Keduanya duduk bersebelahan di dekat danau yang sedang di pandangi Daniel dengan serius. Bahkan sejak tadi Ara bertanya pun tidak ia jawab. Sudah hampir dua jam lelaki itu menatap lurus pada danau yang ada di depan mereka tanpa melakukan apapun. Ara sampai bosan menungguinya.
Ara mendadak merasa mengantuk karena diam saja. Sudah sejak tadi ia menghela nafas dan bahkan beberapa kali sudah menguap. Jika bisa memilih, maka Ara lebih suka pulang ke rumah dan tidur daripada duduk di sini tapi seperti bersama orang asing. Ara kurang tidur rasanya.
"Daniel." Panggilnya karena bosan. Entah apalagi yang harus ia lakukan. Bahkan tugasnya saja sudah ia selesaikan tadi karena tidak tau harus apa untuk mengusir kebosanan. Ara jarang hanya duduk diam tanpa melakukan apapun selama ini. Tentu ia bosan.
"Denger kan? Pulang aja yuk, aku ngantuk beneran."
Tidak ada jawaban. Ara menghela nafas. Menyerah dengan Daniel yang seperti orang kehilangan jiwa. Ia bergerak untuk pergi tapi ternyata Daniel menjegal tangannya.
Ara menatap serius pada Daniel yang tampak begitu lesu. Mendadak ia cemas karenanya. Tak biasanya Daniel menatapnya se sayu itu. Tadi saja dia masih bisa bercanda tapi sekarang seperti kerupuk terkena air. Ia langsung duduk lagi di dekat Daniel dan menatapnya khawatir.
"Kamu.. kenapa?" Tanya Ara dengan penuh khawatir. Matanya tidak lepas dari Daniel yang lagi menatap lurus ke sana.
"Di sini aja. Please." Ara tersentak. Daniel memohon?
Meskipun ia terkejut tapi ia memutuskan untuk menurut. Duduk di samping Daniel dengan salah satu tangannya yang masih di pegang Daniel. Tidak ia lepaskan tadi. Menghela nafas sekali dan ikut menatap ke arah Daniel memandang.
Lama. Tapi entah kenapa Ara tidak sebosan tadi. Ia merasa kehadirannya di butuhkan yang membuatnya tetap disini. Padahal otaknya berkata untuk pergi dari sana dan segera pulang. Dan tidur tentu saja. Tapi lihatlah dia masih duduk di sana dengan tenang.
"Hari ini, hari kematian mama." Kata Daniel tiba tiba. Ara langsung menoleh dan menatap Daniel yang masih sama. Matanya terlihat kosong dan sayu.
Dilihatnya Daniel yang terus saja menghela nafas berat seakan dadanya sesak dan kesulitan bernafas. Sontak membuat Ara mendekatkan diri ke arah Daniel dan mengusap pelan punggung tangan lelaki itu.
"Aku di sini. Gak papa." Ujar Ara dengan tersenyum. Daniel balik menatapnya kemudian tersenyum singkat karenanya. Lalu ia mengalihkan pandangan. Tapi tak lama ia menarik nafas panjang dan menatap Ara lagi.
"Makasih." Katanya yang membuat Ara semakin tersenyum.
Ara paham perasaan Daniel. Ia juga sudah pernah kehilangan ibunya, jadi dia mengerti rasanya jadi Daniel. Perasaan rindu yang tidak bisa di obati karena orang yang begitu di rindukan tidak bisa di temui. Ia paham hal ini.
"Aku ngerti perasaan kamu. Aku juga pernah ngalamin hal yang sama."
Kemudian Ara berdiri yang membuat Daniel menatapnya heran.
"Ayo, aku tau tempat yang bagus buat perbaiki mood."
****
Daniel menatap tidak percaya pada Ara yang tersenyum di dekatnya. Keduanya sudah tiba ditempat yang di maksudkan Ara tadi.
"Ayo." Ajak Ara saat melihat Daniel yang menatap sekeliling dengan tatapan yang heran. Selanjutnya karena Daniel diam saja, Ara memberanikan diri meraih tangan Daniel dan menggenggam jari jemari itu. Takut Danielnya hilang.
"Ngapain lo ngajak gue ke sini?" Tanya Daniel yang masih menyapu sekeliling dengan tatapan yang tajam. Seakan seluruh yang ada di sana adalah musuhnya.
