23

15.7K 1.3K 21
                                    

Sebisa mungkin Ara mencoba fokus pada materi yang di jelaskan oleh gurunya di depan kelas. Tapi nyatanya tidak bertahan lama, pikiran Ara menjelajah jauh pada kejadian beberapa hari lalu. Astaga seluruh pikirannya berisikan Daniel saja. Sampai ia tidak fokus dan menjadi sangat ceroboh.

Bahkan ia sampai membuat kesalahan saat melayani pelanggan di tempat kerja. Terlambat sekolah, dan tugasnya juga lupa ia kerjakan. Hal hal yang tidak pernah terjadi dalam hidup Ara sebelumnya. Tapi sepertinya itu tidak jadi masalah untuk Ara. Karena ia masih saja membiarkan Daniel menguasai isi kepalanya. Jika bisa jujur, Ara mulai merindukan lelaki itu sekarang.

Ara merasa bodoh karena marah dan merajuk hari itu. Harusnya tidak dan mungkin Daniel akan ada di dekatnya. Ah kenapa Ara jadi menyesal begini.

Mengingat bagaimana ia kesal dengan kelakuan Daniel yang menyebalkan, Ara langsung keluar kamar dan memilih mengunci diri di kamar ayahnya. Tidak peduli dengan rayuan Daniel di luar sana dan tetap kukuh untuk merajuk. Sampai Daniel menerima panggilan dari ponselnya dan mungkin pergi setelahnya. Ara tidak tau. Karena suara Daniel tidak terdengar lagi hari itu. Ah betapa bodohnya Ara. Sangat kekanak-kanakan.

Tak berapa lama bel istirahat berbunyi. Ara langsung bergegas pergi ke kantin bersama Riska untuk menyingkirkan pikiran tidak berbudi pekerti dari kepalanya, dan ia yang bertugas memesan makanan hari ini. Tapi tanpa terduga, seseorang menumpahkan kuah bakso ke baju seragam Ara karena bertabrakan dengannya. Sontak membuat Ara kaget dan memandang tidak percaya pada seragamnya yang kotor dan bau.

"Maaf maaf, gue gak sengaja." Ujar orang yang menabrak Ara panik. Suaranya begitu cepat dan penuh khawatir. Bahkan ia sudah meletakkan nampan nya sembarangan di meja di dekatnya. Kemudian mendekat dan memperhatikan Ara yang masih diam terkejut.

Ara mendongak menatap orang yang menabrak nya. Orang itu sangat tinggi. Dengan sebuah earphone berwarna putih melingkar di lehernya. Seketika membuat ia merasa mengenali nya sekaligus asing. Sepertinya Ara pernah bertemu dengan dia, tapi sepertinya tidak juga.

Orang itu juga menatap Ara. "Lo..." Tunjuk nya ke arah Ara yang masih diam. "Lo kan cewe yang nabrak gue di koridor beberapa hari lalu."

Ara menunjuk dirinya sendiri. "Aku?" Bingung dengan orang didepannya yang seperti mengenal nya. Padahal ia merasa asing dengannya.

"Iya. Di koridor kelas 12, jalan ke lab kimia."

Ara langsung teringat pada kejadian dimana ia terlambat dan berlari ke lab kimia setelah di hukum pagi itu. Ia ingat dengan lelaki yang ia tabrak tidak sengaja waktu itu. Jika diperhatikan lelaki ini memang tampak mirip dengannya. Dia tinggi, earphone di lehernya, dan dia juga tampan.

Pagi itu ia tidak sempat memperhatikan nya karena kelewat panik karena terlambat masuk kelas. Sekarang Ara bisa memperhatikan dengan seksama pemuda ini. Wajahnya begitu segar, kulitnya putih, rambutnya yang gelap panjang mengembang, pakaiannya rapi, dan begitu tampan. Ah sadarlah Ara.

"Ah benarkah. Maafkan aku."

"Gak, gue yang harusnya minta maaf. Seragam lo jadi kotor karna gue." Tunjuk nya pada noda kuah bakso di seragamnya. Dia tersenyum kikuk tidak enak hati.

"Gak papa kok. Nanti kalo di cuci pasti bisa hilang." Ara memaksakan senyum. Sebentar nya ia memikirkan tentang seragamnya yang bau bukan nodanya.

"Gue anter ya, bersihin bajunya dulu."

Ara mengangguk, lalu mengekor pada lelaki itu menuju toilet cewek. Dia menunggui Ara dari luar, sedangkan Ara sibuk didalam sana membasuh bagian bajunya yang terkena kuah bakso. Ara mendesah kecewa, noda itu memudar tapi baunya masih menempel. Dia memilih menyerah dan membiarkan bajunya bau. Lagi pun tidak ada yang akan peduli.

Ara keluar dari toilet dan lelaki itu masih menungguinya. Ara jadi tidak enak hati.

