Si gadis bodoh

11.1K 1K 11
                                    

Dua orang sedang bersitegang di ruangan besar nan mewah dengan hebatnya. Wajah keduanya begitu tegang dan tidak bersahabat. Kalimat kalimat keras terucap mengisi keheningan di ruangan besar itu.

"Setelah misi ini, aku akan berhenti." Ujar pemuda berusia awal 20 tahunan.

"Kamu putraku satu satunya Daniel. Jangan harap kamu bisa membuang darah Barack dalam dirimu." Jawab pria paruh baya yang masih gagah dengan pakaian formal. Caisar.

"Aku hanya ingin berhenti menjadi tameng mu, tuan Caisar. Dan berhenti menyebutku sebagai putramu. Dia sudah mati belasan tahun yang lalu."

Caisar membuang nafas kesal. Daniel sangat keras kepala. Seperti dia sewaktu muda. "Pergilah. Kerjakan tugasmu. Jangan bahas apapun tentang keinginan mu yang tidak akan pernah aku penuhi."

Ujar Caisar lalu meninggalkan Daniel sendirian di ruangan besar itu. Di tempatnya, Daniel sudah mengepalkan tangannya kuat. Geram dengan pria tua yang selalu memberi Daniel perintah tapi tidak mau memberinya kebebasan. Dengan penuh amarah Daniel sengaja menyenggol sebuah guci besar yang ada di ruangan itu sampai pecah lalu keluar dari sana. Di lantai dua, Caisar bisa melihat guci kesayangannya pecah karena ulah iseng Daniel. Ia menghela nafas lagi, Daniel memang sangat mirip dengannya waktu muda.

Caisar merogoh ponsel di dalam kantong celananya dan menelpon seseorang.

"Ikuti Daniel. Awasi dia dan laporkan apapun yang anak itu lakukan."

****

Daniel duduk di sebuah kursi taman kesukaan mamanya sewaktu masih hidup. Dulu mamanya sering membawa Daniel kecil bermain di sini untuk menghabiskan waktu sore yang berharga. Bahkan Daniel kecil juga belajar naik sepeda bersama mama di taman ini. Begitu banyak kenangan di sini sampai, Daniel selalu datang kemari jika sedang tidak baik baik saja akhir akhir ini.

Empat bulan yang lalu, ia dan papanya pindah ke Indonesia untuk menjalankan misi dan melakukan persembunyian. Karena di Amerika, bisnis papanya sedang dalam krisis. Banyak musuh yang menyerang dan merampok gudang penyimpanan. Alhasil mereka harus pindah dan bersembunyi. Lalu merencanakan balas dendam.

Pandangan Daniel lurus tanpa tujuan. Ia membayangkan bagaimana damainya masa mudanya jika ia hidup sebagai pemuda biasa yang menempuh pendidikan lalu bekerja sebagai pekerja biasa. Bukan sebagai pembunuh atau perampok, ataupun sebagai pewaris keluarga mafia. Betapa menyenangkannya bersama teman seusianya di warnet bermain game online, berangkat sekolah, atau bahkan membolos. Semasa hidup Daniel, ia tidak pernah merasakan kegiatan kecil yang menyenangkan dan santai seperti itu. Hanya berlatih, membunuh, dan merampok. Bahkan kadang ia menyiksa musuhnya untuk memeras informasi. Hidupnya yang keji.

Entah apa alasannya, Daniel tiba tiba tertawa hambar. Tuhan sepertinya sudah begitu membenci Daniel karena semua dosa dosanya. Ia tidak diberi kesempatan untuk merasakan bahagia. Lama ia berdiam diri di taman itu, guna menenangkan diri. Tapi nyatanya ia sama sekali tidak bisa tenang. Papanya tetap menolak keinginan Daniel untuk menjadi orang biasa, bukan kaki tangannya lagi. Daniel bukan ingin membuang keluarganya, tapi memang dia merasa sudah tidak memiliki keluarga sama sekali sejak mamanya meninggal. Kepala nya ruwet berfikir caranya keluar dari kehidupan nya yang sangat melelahkan ini.

Suara panik mengalihkan fokus Daniel. Seorang anak laki laki yang menaiki sepeda berteriak histeris saat jalan menurun yang ia lewati, tapi sepertinya ia tidak bisa menghentikan laju sepedanya. Daniel ingat masa kecilnya saat belajar naik sepeda dengan mamanya. Ia berkali kali jatuh, dan menangis. Sampai lututnya penuh dengan luka parut karena berbenturan dengan aspal. Tanpa sadar Daniel tersenyum.

Kemudian seorang gadis bodoh malah berdiri di tengah jalan anak itu, dan membuat dirinya ditabrak oleh sepeda anak itu. Keduanya terjatuh. Posisi mereka tidak jauh dari tempat Daniel duduk. Tapi Daniel tidak berniat sama sekali untuk menolong.

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang