Dengan terburu buru, Daniel berjalan cepat di koridor yang lumayan ramai. Ia bergerak menjauh dari jangkauan gadis yang terus saja mengekor padanya. Membuat Daniel risih dan tidak nyaman.
"Sialan, dua bocah pada kemana sih pagi pagi begini." Ujar Daniel dengan bersungut sungut mengingat kedua kawannya yang menghilang. "Anjir kenapa gue jadi kayak phobia cewek gini."
Ia terus saja berjalan, sesekali ia menengok untuk mengecek bahwa Saza tidak mengikuti nya. Daniel benar benar takut dengan gadis itu.
Tak lama, matanya yang kelam menangkap sosok gadis yang ia kenal sedang berjalan berdampingan dengan seorang pemuda. Pemuda itu menatap intens ke arah Ara yang seperti sedang menjelaskan sesuatu. Daniel berhenti melangkah, matanya masih tertuju ke arah dua manusia yang sibuk sendiri itu.
Di samping tubuhnya, kedua tangan Daniel mengepal. Ia ingin sekali menarik kerah pemuda itu dan menghajarnya. Tapi pasti tidak akan berakhir baik, Daniel harus menjaga citranya sebagai laki laki yang baik disini, setidaknya sebentar lagi. Tapi tetap saja, ia tidak terima melihatnya.
Baru saja ia akan melangkah mendekat, ingin menyapa Ara, tapi suara Saza tertangkap oleh pendengaran nya.
"Dani."
Daniel menengok. Saza sedang menuju ke arahnya. "Sialan." Umpatnya lalu berlari menjauh. "Gue harus nyari cara biar dia gak nempelin gue mulu. Bisa korengan gue lama lama." Ujarnya dengan tidak berhenti berlari menjauh.
****
Jam istirahat Ara tidak pergi ke kantin, hari ini ia ada ulangan harian. Ara bermaksud untuk meminjam buku di perpustakaan untuk ia baca sebelum ulangan. Ara bergerak mencari buku sejarah, membaca satu persatu buku yang ia ambil. Mencari buku yang ia rasa bisa membantunya dalam ulangan hari ini.
Tak lama seseorang datang dan berdiri di dekatnya. Awalnya Ara merasa biasa saja, sampai Ara bisa melirik ke arah orang itu yang seperti bergerak mendekati nya. Entah perasaan Ara saja atau memang benar. Ia memilih untuk bergeser menjauh.
Orang itu tidak berhenti. Ia terus mendekati Ara yang memeluk buku sejarah dengan erat. Mulai merasa takut. Ara terus saja menunduk dan bergeser sedikit demi sedikit. Ia merasa tidak nyaman. Akhirnya ia memberanikan diri untuk bicara lebih dulu.
"Permisi kak, aku mau lewat." Ujar Ara dengan sopan. Ia masih menunduk takut.
Orang itu tidak menjawab. Tidak juga bergerak untuk bergeser. Ia masih saja memperhatikan Ara yang menunduk di hadapannya. Tubuhnya yang besar menghalangi jalan Ara untuk pergi dari sana. Ditambah lagi posisi rak bagian sejarah itu di ujung, dan tembok berada di belakang Ara.
"Hei." Panggil orang itu.
Ara tersentak. Suara itu. Ara langsung mendongak dan menemukan mata kelam orang itu yang mirip seperti yang ia kenal. Daniel. Ujar Ara dalam hati. Mata kelam itu menatap Ara yang terkejut dengan intens.
Tapi tak lama Ara menunduk memutus pandangan itu. Dia tidak mungkin Daniel. Dia sendiri yang bilang kalau dia tidak sekolah. Tidak mungkin dia adalah Daniel. Ujar Ara meyakinkan diri.
"Pe..permisi kak, aku harus pergi." Ujarnya sekali lagi. Jujur ia gugup. Dia begitu mirip dengan Daniel, kalau Ara tidak waras pasti ia bisa saja langsung menganggap dia sebagai Daniel.
Ara melangkah untuk keluar dari situasi tidak menyenangkan ini melewati celah kecil antara tubuh kakak kelasnya ini dengan rak. Tubuhnya tidak sebesar itu, jadi mungkin ia bisa melewati nya dengan mudah. Tanpa disangka, orang itu bergeser dan menghalangi jalan Ara. Ara bergeser untuk mengambil jalan di celah sisi yang lain dia juga bergerak ke sana. Akhirnya Ara lelah. Ia memilih diam dan berdiri saja.
"Segitu gak mau nya lo ketemu sama gue?" Tanya orang itu dengan bersidekap dada.
Ara menautkan alis. Tidak paham. "Maksudnya?"
"Emang gue seburuk itu ya? Sampe lo malu sama gue, dan milih pura pura gak kenal?" Tanya orang itu yang semakin membuat Ara terheran tidak mengerti.
"Aku gak ngerti maksud kakak apa. Tolong menyingkir lah, aku harus pergi."
Dengan cepat orang itu menarik tangan Ara dan menyudutkannya. Membuat buku yang ada dalam dekapan Ara jatuh. Kedua bahu Ara dalam cengkeraman kakak kelasnya yang tidak jelas ini, ia berusaha memberontak. Nyatanya tenaga lelaki ini tidak main main.
"Jangan coba coba buat lari lagi, Ara." Ancam Daniel dengan tegas. Ia menatap tajam ke arah gadis yang suka sekali membantah ini.
Sedangkan Ara tertegun mendengar kakak kelasnya mengetahui namanya. Apa dia mengenal Ara?
"Bagaimana kakak bisa tau namaku?" Tanya Ara dengan ekspresi bingung.
Giliran Daniel yang mengerutkan dahi tidak mengerti. "Lo bodoh atau gimana sih?"
"Ha?"
"Masa nama pacar sendiri gak tau." Kata Daniel dengan santai.
"Pa..pacar?" Tanya Ara gugup. Ia menatap wajah kakak kelasnya yang sama sama bingung dengan reaksi satu sama lain.
"Jangan bilang lo lupa kalo udah punya pacar!" Ujar Daniel sedikit kesal.
"Maksudnya, ka..kamu Daniel?" Tanya Ara dengan terkejut. Dia beneran Daniel? Tangan Ara bergerak menyentuh tangan Daniel yang masih mencengkram bahunya, yang sudah melonggar tidak sekencang tadi.
"Iya Daniel." Jawab Daniel cepat. Ia heran sendiri dengan reaksi Ara yang kebingungan.
"Beneran Daniel?" Tanya Ara lagi. Tangannya masih meraba taba tangan kokoh yang memeganginya itu. Mencoba meyakinkan diri kalau dia benar manusia, bukan jin yang menyerupai manusia.
"Iya. Beneran Daniel." Jawab Daniel mulai tersulut emosi.
"Jadi Dani itu Daniel?" Tanya Ara lagi. Daniel sudah menatap malas pada Ara yang terus bertanya hal yang sama. Bahkan ia heran dengan tingkah Ara yang terlihat bodoh.
"Iya Daniel. Emang lo kira siapa?"
"Beneran Daniel. Daniel pacar aku eh maksudnya..."
Daniel tertawa mendengar Ara menyebut 'daniel pacarnya'. Mata Daniel melunak, tangannya yang tadi berada di kedua bahu Ara kini berpindah untuk mengusap lembut rambut Ara.
"Iya beneran Daniel. Pacar lo." Jawab Daniel dengan senyuman yang tulus. Sampai Ara terkesima dengan perlakuan Daniel.
"Daniel." Panggil Ara pelan. Masih menatap manik mata Daniel yang kelam, mata Ara malah berkaca kaca.
"Loh kok malah nangis. Jangan nangis dong ntar gue di kira ngapa ngapain lo lagi." Ujar Daniel sedikit panik. Tapi kemudian ia kaget dengan Ara yang tiba tiba memeluk nya.
Meski kaget akhirnya ia membalas pelukan Ara dan mengusapi kepala Ara sayang. Meletakkan dagunya di pucuk kepala Ara dan melepas rindu pada kekasihnya itu.
Dalam dekapan Daniel, Ara tersenyum dengan lebar. Daniel disini. Sadar atau tidak Ara terus merapatkan diri pada tubuh Daniel. Memejamkan mata dan membiarkan bulir air mata yang tadi memupuk di kelopak matanya jatuh. Ia merindukan Daniel. Padahal tak lama sebelumnya ia bertemu dengan lelaki ini tapi ia sudah sangat merindukan nya. Aneh tapi begitulah.
Tak lama kemudian, Ara melepas pelukannya dan menunduk. Merasa malu dengan tingkahnya sendiri yang secara tiba tiba memeluk Daniel begitu saja. Sedangkan Daniel sudah tersenyum gemas melihat Ara yang sedang menautkan jari jarinya.
"Jadi." Ucap Daniel membuka pembicaraan. "Lo menghindar dari gue karena gak ngenalin pacar sendiri? Gue kira lo malu punya pacar kayak gue." Tanya Daniel yang membuat Ara malu. Iya, bagaimana bisa dia tidak mengenali Daniel. Lebih tepatnya percaya kalau dia bukan Daniel.
"Lo emang beneran bodoh Ra." Ucap Daniel. Lalu ia kembali melanjutkan. "Dan lebih bodohnya lagi, gue pacaran sama cewek bodoh kayak lo." Lalu tertawa. Lantas membuat Ara ikut tersenyum mendengarnya.
"Serasi banget kita ya Ra."
*****
Kabar baiknya hari ini aku up lebih banyak dari biasanya, biar kita tetep happy dan gak emosi lagi.
Have nice smile everyone...
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...