"Maaf lama."

"Gak papa. Bisa hilang gak?"

"Ah, nodanya udah gak masalah. Tapi..."

Ara menggantung kalimatnya. Bagaimana caranya menjelaskan hal ini, Ara tidak mengerti.

"Tapi?"

"Masih bau." Ujar Ara pelan. Takut lelaki ini tersinggung.

Lelaki dihadapan nya mengangguk. Lalu membuka jaket yang ia pakai dan langsung memakaikannya pada tubuh kecil Ara. Mendapat perlakuan itu Ara langsung menolak.

"Gak papa. Pakai aja, lagian seragam lo basah. Nanti lo masuk angin lagi. Lain kali bisa lo balikin." Kata lelaki itu dengan tersenyum tulus. Ara sampai terpesona melihat senyumnya yang manis dan mempesona.

"Makasih." Ara balas tersenyum.

Lelaki itu mengangguk tanpa melunturkan senyumnya. Ara yakin siapapun yang melihat senyuman itu pasti akan meleleh seperti mentega dipanaskan.

"Hm kalo gitu, gue pergi ya. Sekali lagi maaf bikin lo dalam masalah."

"Gak papa kok, aku yang harusnya bilang maaf dan makasih sama kakak..."

"Panggil Kai aja. Gue gak suka di panggil kakak."

Lelaki yang menyebutkan dirinya Kai itu sekali lagi tersenyum. Ara akan meleleh sekarang.

"Ah, makasih Kai." Ujar Ara dengan gugup. Merasa tidak sopan menyebut kakak kelasnya hanya dengan namanya saja. Tapi dia yang meminta, jadi tidak apa apa kan.

"Kalo gitu, gue pergi." Pamitnya. Lalu berjalan pergi menjauh dari hadapan Ara. Ara sempat mengucapkan ucapan terimakasih sekali lagi dan melambaikan tangan pada Kai meskipun dia mungkin tidak melihatnya.

Mata Ara masih memperhatikan punggung lebar Kai yang menjauh darinya. Senyum dari Kai terbayang di kepalanya. Wajahnya yang tampan dan senyumnya yang manis juga tulus membekas di kepala Ara. Duh susah sekali menolak pesona lelaki tampan memang.

"Hei!" Ara tersentak kaget mendapat tepukan keras di bahu kanannya. Dan langsung membalik tubuhnya mendapati Riska disini. Dengan wajah yang kesal.

"Gue cariin lo ya. Malah nongkrong di depan toilet. Ngapain lo?" Tapi matanya mendapati sesuatu yang aneh dari tubuh Ara. Ia memicingkan mata menatap sebuah jaket hitam di tubuh Ara. "Ini jaket siapa?"

Ara menggaruk kepalanya yang pasti tidak gatal. Memutar otak untuk menjelaskan kronologi pasal jaket yang ia pakai sekarang.

"Tadi pas aku mau mesen makan, ada kakak kelas yang numpahin kuah bakso di seragam aku. Terus karena bau dia minjemin jaketnya deh. Tamat."

Ara tersenyum lebar pada Riska yang menatapnya tajam. Dia pasti kesal ditinggal sendirian menunggu di kantin.

"Maaf ya." Ara meraih tangan Riska dan menatapnya sendu, mencoba merayu gadis ini supaya tidak kesal lagi.

Riska malah menghela nafas lega. "Gue kira lo di culik setan penunggu sekolah tau gak. Ngilang gitu aja tanpa jejak. Syukur kalo lo gak papa."Ara ikut lega mendengarnya.

"Tapi kakak kelas yang mana Ra? Ganteng gak?" Tanya Riska dengan riang dan mata yang berbinar.

Ara memutar bola matanya jengah. Lagi. Topik ini dibahas Riska. "Mulai deh. Kantin yuk sebelum bel masuk bunyi. Aku laper."

Ara lebih dulu melangkah, sedangkan Riska mengekor dengan banyak pertanyaan tentang kakak kelas yang menolong temannya ini. Malas menjawab Ara cuma bilang ia tidak mengenalnya. Dan menjawab kalau kakak kelas itu tampan. Riska langsung heboh sendiri, karena penasaran dengannya.

Sepertinya hidup lelaki tampan selalu mudah ya. Mudah sekali mendapat perhatian dan hati seseorang.

Secara mendadak, Ara mulai memikirkan tentang Daniel. Lagi. Astaga. Tolong jauhkan lelaki itu dari kepala Ara. Ia mulai merasa bosan dengan namanya yang selalu melintas dan tidak mau pergi.

Ara menolak kalau ia merindukan lelaki itu. Tidak, itu bohong. Ara tidak begitu. Ah kemana lelaki itu pergi sebenarnya? Kenapa lama sekali.

Akhirnya Ara mengalah. Ia merindukan Daniel. Sungguh. Rindu ternyata sulit.

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang