Dengan bergandengan, Ara dan Riska berjalan menuju kantin seperti biasanya. Sesekali mereka bercanda dan membicarakan tentang materi yang baru saja di berikan oleh guru. Juga beberapa topik menarik di kalangan perempuan.
Samar atau emang Ara berhalusinasi, ia seperti mendengar suara familier dari seseorang yang ia kenal. Ia menghentikan langkahnya dan menoleh.
Tidak ada siapapun.
"Kenapa Ra?" Tanya Riska. Ia juga berhenti dan menatap heran pada Ara yang terlihat seperti bingung.
Ara menggeleng lalu tersenyum. "Kayaknya aku salah denger deh." Ia lalu menggandeng lagi temannya untuk melanjutkan langkah ke kantin.
Tadi ia mendengar seperti suara tawa Daniel. Orang yang di kepalanya akhir akhir ini. Apa Ara terlalu ingin bertemu dengannya sampai ia berhalusinasi. Apapun itu Ara harus sadar, kalau Daniel tidak mungkin ada di sini.
Setibanya di kantin mereka membagi tugas. Riska bertugas memesan makanan dan Ara yang mencari tempat duduk. Ara yang sudah menempati posisi, ia mengedarkan pandangan sambil menunggu kedatangan Riska dengan makan siangnya.
Lalu tiba-tiba seseorang duduk di kursi kosong yang ada di hadapan Ara. Ia tersenyum cerah seperti biasanya.
"Hai." Sapa nya dengan senyuman. Ara tentu membalasnya dengan hangat.
"Kai."
"Sendirian aja."
"Ah temen ku lagi mesen. Kamu gak pesen?"
"Engga, tadi udah. Cuma liat lo sendirian jadi pengen nyamperin." Ujarnya dengan diiringi tawa nya yang renyah. Ara yakin kalau Kai pasti punya banyak teman, melihat dari cara berinteraksi dengan Ara beberapa kali. Sangat ramah dan hangat.
Ara mengangguk sebagai jawaban. Tak lama Riska datang dengan membawa pesanan mereka. Ia melirik aneh pada lelaki yang duduk di hadapan temannya. Bahkan keduanya saling melempar senyum. Apa Ara mengenal seniornya itu?
"Kai. Ini Riska temenku." Ujar Ara mengenalkan Riska pada teman barunya Kai.
Riska tersenyum. Begitupun dengan Kai. "Kai." Ujarnya memperkenalkan diri.
"Riska, kak Kai." Ucap Riska dengan gugup.
"Kai aja. Gue gak suka di panggil kakak." Ia tersenyum lagi. Lama lama Riska bisa jadi diabetes melihatnya. Ia tersenyum lalu mengangguk. Kemudian duduk di samping Ara tapi matanya masih memperhatikan wajah seniornya yang manis dan tampan.
"Karna udah ada temennya, gue pergi ya. Dah Ra, dah Riska." Kai melambaikan tangan pada kedua gadis itu. Kemudian pergi dari sana. Saat ia berbalik, senyum miring muncul di wajahnya. Berjalan lancar sesuai rencana.
Sepeninggal Kai, Riska dengan sangat cepat memberi Ara banyak pertanyaan. "Kok lo bisa kenal sama dia? Bahkan keliatan nya deket banget. Ada yang lo sembunyiin ya dari gue."
Ara yang sedang mengaduk soto pesanannya, menoleh pada Riska yang sudah menatap dengan tatapan detektif. "Dia yang minjemin jaket waktu itu. Nah karena jaket juga kita jadi deket deh."
"Gila. Kok lo bisa ketemu orang ganteng kek gitu secara gak sengaja sih. Kenapa bukan gue aja?" Tanya Riska tidak terima.
"Mana aku tau. Orang gak sengaja." Jawab Ara acuh. Ia mulai menyendokkan makanannya kedalam mulut.
"Ara." Riska memeluk Ara dari samping dengan suara haru. "Gue seneng banget bisa kenalan sama dia, gue udah lama pengen ngobrol sama dia. Dia itu anggota klub musik tau yang gue ceritain waktu itu. Ganteng banget kan. Hwaa gue terharu."
Ara menepuk nepuk pundak kawannya yang terlihat berkaca kaca menenangkan. Tak berapa lama, Ara merasa punggung nya panas. Ia menoleh tapi lagi lagi ia tidak mendapatkan apapun. Belakangan ini ia merasa aneh sendiri.
Ara merasa ia banyak yang memperhatikan. Entah Ara yang kegeeran atau apa, tapi ia merasa sering di perhatikan. Namun saat ia mencoba mencari tau semuanya tampak normal, tidak ada apapun. Sepertinya ini efek dari terlalu sering begadang, ia menjadi memiliki kecemasan berlebih. Ara harus memikirkan ulang keputusannya untuk berhenti bekerja. Sepertinya.
****
Ara diperintah oleh guru sejarahnya untuk mengambil hasil ulangan minggu lalu di kantor. Di koridor yang sepi ia melihat sosok yang terlihat begitu familiar. Berjalan ke arahnya. Sampai akhirnya ia mengenali orang itu. Daniel.
Ara menghentikan langkahnya dan beberapa kali memerjap meyakinkan dirinya. Ara tidak berhalusinasi kan? Dia benar Daniel atau mata Ara yang salah. Tapi dia seperti Daniel hanya saja, rambutnya yang berbeda. Apa Daniel punya kembaran? Atau saudara?
Baru saja ia ingin menyapa untuk memastikan spekulasi nya, tapi seorang gadis di belakang orang yang ia lihat sebagai Daniel merangkulnya dengan mesra. Ara tertegun. Dan kecewa. Dia bukan Daniel. Mungkin.
Melihat bagaimana interaksi keduanya yang akrab dan hangat. Bahkan orang yang ia sangka Daniel juga merangkul gadis itu. Ara menghela nafas. Aku pasti sudah gila. Gumamnya dalam hati. Dengan langkah yang pelan dan berat ia melanjutkan untuk segera menuju kantor.
Berjalan menyisi mengambil jarak terjauh yang ia bisa dari kedua manusia itu. Ia tidak berani menoleh atau bahkan melirik. Ia takut jika orang itu benar Daniel, ia takut sakit hati melihat eratnya rangkulan keduanya. Atau ia takut jika dia hanya berhalusinasi melihat Daniel padahal dia bukan Daniel hanya karena merindukan lelaki itu.
Saat mereka berpapasan, dan orang itu tidak menoleh atau menyapa Ara sama sekali, hati Ara malah ngilu. Dia bukan Daniel. Memang bukan Daniel kan. Sesak memenuhi dadanya. Rasanya aneh sekaligus tidak menyenangkan. Ara menoleh ke arah dua senior nya yang sedang berjalan berdampingan, menatap punggung lelaki tinggi itu dengan sendu.
Sebegitu rindunya kah Ara. Ia memerjap beberapa kali untuk mencegah air matanya jatuh. Lalu melangkah pergi dari sana.
****
Ara meletakkan handuk yang ia pakai untuk mengeringkan rambutnya pada tempatnya. Kemudian terduduk di pinggir ranjang, dan terdiam. Rumahnya sepi. Iya sepi dalam artian yang lain. Rumahnya memang selalu sepi karena ia tinggal sendirian tapi sepi dalam arti yang Ara sendiri tidak paham maksudnya.
Ia menghela nafas lalu membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata. Dalam suasana tenang ia mencoba beristirahat.
Bayangan tentang orang yang ia kira Daniel tadi siang melintas di benaknya. Ara kembali membuka matanya. Daniel. Ia kembali membayangkan bagaimana seorang seniornya merangkul orang yang ia lihat sebagai Daniel tadi, kemudian di balas rangkulan hangat dari orang itu. Rasanya itu menyakiti Ara, padahal mungkin orang itu tidak mengenal Ara. Ia hanya membayangkan bagaimana jika dia memang Daniel, dan Daniel melakukan hal itu di depannya. Ara tidak bisa.
Ara tau dia hanya pacar karena tantangan konyol yang Daniel buat, tapi kebersamaan keduanya cukup membuat ia menaruh hati pada lelaki itu. Dia memperlakukan Ara dengan cara berbeda. Mungkin terkesan aneh dan kasar tapi nyatanya dia sangat lembut dan perhatian.
Dengan suasana kamarnya yang gelap ia teringat dengan kali pertama Daniel datang ke kamarnya karena menyusup. Mengagetkan Ara yang sedang mencoba tidur. Kemudian semuanya bergulir begitu saja dan Ara mulai terbiasa dengan kehadiran Daniel. Sampai mungkin ada di titik ia mulai menyukai lelaki itu.
Suasana yang sama tapi situasi yang berbeda. Entah kenapa Ara berharap Daniel datang seperti waktu itu kali ini. Mengejutkan nya dan bersamanya sampai pagi. Iya Ara harap seperti itu. Sampai akhirnya ia lelah berharap dan tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...