10

31.5K 3.1K 52
                                    

Sebelum lanjut, aku mau nanya dikit boleh lah ya.

Menurut kalian, karakter Daniel gimana? Cuma pengen tau apa Daniel di kepala ku tersampaikan dengan baik atau engga..

Makasih 😁

-------

"Ada yang susah lagi?" Tanya Daniel dengan lembut. Sejak tadi Ara masih belum selesai dengan satu lagi soal yang ada. Ia bingung meskipun sudah dicarikan rumus oleh Daniel.

Ara mengangguk. Rumus yang di berikan Daniel tidak berguna untuk soal yang ini.

"Kamu bisa gak ajarin aku yang ini Daniel. Aku gak bisa ngerjain yang ini." Tunjuk Ara pada soal terakhir dari tugasnya itu. Setelah ini selesai ia akan segera tidur dan mendinginkan otaknya yang berasap.

"Ah gue gak tau. Gue gak sekolah." Ujar Daniel dengan santai. Mendengar itu Ara terkejut. Daniel tidak sekolah.

"Beneran? Kenapa?" Ara kaget. Daniel tidak sekolah. Tapi kenapa?

"Males."

Ara tidak habis pikir dengan lelaki ini. Dengan santainya ia bilang malas untuk sekolah. Sudah gila memang.

"Kamu bener bener gak sekolah? Tapi kenapa?" Ara mencoba meyakinkan diri kalau Daniel itu bercanda. Tidak mungkin.

"Lo gak percaya. Emang di mata lo gue keliatan kayak siswa sekolah gitu?"

Enggak, kamu keliatan kayak preman dibandingkan dengan siswa biasa.

Ara menggeleng polos. Memang terlihat bukan siswa. Tapi pencuri. Lihat saja pakaiannya yang serba hitam dan tidak lupa peci hitamnya yang seperti pencuri saja.

"Coba sini gue cari lagi." Daniel mengambil ponselnya lalu mengetik sesuatu di sana. Kemudian memutarkan sebuah video dan langsung memberikannya pada Ara.

Ara langsung terfokus pada layar ponsel yang sedang menampilkan video tentang cara mengerjakan sebuah soal. Persis seperti soal di bukunya. Setelah video itu selesai Ara langsung menerapkan ilmu yang ia dapat. Dan Ara berteriak senang saat soal itu berhasil dikerjakan.

"Ah akhirnya selesai." Ara meregangkan tubuhnya yang pegal. Ah ini benar benar menguras otaknya.

"Udah?" Ara mengangguk semangat. Ia menutup buku bukunya kemudian merapikan mereka. Menatanya kembali di meja belajar.

"Sekarang giliran gue." Ara menautkan alisnya tidak mengerti.

"Ha?"

Daniel memberi isyarat agar Ara mendekatinya. Duduk di ranjang Ara.

Daniel mengangkat tangan kanannya ke arah wajah Ara. Ara berkedip beberapa kali mencoba mengerti situasi. Kemudian meraih tangan Daniel dan ia mendekatkannya pada keningnya.

Daniel menepis tangan Ara. "Aish bukan cium tangan bodoh."

"Ha? Bukan?"

"Pijetin tangan gue."

Ara beroh ria paham. Ah dia kira Daniel meminta cium tangan tadi. Bodohnya ia.

Ara dengan telaten memijit tangan Daniel. Kemudian fokusnya terarah pada lengan atas Daniel. Luka sayat yang dulu. Meskipun luka itu mungkin sudah sembuh dan kini ia tertutup lengan baju yang Daniel kenakan. Ia ingat betul bagaimana luka itu.

Mengingatnya Ara kemudian menghela nafas. Merasa kasihan juga khawatir.

"Lo gak suka mijitin gue ha? Gak ikhlas lo?" Tanya Daniel setengah emosi. Ara menghela nafas saat memijitnya bahkan gerakannya juga melambat dan melemah.

Ara masih menunduk fokus pada luka Daniel. "Bukan. Aku cuma gak suka kamu terluka lagi Daniel."

Ara mendongak menatap Daniel. Meskipun Daniel bilang tidak sakit tapi semua bekas luka yang ada di tubuhnya membuat Ara ikut sakit. Bahkan bekas luka di wajahnya kemarin masih ada meskipun sudah agak memudar.

