itu aja. Dibikin singkat."
"Ah oke. Gue mulai dari mana ya. Oke. Malem itu gue pergi ke pasar terus beli sayuran pas di jalan gue malah dirampok dan begitulah kisahnya." Jelasnya dengan wajah yang menyebalkan.
Ara menatap tidak percaya. Ke pasar? Pasar mana yang buka pada tengah malam?
"Jangan bohong. Gak ada pasar di dekat sini, lagian pasar mana yang buka tengah malem. Kamu kira aku bodoh."
"Iya iya. Lo pintar juga ternyata." Daniel mendekatkan diri pada Ara sedangkan Ara menatap bersiap menerima cerita dari Daniel.
"Gue terlibat perkelahian malem itu, mereka nyerang tiba tiba pas gue jalan ke supermarket." Ara menatap Daniel dengan tatapan tidak percaya. "Beneran. Gue gak bohong. Lihat aja mata gue."
Daniel mendekatkan wajahnya ke arah Ara. Dan Ara menelisik pada mata Daniel mencari kebenaran. Bukan kebenaran yang ia dapat tapi mata kelam Daniel yang jernih dan cantik. Jantung Ara mendadak bekerja keras memompa darah sampai akhirnya wajahnya memanas. Ara memalingkan wajahnya yang pasti sudah memerah. Daniel terkekeh melihat Ara tersipu malu. Gadis baper an.
"Bener kan gue gak bohong."
"Ta..tapi kenapa seseorang nyerang kamu?" Tanya Ara. Meskipun ia masih gugup, tapi jujur ia sangat penasaran.
"Mana gue tau. Mungkin mereka ngerasa ke saing sama ketampanan gue." Ara berdecak. Percaya diri sekali dia.
"Tunggu, mereka? Yang nyerang kamu bukan satu orang?" Tampak sekali raut khawatir di wajah Ara. Keroyokan itu tidak adil.
"Iya, seingat gue ada 4 orang di sana."
"Wah, itu kejam. Mereka kayaknya bener bener niat ngelukai kamu."
"Iya syukurnya gue berhasil selamat setelah sembunyi di halaman lo. Kalo enggak, gak tau deh." Iya malam itu Daniel bersembunyi di halaman rumah Ara yang berpagar. Tapi setelah mereka pergi Daniel merasa tenaganya terkuras dan akhirnya terbaring di sana.
Membayangkan Daniel adu tinju dengan 4 orang membuat Ara ngeri seketika. Belum lagi ia ingat bahwa lengan kanannya yang tersayat, pasti salah satunya bersenjata tajam. Syukurlah lelaki ini selamat.
"Kamu gak coba lapor polisi Daniel. Mereka mungkin penjahat."
Daniel tersenyum saja. Penjahat?
"Gak perlu. Lagian gue gak apa apa kok. Orang gue kuat. Nah, udah gue jawab. Lempar lagi ya."
Daniel melempar koin itu dan keluar garuda. Seketika Daniel girang, berbanding dengan Ara yang mendesah kecewa.
"Dare or dare."
"Truth or dare Daniel, bukan dare or dare." Protes Ara dengan ke random an Daniel.
"Gak. Gue maunya dare or dare gimana dong."
"Gak adil. Kamu curang."
"Gak curang dong, tinggal pilih aja sih apa susahnya."
"Aku pilih pun sama saja."
"Berarti lo pilih dare."
Ara masih merengut. Meskipun ia tidak terima tapi akhirnya dia mengangguk. Senyum Daniel mengembang bahagia.
Kira kira tantangan apa yang Daniel mau. Ara harap itu tidak aneh aneh.
Baru saja selesai merapal kan doa, Daniel tiba tiba mendekatkan diri pada Ara. Benar benar dekat. Wajah mereka hanya berjarak 20 cm saja bahkan kurang. Daniel... Senyumannya.
Ara panik sekarang. Daniel kembali menakutkan. Jantung Ara hampir meledak saat Daniel terus mendekat. Karena takut dan tidak mengerti Ara memejamkan matanya rapat rapat. Menggenggam tangan kecilnya erat erat.
"Mulai hari ini lo jadi pacar gue."
Daniel berbisik di telinga kanan Ara. Suaranya membuat Ara merinding. Ara terkejut dengan hal itu langsung menoleh ke samping kanannya, wajah Daniel begitu dekat. Bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas Daniel.
Ara merengsek menjauh dari sana. Siaga karena Daniel suka melakukan hal yang gila. Jantung Ara bekerja sangat keras bahkan ia sendiri bisa merasakan bahwa jantungnya hampir loncat dari tempatnya.
"Ta..tantangan macam apa itu?" Tanya Ara. Ara bisa mendengar suara jantungnya sendiri. Daniel memang berbahaya.
"Terserah gue lah. Dan lo cuma perlu nurut." Jawab Daniel dengan ringan. Lelaki itu duduk santai dengan sesekali tersenyum melihat reaksi Ara yang ketakutan seakan melihat pembunuh berantai saja.
"Enggak mau!" Tegas Ara. Bahkan ia sampai berteriak tanpa sadar. Membayangkan ia akan jadi kekasih Daniel sudah membuatnya merasa jatuh kedalam jurang dalam. Sama saja bunuh diri.
"Gak mau?" Tanya Daniel. Tatapannya langsung berbeda. Ara takut sekarang. Daniel sudah akan bergerak maju mendekat.
"Iya iya. Diam disitu jangan mendekat!" Nafasnya memburu seakan baru berlari sangat jauh.
Di sana Daniel tersenyum merasa menang. Mudah sekali.
"Bagus, itu baru gadis pintar."
Ara membenarkan posisi duduknya tapi masih menjaga jarak dengan Daniel. Atau ia bisa terbakar lalu menjadi abu jika terlalu dekat dengannya.
"Kenapa harus jadi pacar kamu?"
"Terserah gue lah. Bawel banget sih."
"Tapi.."
"Dahlah gue ngantuk, pengen tidur." Daniel melangkah menuju ranjang dan segera berbaring.
"Daniel.."
"Iya sayang?"
Ara tertegun. Kalimat yang ingin ia ucapkan menguap begitu saja. Kata panggilan itu membungkam Ara. Ia menunduk menahan malu.
"Menggemaskan sekali. Kemari sayang kita tidur bersama."
Ara bergedig. Tabah kan hati Ara ya Tuhan, mengahadapi Daniel yang gila. Pacar barunya. Haha pacar. Kata yang aneh.
------
Pendek? Iya kayak ......
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...