"Itu kan yang lo mau?"
Rahang Farrel mengeras mendengar tuduhan Daniel yang tanpa alasan. Entah kenapa ia merasa sangat tersinggung dengan hal itu, selama ini Farrel tidak pernah merasa seburuk ini tapi tuduhan Daniel membuatnya merasa sangat hina. Apa yang sudah ia lakukan sampai Daniel mengatakan semua hal itu padanya?
"Lo gak bisa nuduh gue kayak gitu!"
"Ah jadi gue salah." Sindir Daniel dengan nada yang seolah terkejut. Ia mengangguk anggukan kepalanya seakan mengerti, tapi ia melangkah lebih dekat pada Farrel dan mengeraskan wajahnya. "Lo gak mau cuma gue doang yang mati kan, buat jadi penerus keluarga?"
Habis sudah kesabaran Farrel dengan semua tuduhan gila yang di utarakan Daniel, kini Farrel sudah meraih pakaian Daniel sama seperti yang tadi Daniel lakukan padanya. "Kenapa lo...!!" Geramnya penuh emosi, giginya gemeletuk keras menahan semua umpatan yang ingin ia katakan.
Sungguh, darahnya seakan mendidih dan ia sangat ingin memukul wajah Daniel yang sangat menyebalkan di hadapannya. Jika saja, ia tidak mengingat status Daniel sebagai atasannya dan rasa hormat yang ia punya pada saudara satu satunya ini, ia pasti sudah berlaku kejam yang tidak pernah bisa ia bayangkan sendiri. Farrel tidak pernah membiarkan siapapun menginjak harga dirinya. Tapi untuk Daniel ia harus menahannya, tapi sampai kapan?
Tidak mau sampai ia hilang kendali dan melakukan hal buruk pada Daniel, dengan sekali hentakan Farrel mendorong tubuh Daniel dan melepaskan cengkeramannya. Nafasnya memburu menahan amarah yang entah kenapa tidak mau mereda. "Keluar dari misi ini karna gue gak mau liat muka lo lagi!"
Farrel melangkahkan kakinya lebar lebar meninggalkan Daniel yang berdiri lesu di tempat nya. Sebisa mungkin Farrel mengambil langkah yang besar dan cepat agar segera keluar dari tempat itu. Namun, suara lemah yang terdengar menyakitkan menghentikan niatnya.
"Gue mohon, kali ini aja kasi gue waktu lagi." Kedua tangan Farrel mengepal kuat di kedua sisi tubuhnya, rahangnya mengeras kuat. Suara lemah itu, suara parau yang paling ia benci seumur hidupnya. Suara penuh frustasi yang sangat tidak ingin ia dengar lagi.
Persetanan dengan cinta yang sampai membuat lelaki kuat seperti Daniel menjadi lemah tak karuan. "Gue bakal turutin apapun mau lo asal gue bisa pamitan sama Ara."
Tubuh Farrel dengan cepat berbalik dan betapa marahnya ia saat melihat Daniel tengah bersimpuh di lantai dengan kedua tangan mengepal di atas paha, kepalanya menunduk dalam seolah sedang memohon meminta ampun atas hidupnya yang berada di ujung tanduk.
Farrel langsung menolehkan wajahnya dan bahkan menutup matanya tidak mau melihat kondisi Daniel yang seperti itu. Sisi hancur Daniel yang paling ia benci.
"Rel, gue bisa lakuin apa aja. Jadi gue mohon biarin gue tetep disini, sebentar lagi." Pinta Daniel dengan suara yang benar benar terdengar frustasi. Seolah tidak ada lagi energi dari dirinya untuk bisa kembali pada sosok nya yang biasa.
Dengan suara yang ditahan Farrel menjawab. "Engga!"
Daniel mengangkat wajahnya dan melirik pada Farrel yang ternyata sedang menatapnya tegas. "Gue gak bisa biarin lo tetep disini. Gue gak akan pernah biarin lo buat bareng sama Ara lagi!"
Mata kelam Daniel tidak bisa santai dengan kalimat yang di katakan Farrel, ia langsung bangkit dari posisinya. "Kenapa?! Lo benci sama Ara?!"
"GUE BENCI SISI LEMAH LO NIEL, DAN ARA ALASAN LO JADI LEMAH!!" Bentak Farrel meluapkan semua emosi yang sejak tadi ia tahan kuat kuat. Dadanya naik turun, rasanya ia sudah meluapkan semua kekesalan yang memupuk di dadanya tapi tetap saja amarah itu tidak berkurang sedikitpun.
"Tapi gue butuh Ara." Jawab Daniel dengan lembut. Kedua sudut bibir pucat nya melengkung kebawah membuat Daniel terlihat sangat menyedihkan. Raut wajahnya yang sangat muram, pasti mengejutkan semua orang yang mengenal sosok Daniel yang biasa.
Manik mata hitam Daniel mengkilat dari kejauhan, membuat Farrel hampir hancur melihatnya. Apa janji yang sudah ia buat tidak bisa ia lakukan saat ini?
"Gue gak peduli." Jawabnya dengan suara yang tertelan oleh rasa ragu nya sendiri. Sejujurnya Farrel juga tidak mau melihat Daniel serapuh ini, tapi ia juga lebih tidak ingin Daniel yang harus berkorban lebih banyak hanya untuk hubungan yang bahkan didasari oleh kebohongan. Tidak ada kejujuran di dalamnya, hanya bongkahan kebenaran yang harus di tutupi rapat rapat.
"Gue gak bisa ninggalin Ara gitu aja!" Protes Daniel dengan nada tinggi. Posisinya tak lagi bersimpuh layaknya budak tapi tubuhnya sudah menegak menantang Farrel.
"DAN APA?! LO MAU KEJADIAN DUA TAUN LALU KE ULANG?!" Teriak Farrel frustasi. Kekeras kepalan Daniel sudah menghabiskan sisa sabarnya hari ini. Sampai kapan Daniel bersikap kekeh seperti ini yang hanya berujung kehancuran bagi dirinya sendiri?
"Ara masih punya keluarga, pikirin soal perasaan keluarganya kalo sampe Ara celaka!" Geramnya.
"Perasaan gue?" Farrel tertegun sesaat dengan pertanyaan yang tidak ia sangka akan keluar dari bibir Daniel.
"Lepasin Ara bukan berarti lo kalah dari bokap lo Niel, Ara bahkan gak tau siapa lo." Farrel mengambil nafas berat dan kembali melanjutkan kalimatnya. "Gue gak mau Ara bernasib kayak Yuna, dan lo harus hidup kayak orang mati bertahun tahun. Gue benci liat lo kaya gitu Niel!"
"Yuna?" Gumam Daniel lesu. Otomatis isi otaknya memutar semua memori indah yang berusaha ia hilangkan tapi nyatanya masih tersimpan baik dalam benaknya. Hari hari paling bahagia yang ia punya bersama gadis yang harus memiliki akhir hidup tragis karena kekeras kepalaan Daniel.
"Dunia lo sama Ara itu beda Niel, kalo lo keluar dari misi ini, setidaknya lo masih bisa liat Ara hidup." Farrel mengusak rambutnya ikut merasakan perasaan putus asa yang di alami Daniel, tapi jika ia tetap mendukung Daniel seperti yang ia lakukan dulu. Kejadian buruk itu bisa terulang lagi, setidaknya kali ini ia harus mencegahnya sebisa mungkin agar semua orang tetap baik baik saja.
Daniel tetap diam, ia tidak tau harus apa lagi untuk membujuk Farrel agar membantunya. Apa memang Ara dan Daniel tidak akan bisa bersama?
"Kalo bukan karna gue, Yuna pasti masih hidup." Bibirnya bergumam lirih, sedangkan kedua mata kelamnya tampak berkaca kaca. "Mama juga pasti masih hidup kalo dia gak nolongin gue."
Suara tawa miris Daniel pecah yang entah menertawakan hal apa, terdengar menyedihkan karena nyatanya ia sedang menertawakan dirinya sendiri. Seorang Daniel yang memiliki hidup menyedihkan. "Harusnya gue yang mati, bukan mereka. Gue yang lebih pantes buat mati." Gumam Daniel menyalahkan diri sendiri.
"Karna itu gue mohon Rel, biarin gue selesaiin misi ini. Gue bakal turutin apapun yang lo dan papa mau, gue gak akan minta berenti sampe gue mati." Daniel menunduk guna mengatur nafasnya sendiri yang tersengal. Bisa ia lihat setetes air yang jatuh dari matanya tampak mengkilat di lantai. "Gue bakal tinggalin Ara dan balik ke Amerika. Gue janji gak akan balik lagi."
Farrel menoleh dan menemukan kepala Daniel tertunduk lesu, ia hanya bisa menghela nafas berat menyaksikan lagi sosok Daniel berubah berantakan. "Tapi janji sama gue, Ara harus tetep hidup." Ujarnya dengan tatapan yakin namun nyatanya Daniel tidak kuat lagi menahan untuk tidak menangis setelah mengatakan kalimat itu.
tbc....
Gimana pendapat kalian soal part ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...