"Janji ya kamu gak akan terluka lagi. Itu bikin aku ikutan sakit."

Daniel tersenyum hangat. Tangan kirinya mengusap lembut surai Ara. "Baiklah tuan putri."

"Aku serius Daniel."

Daniel terkekeh sebentar. Lalu ia mengangguk. "Iya iya pacar bawel, gue janji."

Aish Ara malu sekarang. Daniel benar benar.

****

Bel istirahat sudah berbunyi. Ara dan Riska langsung pergi ke kantin seperti biasa. Tidak ada hal aneh seperti kemarin saat Ara tersenyum terus. Tidak ada. Sebisa mungkin Ara menjaga sikap agar kawannya tidak penasaran atau khawatir.

Keduanya duduk di meja agak pojok sebab kantin lumayan ramai. Ara pergi untuk memesan makanan keduanya.

Dua mangkuk bakso dengan 2 gelas es teh segar berada di depan keduanya. Dengan rakus Ara langsung memakan makanan itu.

Riska geleng kepala melihatnya. Ara seperti gelandangan yang di beri sedekah oleh pejalan kaki aja.

"Lo makan kayak babi Ara." Cela nya. Meskipun pemandangan itu sudah biasa ia lihat tapi tetap saja.

"Biarin."

"Oh iya Ra. Gue inget. Kemarin ada tawaran untuk ikut klub musik. Mau ikut gak?"

"Siapa? Aku? Yang ada ruang latihannya runtuh karena suaraku. Jangan becanda kamu."

Riska terkikik. "Coba saja siapa tau lo bisa belajar nyanyi di sana. Gue dengar anggota di klub nya ganteng ganteng. Gue jadi pengen ikut tapi takut gak ada temen."

Ara memutar bola matanya. "Kamu gak pengen belajar nyanyi kan tapi pengen lihat cowok gantengnya doang?"

Riska berdecak. "Kalo emang bisa kenapa enggak. Gue juga mau kisah masa remaja gue sebagus di novel."

"Kisah kayak gitu cuma ada di novel. Gak akan pernah kejadian di dunia nyata. Jangan ngimpi."

"Ah andai gue hidup di novel aja. Pasti kisah gue bakal bahagia."

"Enggak, kalo aku penulisnya. Bakal aku bikin kisah kamu tragis dan memilukan. Pasti menyenangkan."

Riska mengangkat sendok nya tinggi tinggi berniat memukul kepala Ara. Ara hanya tersenyum mengejek di sana.

"Gue doain lo ketemu cowok buruk rupa yang nyebelin Ara. Biar tau rasa." Ujarnya kesal.

Ara tersenyum saja.

Sepertinya doamu dikabulkan sebelum di ucapkan Riska. Aku sudah bertemu lelaki yang begitu menyebalkan. Tapi dia sangat tampan. Sepertinya Tuhan tidak menyayangi mu.

****

Ara berjalan keluar gerbang sekolah sendirian. Riska sudah di jemput orang tuanya begitu bel pulang berbunyi. Ia langsung berlari keluar. Dan meninggalkan Ara.

Baiklah tidak apa apa.

Saat ia sampai di pinggir jalan sebuah motor berhenti di depannya. Ara yang kaget langsung menghentikan langkahnya. Menatap sinis pada pengemudi motor itu.

Pengemudi itu membuka kaca helmnya. Senyum familiar ada di baliknya.

"Dengan nona Sahara Mahendradatta." Begitu kata pengemudi itu.

Ara langsung tersenyum lebar mendengarnya. "Iya betul."

"Mari saya antar sampai ke tujuan."

Dengan riang Ara langsung naik motor itu, dan berpegangan kuat. Bahkan saking antusiasnya, Ara langsung memeluk orang itu dengan hangat.

Motor yang di tunggangi orang itu dan Ara meninggalkan lingkungan sekolah. Tapi tidak jauh dari sana seseorang sedang mengepalkan tangannya kuat sampai buku buku tangannya memutih. Menatap tajam ke arah motor itu pergi. Mengumpat sebanyak yang ia bisa di dalam hati bahkan saat motor yang di tunggangi keduanya hilang dari pandangannya. Meskipun ia diam tanpa bicara siapapun tau kalau dia sedang marah.

Berani sekali dia!

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang