Daniel berjongkok untuk menyamakan wajahnya dengan wajah Ara yang tertidur lelap. Dalam suasana kamar yang temaram, Daniel masih bisa melihat dengan jelas wajah Ara yang tenang di depannya. Lama ia memperhatikan bagaimana wajah Ara yang tertidur.
"Kalo lo butuh dia, tanya hati lo, Lo cinta gak sama dia. Percuma Niel, kalo lo butuh dan nahan dia tapi lo sama sekali gak ada perasaan. Lo cuma nyakitin dia."
Daniel bergerak mengusap kepala Ara tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya.
"Yuna udah pergi Niel. Dia pasti pengen lo dapet orang yang tepat buat nemenin lo, lebih dari dia. Yuna pasti ikut bahagia kalo lo bahagia. Yuna juga pengen lo dapet pengganti dia."
Kemudian tangannya beralih membelai lembut pipi gadis itu, sangat hati hati takut dia terganggu dan akhirnya terbangun.
"Gue tau, Ara mirip sama Yuna. Iyakan?"
Matanya beralih mengamati bagaimana lentik nya bulu mata Ara. Gemasnya hidung kecil Ara, dan bibirnya yang tipis dan manis. Kedua pipinya yang bulat. Sepenuhnya Ara cantik di matanya. Tangannya terus mengelusi pipi Ara.
"Jawab gue! Lo macarin Ara karna emang dia Ara, atau karna lo liat Yuna di senyum Ara?"
Kalimat kalimat itu, berputar secara otomatis di kepalanya. Semua pertanyaan itu, membuat Daniel terdiam. Ia menunduk merasa sesak di dada, seakan pertanyaan terakhir yang di ajukan Farrel menusuk hatinya. Segera ia menarik tangannya menjauh dari wajah Ara.
Benarkah Daniel tertarik pada Ara karena ia mirip dengan Yuna? Jika iya, maka Farrel benar. Ia tidak punya hak untuk menahan Ara tetap di dekatnya.
Tapi, saat Ara tak berada di dekatnya membuat Daniel merasa hampa, dan mungkin rindu. Di kepalanya terbayang betapa cerianya tawa Ara, bagaimana senyum hangat yang biasa Ara berikan. Bagaimana lembutnya tutur kata Ara, bahkan saat ia menyakiti gadis itu dia masih tetap lembut menghadapi nya. Lucunya ekspresi Ara saat ia tidak mengenalinya. Tulusnya Ara merawat dirinya yang terluka bahkan saat dia tidak mengenal Daniel sama sekali.
Apa Daniel memiliki perasaan pada Ara? Perasaan yang sama seperti yang pernah ia punya pada Yuna. Apa benar Ara berhasil membuat Daniel jatuh hati padanya? Ara si gadis biasa?
Daniel mengangkat wajahnya yang semula menunduk berniat kembali memandangi wajah Ara yang tertidur. Tapi bukan wajah terlelap yang ia lihat tadi, tapi Ara yang sedang tersenyum ke arahnya. Ara sudah bangun.
Daniel terkejut melihat mata Ara yang fokus memandang nya, dengan tersenyum. Keduanya saling pandang, bertukar rindu lewat pandangan. Padahal suasana cukup gelap tapi Daniel bisa melihat binar di mata Ara yang coklat terang.
Ara bergeser semakin mendekat ke pinggir ranjang, ingin lebih jelas melihat Daniel. Ia ingin memastikan kalau ia tidak sedang bermimpi melihat Daniel di sini, di kamarnya. Tepat di depannya.
"Ini bukan mimpi kan?" Tanya Ara dengan polos. Matanya masih terkunci pada manik gelap pekat milik Daniel.
Senyum tulus merekah di wajah Daniel. "Bukan." Jawabnya singkat.
"Beneran Daniel pacar aku?" Tanya Ara lagi.
Dengan tertawa ringan, Daniel mengulurkan tangannya dan membelai wajah Ara. "Hm, beneran Daniel pacar kamu."
Masih tidak percaya dengan apa yang dilihat nya, Ara menyentuh tangan Daniel di pipinya. Takutnya ia hanya berhalusinasi tentang keberadaan Daniel disini.
Tangan dingin ini nyata, dia bukan ilusi yang di buat otaknya karena terlalu banyak mengingat objek ini. Daniel di sini. Bersamanya.
"Urusan kamu udah selesai, Daniel?"
Daniel mengangguk, ia merasa senang melihat senyum Ara yang lebar kala menatapnya.
"Kamu gak akan pergi lagi kan?"
Bukankah Daniel bersama Ara hanya untuk berpamitan? Pergi? Iya Daniel harus pergi jauh, dan mungkin tak akan pernah kembali ke sini lagi. Apa Daniel tega mengatakan semua ini? Faktanya, Daniel takut Ara kecewa setelah mengetahui semuanya. Tentang siapa Daniel, bagaimana dirinya dan tentang apa yang akan terjadi kedepannya.
Tapi Daniel tetap keras kepala. Sangat keras kepala. Ia suka melihat senyum Ara, dan ingin dia tetap di dekatnya tidak peduli apapun keadaan nya nanti. Daniel pernah kehilangan, dan kali ini tidak akan ia biarkan siapapun mengambil apa yang jadi miliknya. Tidak akan ia biarkan.
"Enggak. Aku gak akan pergi kemanapun." Jawabnya. Dan langsung di balas senyuman puas dari Ara yang masih menatapnya.
Daniel memang tidak tau banyak soal perasaan nya pada Ara, tapi yang ia tau saat ini ia sangat membutuhkan kehadiran Ara. Ia benar benar merasa hampa tanpanya. Ia masih belum mengerti memang, tapi akan ia cari tahu seiring berjalannya waktu. Ia harap saat ia menemukan jawabannya, Ara akan tetap bersamanya.
Tapi Daniel, sampai kapan? Apa Tuhan akan berbaik hati padamu saat waktu itu tiba? Setidaknya berdoalah lebih banyak, semoga Tuhan mau bermurah hati sekali lagi dan memberimu kesempatan. Jika tidak, bukankah kamu harus siap kehilangan? Seperti sebelumnya?
****
Jalanan sepi, waktu gelap dan sendirian. Seorang pemuda mengambil langkah panjang panjang karena ia merasa ada beberapa orang yang membuntutinya sejak 10 menit yang lalu. Dengan kewaspadaan yang meningkat pada level tinggi ia terus mengawasi jalanan yang ia lewati dengan terus berjalan menjauh.
Ia berbelok pada persimpangan jalan yang sepi dan benar benar gelap. Jalan buntu. Nafasnya tercekat melihat sebuah tembok yang menghalangi jalan, ia melirik sebentar ke belakang dan ternyata dua orang berbaju serba hitam sedang berdiri sombong di sana.
"Lo gak bisa lari lagi." Ujar salah satunya dengan senyum miring menjijikan.
"Nyerah aja, lo kira bos bakal lepasin lo gitu aja."
Dengan mata yang nyalang, pemuda itu menatap sengit pada dua orang berbadan kekar itu. "Gue gak sudi kerja sama dia lagi."
Salah satu dari orang orang itu tertawa. "Maka lo gak akan selamet."
Kedua orang berbaju hitam itu langsung menerjang pemuda itu. Satu tendangan di perut bisa ia hindari tapi tidak dengan sebuah tinjuan di wajahnya. Ia mundur beberapa langkah dengan rasa sakit di pipi kirinya.
Dua lawan satu. Tentu tidak imbang, berkali kali pemuda itu terkena pukulan dari lawannya sampai terdapat banyak luka dan rasa sakit di tubuhnya. Sampai saat ia sedang menduduki perut salah satu orang berbaju hitam itu dan meninju berulang wajahnya. Ia mendapatkan pukulan di belakang kepalanya menggunakan balok kayu, hingga ia tersungkur jatuh ke tanah dengan rasa pusing mendera kepalanya. Darah merembes dari hidungnya, dan nafasnya menjadi tersendat. Terbaring dengan tidak berdaya, dia hanya bisa pasrah atas hidupnya.
Samar, ia melihat seseorang mendekat dengan pakaian yang sangat bagus dan bersinar. Matanya tidak bisa melihat dengan jelas karena pusing di kepalanya akan semakin terasa jika ia memaksakan diri untuk melihat dengan jelas.
"Usaha yang sia sia." Begitulah kata orang berpakaian bagus itu yang bisa di dengar olehnya.
Orang itu berjongkok untuk mendekatkan diri pada pemuda tadi yang terbaring di tanah. "Gue kira, lo bisa di andelin. Ternyata lo cuma sampah."
Pemuda tadi berusaha mengenali orang itu, tapi tetap tidak bisa. Matanya berkunang-kunang. "Dan lo tau kan, sampah harus di apain?"
Pemuda tadi melihat orang itu tersenyum miring. Ia paham, maksud orang ini bicara apa. Dan itu yang ia takutkan. Tapi pertanyaan tiba-tiba muncul di kepalanya, siapa sebenarnya orang ini?
Orang itu memberi isyarat pada kedua orang berbaju hitam untuk menjegal pemuda yang babak belur itu dan menyuruhnya dengan kasar untuk berlutut. Karena tidak punya tenaga untuk melawan yang tentu akan sia sia jadi pemuda itu lebih memilih menurut.
"Tapi, khusus buat lo gue kasih kesempatan bagus." Pemuda itu memalingkan wajahnya tidak mau mendengarkan sama sekali. Apapun itu pasti tidak akan menguntungkan untuknya. "Terima tawaran gue atau gue bunuh adik lo!"
tbc....
Oke sampai sejauh ini, biar aku tanya sekali lagi. Menurut kalian kira kira siapa main antagonis nya?
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...