Ara sampai menggeleng tak habis pikir dengan tatapan Daniel yang begitu tajam.
"Buat perbaiki mood kamu. Ini tempat yang bagus buat ngilangin sedih."
"Disini? Di tempat rame gini." Ia menggeleng sekali lalu berhenti melangkah yang membuat Ara ikut berhenti. "Gak, ayo pulang."
Ara kekeh dan menarik Daniel untuk tidak pergi. "Kita keliling sebentar aja ya, nanti kalo beneran gak seru kita pulang. Yaa, mumpung udah nyampe sini."
Ara menatap sendu ke arah Daniel yang menatapnya tajam sampai alisnya menukik. Ia genggam tangan Daniel penuh harap. Akhirnya lelaki itu menghela nafas pasrah dan sontak membuat Ara melengkungkan senyuman. Lalu berjalan dengan riang, memasuki sebuah pasar malam.
Sebenernya ini masih sore hari, tapi ternyata suasana di sana sudah mulai ramai. Bahkan beberapa wahana sudah dioperasikan dan ada beberapa pengunjung yang menaiki nya.
Hal yang pertama dituju oleh Ara adalah kedai makanan. Matanya langsung berbinar.
Ia menoleh pada Daniel yang masih saja memandangi sekitar. "Kamu suka mi rebus gak?" Tanya Ara.
"Kenapa?" Tanya Daniel balik.
"Aku mau beli. Atau kamu suka yang lain?"
"Gue suka lo." Ujarnya dengan wajah biasa tanpa beban.
"Ha?" Tanya Ara. Dia dengar tapi tidak paham maksudnya. Menatap serius pada Daniel yang meneliti makanan yang disediakan di kedai itu.
"Gak. Gue suka mi rebus."
"Oh oke." Ara lalu berbalik dan memesan 2 mi rebus plus telor dan 2 teh manis hangat.
Kemudian mengajak Daniel untuk duduk di tempat yang sudah disediakan di kedai itu.
"Kita makan dulu ya, biar gak lemes." Ujar Ara.
Ara memperhatikan ke arah pusat pasar malam yang mulai banyak pengunjung. Kelap kelip lampu di sana begitu membuat senang. Bahkan tak henti henti membuatnya tersenyum lebar. Ia bahkan melupakan keadaan Daniel yang ada di dekatnya dan tangannya yang masih bergandengan dengan Daniel sampai sekarang.
"Ngapain lo ngajak gue ke tempat kayak gini?" Tanya Daniel memulai obrolan.
"Ah, dulu waktu aku masih dalam keadaan berkabung setelah kematian ibu. Ayah bawa aku ke pasar malam. Terus aku gak sedih lagi deh. Bahkan setelah Ayah nikah sama Mama, bang Reno juga beberapa kali ngajak aku ke tempat kayak gini kalo aku lagi sedih. Terus lupa kalo lagi sedih." Jelas Ara panjang lebar.
"Terus?"
"Karna kamu tadi keliatan sedih, jadi aku ajak kesini. Siapa tau sedih kamu jadi hilang dan kamu bisa lupain kesedihan karna kangen sama mama kamu."
Ara lantas menatap Daniel lagi. Lelaki itu tampak berlaku begitu padanya. Menatapnya dengan tatapan aneh. Ara tidak pernah melihat tatapan Daniel yang seperti itu sebelumnya.
Tapi yang pasti, tatapan itu membuat Ara merasa nyaman. Seakan mata kelam Daniel begitu mengundangnya untuk masuk dan tenggelam di sana. Sampai Ara lupa caranya keluar dari sana.
Sebegitu kuatnya pesona Daniel membuat Ara enggan berjauhan darinya. Saat ini. Keberadaan Daniel ternyata sedikit membuatnya bergantung pada lelaki itu. Bahkan tanpa sadar, mulai memenuhi kepalanya. Tanpa dirasa Ara mulai memiliki keinginan untuk bersama Daniel. Di hari seterusnya. Besok. Terus besok entah sampai besok yang kapan. Intinya Ara berharap seperti itu.
Bersama Daniel sampai hari tidak tentu yang terjadi di masa depan. Daniel dan besok. Untuk Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...