59

3K 404 18
                                    

Detak jantungnya menggila, bahkan tubuhnya terasa dingin karena keringat yang tidak mau surut keluar dari tubuhnya. Telinganya masih berdengung tidak percaya pada apa yang baru ia dengar. Kemanapun, menjauh dari Daniel.

Kaki Ara lemas. Ia bahkan sampai oleng merasa tubuhnya tak lagi bertenaga. Kalimat perintah dari orang ini sebelumnya yang menyuruh Kai membunuh Daniel masih terasa mengejutkan bagi Ara. Dan sekarang, dia menyuruh Ara menjauh dari Daniel untuk ikut dengannya. Kenapa? Kenapa harus Daniel? Ada apa dengan kedua lelaki ini sebenarnya?

"Kenapa?" Ara mengangkat wajahnya yang masih belum mau percaya, menatap orang yang masih menyinggung senyum padanya.

"Apa?" Meskipun suara orang ini sangat lembut, tapi Ara sama sekali tidak merasa aman berada di dekatnya. Ara takut, lebih takut karena sikapnya yang tenang.

"Kenapa kamu sangat membenci Daniel? Apa kesalahan Daniel sama kamu?" Kenapa kamu ingin menghancurkan Daniel? Apa salah Daniel ku?

"Salah Daniel?" Orang itu mengangkat alisnya, dengan masih tersenyum. Ia maju selangkah mendekat, tapi Ara mengambil langkah untuk mundur menjauh. Mencari jarak aman dari orang ini.

Melihat Ara yang berjalan mundur menjauh, orang itu tersenyum hambar. Gadis ini benar benar.

"Kenapa kamu penasaran? Apa ini pertimbangan untuk kamu memilih ikut dengan ku atau Daniel?" Ia menatap netra Ara yang tidak goyah, meskipun bulir keringat seperti berniat membanjiri wajah ayu nya.

"Baiklah." Finalnya. Dia meraih bahu Ara, meskipun Ara sempat berontak menolak untuk di sentuh oleh orang ini, tapi tentang tenaga tentu Ara jauh kalah. Apalagi dengan di tatap tajam seakan jika Ara membantah dia bisa saja langsung mengeluarkan sebuah belati dan menggores tubuhnya agar menurut.

Orang itu mendorong Ara untuk duduk di sebuah kursi yang tadinya digunakan untuk mengikat Bian, tatapan tajam orang itu berubah lembut dan diiringi senyuman. Sejujurnya senyum itu tampak cantik dan tulus hanya saja dalam keadaan seperti ini, bukan waktunya untuk Ara menikmati senyuman dari orang yang berniat membunuh pacarnya atau bahkan membawa kabur kekasih orang lain. Ara bahkan terlalu enggan melihat betapa tulus dan cantiknya senyum itu.

Orang itu berjongkok di depan Ara kemudian meraih jemari Ara yang sejak tadi mengepal, meskipun jijik di sentuh olehnya, Ara tidak menarik tangannya dari genggaman lelaki kurang ajar di depannya. Ara ingin menyimpan energi setidaknya untuk melakukan aksi kekerasan di lain waktu, seperti menendang kepala orang ini. Atau bahkan menendang kepalanya yang lain.

"Kamu yakin manis, ingin tau. Kamu bisa putuskan saja lelaki itu dan ikut denganku tanpa tau apapun."

"Katakan saja kenapa kamu sangat membenci Daniel!"

Orang itu tergelak sesaat karena ujaran sarkas dari Ara. Tanpa memotong pandangan dengan orang itu Ara terus mendesak orang itu untuk bercerita. Jika Ara sudah terlibat dalam masalah sedalam ini bukankah pantas untuk Ara mengetahui sesuatu. Hal penting tentang Daniel. Tentang kekasihnya, iyakan?

"Jika kamu memaksa." Orang itu berdiri dan mengambil satu langkah menjauh. Berniat memulai ceritanya. "Darimana aku mulai. Ah benar. Kamu pasti sudah tau kalau Daniel itu seorang kriminal bukan?" Tanpa menjawab pun sepertinya orang itu menyadari kalau tatapan datar yang Ara lemparkan mengatakan iya.

"Dulu keluarga ku dan keluarga Barack adalah teman bisnis. Kakek ku dan kakek Daniel adalah rekan bisnis yang sukses memperkaya diri dengan usaha penjualan senjata dan narkoba. Ayahku dan ayah Daniel juga merupakan kawan dekat. Sejak kecil mereka tumbuh bersama bahkan sudah terlihat seperti dua saudara yang tidak akan terpisahkan."

Disela sela ceritanya, orang itu tersenyum hangat pada Ara yang terus menyimak. "Saking dekatnya, mereka yang masih bocah sudah berniat menjodohkan anak mereka dimasa depan jika mereka dewasa. Dasar orang orang konyol." Deciknya dengan senyum miring meremehkan.

"Tapi sayangnya, si tua bangka itu tergoda oleh jalang sialan Barack dan akhirnya pertemanan itu hancur." Orang itu kembali berjongkok dan melempar senyuman mengerikan pada Ara yang mulai bergetar takut. "Kamu tau, nenek Daniel yang murahan melempar dirinya pada kakek ku. Benar benar jalang sialan."

Jari jemari Ara mulai menaut, merasakan aura mengerikan yang menguar dari tatapan lelaki ini yang berubah setelah mengucapkan kalimat itu. "Jadi sejak itu keluargaku dan keluarga Daniel menjadi musuh. Karena itu juga aku membenci Daniel. Dia anak musuh ayahku, jadi aku membencinya."

Apa kisahnya sudah selesai? "Ka..kamu benci Daniel karena hal itu?" Terdengar sekali bahwa suara Ara bergetar takut.

Melihat Ara yang tampak tidak begitu baik, orang itu mengangkat tangannya. Ara kira dia akan memukulnya jadi ia secara refleks menjauhkan diri, mencoba menghindar dari pukulan lelaki di depannya. Ternyata orang itu, hanya mengusap kepalanya lembut. Meski terasa lembut Ara sama sekali tidak menyukainya, Ara bahkan berharap dia sama sekali tidak melakukannya.

Masih mengusapi kepala Ara, orang itu tersenyum sangat manis dan terus menatapi wajah Ara yang terus berkeringat. Ia mengusap pelan bulir keringat yang membasahi pelipis gadis itu, menyingkirkan bulir bening itu dari wajah gadisnya. Tentu, dia akan jadi gadisnya segera. Gerakan tangan orang itu berhenti, tapi bergerak meraih tangan Ara di pangkuannya.

"Tentu bukan." Jawabnya disertai senyuman yang benar benar hangat. Tapi tubuh Ara masih memberi peringatan kalau orang ini sama sekali tidak aman untuknya. Matanya menatap nanar sekaligus takut.

"Sejak aku kecil, ayahku sama sekali tidak pernah memberiku kasih sayang. Dia terlalu sibuk melakukan segala hal untuk menghancurkan keluarga Barack dan menyingkirkan keluarga menyebalkan itu. Sampai dia lupa kalau dia punya seorang putra. Jauh berbeda dengan Daniel yang hidup dengan cinta keluarga, membuatku semakin membencinya. Kalau saja, nenek jalang Daniel tidak menggoda kakekku. Mungkin ayah tidak perlu bekerja keras menghancurkan keluarga Barack kan?"

Kenapa tanya aku? Kamu berharap aku akan jawab apa? Gumam Ara dalam hati. Meski begitu ia masih setia mendengarkan cerita dari lelaki ini hingga selesai.

"Ayah tidak peduli padaku padahal aku adalah putra semata wayangnya yang berharga." Tatapan mata orang ini mendadak berubah. "Tapi dia sibuk mencari cara menghancurkan kebahagiaan Caisar di Indonesia. Dia cuma sibuk membenci dan membenci. Aku? Bahkan dia lupa kapan aku lahir. Bukankah itu menyebalkan?"

Orang itu menghela nafas berat. Mungkin ia juga merasa berat karena cerita masa lalunya. Tapi bukan pembenaran baginya sampai membenci seseorang seperti ini.

"Tapi ayah berhasil membuat kebahagiaan Caisar hilang. Ayah berhasil membunuh ibu Daniel, betapa menyenangkannya berita itu."

Apa? Berita kematian seseorang menyenangkan? Jadi mama Daniel meninggal oleh ayahnya?

"Aku kira Daniel ikut mati saat itu, tapi dia malah jadi senjata kuat Barack. Sangat menyebalkan. Harusnya Daniel mati waktu itu ikut ibunya."

Setelah penuturan ini, kamu berharap aku akan ikut denganmu? Aku pasti sudah gila.

"Tidak apa, aku juga bisa jadi seperti Daniel. Tapi dengan cara yang lebih halus. Kau tau, aku menyamar dan akhirnya masuk ke dalam kelompok mafia Daniel di usia 12 tahun. Berpura pura jadi bawahannya padahal aku adalah musuhnya. Dia memang kuat secara fisik, tapi bodoh dalam strategi. Dia mafia bodoh yang masih menggunakan perasaan nya dalam melakukan sesuatu. Itu membuat dia lemah, bahkan mudah sekali untuk menipunya."

Ara mendadak sangat kesal karena wajah gembira orang ini yang tergambar jelas. Agaknya perasaan hati orang ini mudah sekali berubah, membuat Ara menjadi kasihan. Dia pasti memiliki masalah kejiwaan yang parah.

"Daniel bahkan membunuh gadis yang dia cintai karna kebohongan ku."

Mata Ara yang tadinya malas, berubah membulat kaget. "Me-membunuh? Daniel membunuh siapa?" Gadis yang Daniel cintai? Siapa? Kenapa Ara tidak tau apapun soal itu?

tbc...

Hampir end ternyata..

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang