Dihari yang sama setelah kejadian dimana Ara memeluk Daniel di perpustakaan, lelaki itu sedang mengobrak abrik dapur Ara malam ini. Entah sedang apa padahal dia baru datang. Ara yang tidak mengerti hanya duduk di meja makan dan terus memperhatikan lelaki itu yang terus saja bergerak ke sana kemari entah melakukan apa.
"Ngapain sih kamu?" Tanya Ara lelah memperhatikan Daniel yang tidak berhenti bergerak.
"Nyari kepintaran lo Ra." Jawab Daniel tanpa menengok.
"Maksudnya?"
"Bisa bisanya lo gak ngenalin gue di sekolah. Ya ampun makin di pikir makin gak masuk akal." Jawab Daniel dengan tertawa yang langsung membuat Ara kembali malu. Daniel sudah mengatakan hal yang sama berulang karena kebodohan Ara tidak mengenali Daniel.
"Ish nyebelin banget sih." Ujar Ara merajuk. Sebelumnya memang lucu tapi sekarang tidak. Daniel terus saja mengungkit hal itu. Tentu Ara jadi kesal.
"Sumpah Ra, gak habis pikir gue. Masa cuma gara gara gue pake seragam dan gaya rambut gue yang beda lo gak kenal sama gue." Ujar Daniel sambil tertawa terus terusan. Sampai Ara kesal dan akhirnya pergi dari sana, tidak mau mendengar ejekan dari Daniel lagi.
"Yah ngambek." Kata Daniel. Meski begitu dengan sisa tawanya, Daniel menyusul Ara yang sudah pergi ke kamarnya dengan kesal.
Di kamar, Ara sedang berbaring memunggungi pintu dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Lantas membuat Daniel tersenyum melihatnya, ia bergerak mendekati Ara kemudian dia duduk di pinggir ranjang.
"Ngambek ya?" Tanya Daniel. Tidak ada jawaban. Ia malah terkekeh mendapat respon begitu dari Ara.
"Gak lucu tau." Jawab Ara kesal. Ia masih dalam posisi memunggungi Daniel.
"Lucu tau. Kalo temen kamu denger pasti dia juga ketawa."
Ara diam. Bukan karena masih marah pada Daniel. Tapi pada kalimat yang dia lontarkan. Kata kamu yang Daniel ucapkan membuat Ara merasa aneh.
Ara langsung bangun dari posisinya dan duduk menghadap Daniel yang tersenyum. "Kamu?"
"Aneh ya? Gue juga ngerasa aneh pake bahasa formal begitu." Daniel mengangkat bahunya acuh. Kemudian kembali tersenyum.
"Kenapa tiba tiba pake bahasa formal?" Tanya Ara.
"Kan lo yang milih formal kemaren. Lo lupa ya?" Tanya Daniel sedikit curiga.
Ara mengingat lagi tentang kemarin yang di maksudkan Daniel. Ara memilih formal? Maksudnya pas Daniel tiba tiba bertanya formal atau gaul? Ah iya Ara memilih formal kala itu. Tapi bukan formal yang begini.
"Tuh kan lo lupa. Padahal lo lebih muda dari gue tapi pelupa." Ejek Daniel. Ara lagi lagi merasa malu.
"Aku kira formal dalam arti yang lain. Bukan bahasa." Jawab Ara dengan segan.
Daniel menautkan alis. "Emang yang lo maksud gimana?" Tanya Daniel.
"Em aku kira di cara berpakaian gitu. Mana aku ngerti kalo maksud kamu di bahasa."
Daniel malah tertawa. "Jadi lo lebih suka gue pake jas atau tuxedo dibanding jaket sama kaos?"
Ara menggeleng. "Bukan gitu, cuma jadi sedikit lebih... rapi" Ujar Ara dengan sedikit memelan di kata terakhir. Takut takut Daniel tersinggung.
"Jadi lo gak suka gue yang kayak gini?" Tanya Daniel yang membuat Ara mendadak panik. Daniel tersinggung ya?
"Enggak. Bukan itu maksud aku, tapi.."
Belum selesai bicara, tapi Daniel lebih dulu memeluknya. Membuat Ara diam seketika. "Aku tau." Bisik nya.
Aku? Hati Ara mendadak menghangat. Daniel mengingat hal kecil yang ia katakan. Bahkan saat ia sendiri melupakannya. Dengan tersenyum ia balas pelukan Daniel dan menikmati momen bersama kekasihnya itu.
****
Daniel memulai hari dengan banyak tersenyum kali ini. Bahkan kedua temannya yang berada di samping kanan kiri Daniel sampai saling menatap heran pada Daniel yang seperti orang gila. Tersenyum kemudian terkekeh sendiri.
Farrel yang bertukar pandangan dengan Terra sampai bergedik ngeri. "Kepala lo ke bentur tadi malem ya Niel?" Tanya Farrel. Ia sampai meletakkan punggung tangannya pada dahi Daniel yang tentu langsung di tepis oleh Daniel.
"Apaan sih!" Jawab Daniel dengan tatapan tajam.
"Habisnya lo ketawa ketawa sendiri kayak mba kunti di pohon jambu. Ini masih pagi Niel, jangan gila deh."
"Diem lo sapi guling. Berisik mulu pagi pagi." Ujar Daniel lalu pergi dari sana. Semakin ia menjauh dari kedua kawannya ia kembali melanjutkan senyuman nya mengingat interaksi antara Ara dan dirinya semalam.
Di tempatnya, Farrel menatap tidak percaya pada punggung Daniel yang menjauh. Kemudian menatap tanya pada Terra, lelaki itu hanya angkat bahu tidak tau alasan Daniel menjadi aneh pagi ini.
"Apa gara gara begadang mulu ya Rel? Dia jadi halusinasi." Tebak Terra. Akhirnya akhir ini Daniel sering mengajaknya bermain game online sampai pagi. Apa karena alasan itu?
"Ter, lo punya kenalan psikiater gak?" Tanya Farrel tiba tiba.
"Buat apaan?" Tanya Terra heran.
"Gue takut Daniel beneran gila. Mood dia gampang banget berubah kayak cewek."
Mata besar Terra membola. Kemudian berlaga menutup mulutnya kaget. "Hayo loh, ntar dia beneran jadian sama lo.." Ujar Terra menggoda Farrel.
"Gak usah ikut ikutan gila deh." Jawab Farrel galak sontak Terra langsung tergelak. Kemudian berjalan dengan sisa tawa nya mendahului Farrel yang masih syok sepertinya.
****
Di istirahat pertama, Daniel dengan semangat penuh bergerak menuju kantin. Ingin menemui Ara yang biasanya sudah nangkring di kantin untuk makan. Tapi baru saja beberapa langkah keluar kelas, tangan kanannya langsung di gandeng oleh seseorang. Saza, gadis itu sudah lingkarkan tangannya pada tangan kanan Daniel. Tentu ia tidak menyukainya.
"Gak usah gandeng gandeng bisa kan?" Tanya Daniel dengan nada sinis. Berharap kalau gadis ini akan pergi. Nyatanya tidak, dia malah tersenyum membalas perkataan Daniel. Lelaki itu hanya menghela nafas pasrah. Atau akan ada aksi kejar kejaran seperti kemarin. Daniel tidak mau buang energi untuk melarikan diri dari gadis ini.
Di belakang Daniel, Terra dan Farrel saling pandang melihat Daniel yang pasrah di gandeng Saza. Tapi Farrel jamin Daniel sedang memikirkan cara untuk lepas dari gadis yang seperti permen karet tersebut.
Sesampainya di kantin, mata Daniel mencari keberadaan Ara. Tapi ia tidak menemukan gadis itu di manapun. Apa dia belum datang?
Mereka mengambil meja yang biasanya mereka tempati. Daniel kira ia bisa menarik Farrel atau Terra untuk duduk di dekatnya dan bisa berjauhan dari Saza, tapi lagi Daniel kecewa. Karena gadis itu terus saja menempel pada dirinya. Ah benar benar menyusahkan.
"Lo gak kumpul sama temen temen lo?" Tanya Farrel pada Saza yang terus melontarkan pertanyaan aneh aneh pada Daniel. Sampai lelaki itu menatap minta pertolongan ke arah Farrel.
"Gue suka disini." Jawabnya singkat. Lalu kembali menatap penuh kagum pada Daniel yang sedang minum. Bersiap bertanya kembali.
Gue yang gak suka lo disini. Kata Farrel dalam hati. Ah gadis ini tidak terlihat baik untuk Daniel. Farrel tau, Daniel bukan lelaki yang baik. Baik dalam arti yang sesungguhnya. Tapi menurutnya, Daniel perlu gadis yang lebih baik untuk membawa Daniel keluar dari keterpurukannya. Atau bahkan membawa Daniel menjauh dari dunia hitamnya. Farrel tau, Daniel mulai benci dirinya sendiri yang merupakan putra tunggal dari keluarga besar Barack. Farrel ingin Daniel menemukan gadis yang bisa membuat Daniel menerima hidupnya. Gadis yang memberikan Daniel lebih dari sekedar perhatian dan cinta. Lebih dari itu. Sesuatu yang tidak ia dapatkan dari siapapun sejak kematian ibunya. Kematian orang tercintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...