54

3.2K 418 17
                                    

Dengan perasaan campur aduk, khawatir, takut, dan waspada, dengan degup jantung yang bekerja terlalu cepat membuatnya berkeringat hebat dan merasa lelah tanpa sadar. Kai berjalan lambat lambat dengan Ara yang pingsan di gendongannya menuju ke luar rumah, untuk membiarkan gadis ini di bawa pergi oleh suruhan orang yang di sebut tuan Park itu.

Sekali lagi Kai mengamati wajah Ara yang tenang karena pingsan di gendongannya, andai ia bisa memutar waktu, mungkin Kai lebih memilih untuk tidak mengenal Ara dan tidak melibatkan nya dalam permasalahan hidupnya. Kalau saja Kai tidak melakukan kesalahan di masa lalu, mungkin ia tidak akan pernah bertemu dan berakhir menyakiti gadis ini. Andai saja.

Melihat kedua orang suruhan tuan Park menunggu di tepi jalan dengan sebuah mobil hitam mengkilap terparkir rapi dan seseorang yang duduk angkuh di kursi belakang dengan pintu mobil yang terbuka. Kai memejam sesaat sebelum kemudian ia kembali berjalan mendekat ke sana untuk menyerahkan Ara seperti kesepakatan yang sudah di buat sebelumnya.

"Sekarang lepasin adek gue." Ujar Kai keras pada orang yang sedang tersenyum licik di dalam mobil. Ara masih ada di gendongannya karena memang Kai tidak memiliki niat untuk menyerahkan Ara pada orang itu. Ia ingin bersama Ara lebih lama, setidaknya mengulur waktu orang ini sampai apa yang ia rencanakan berjalan sesuai.

Suara tawa ringan terdengar menyebalkan di telinga Kai. Ia bahkan sampai mencibir dengan nyata merendahkan orang yang ada di dalam mobil. Tak lama, orang itu, tuan Park orang yang paling Kai benci turun dari mobil dan berdiri dengan angkuh di depannya. Jika saja bukan karena rencananya mungkin saat ini Kai sudah memukul brutal orang itu dengan penuh kebencian. Tapi semua emosi itu harus di tahannya agar semuanya bisa berjalan sesuai rencana.

"Gue tau lo bakal berguna." Ujar orang itu, yang tak lain adalah James Park dengan senyum riang di wajahnya. Matanya yang tajam menatap antusias senang melihat gadis yang diam lemas di pangkuan Kai, rasa bahagia meluap tak bisa di sembunyikan karena ia berhasil mendapatkan gadis yang ia inginkan.

Tangan kanan Park bergerak perlahan untuk menyentuh kepala Ara yang bersandar pada dada Kai, tapi dengan cepat Kai mundur satu langkah dan menjauhkan Ara dari Park. Ia tidak rela jika Ara di sentuh oleh orang sepertinya. Kai bahkan sengaja berdecik mengejek ke arah Park yang seolah tercengang dengan aksi nya.

Dengan tangan kanan yang masih menggantung di udara dan perasaan kecewa karena tidak berhasil menyentuh gadisnya. Park hanya tersenyum miring sebagai balasan dari tatapan Kai yang selalu tajam kepadanya.

"Lepasin adek gue." Kai mengulang lagi kalimat atas keinginannya. Dengan sorot mata yang sama sekali tidak melunak sejak tadi. Ia ingin segera bertemu adiknya dan memastikan kalau Bian baik baik saja.

"Setelah tugas lo selesai." Balas Park sebagai jawaban. Ia masih sangat angkuh yang memancing emosi Kai membumbung tinggi.

"Gue udah bawa cewek yang lo mau. Jadi lepasin adek gue sekarang!"

"Baiklah. Tapi karena lo masih berguna buat gue, jadi akan gue balikin adek lo setelah tugas lo selesai." Ujar Park yang membuat rahang Kai mengeras menahan semua luapan emosi yang hampir membuat nya gila.

"Bukan itu perjanjiannya bajingan! Lo janji bakal lepasin adek gue setelah gue tuker dengan Ara. Tugas apalagi yang lo mau?!"

"Oh ya? Gue gak inget. Untuk itu, sekarang gue bikin perjanjian baru." Park memandang tajam tepat di pupil mata Kai dengan menampilkan senyum miring yang memuakkan bagi Kai. "Adek lo bakal selamet, tapi bunuh Daniel."

Jantung Ara terasa berhenti berdetak sedetik kemudian, ucapan 'bunuh Daniel' mengulang secara otomatis di kepalanya.

Tidak!

Bukan ini rencana Kai. Bukan ini yang di inginkan Ara. Bukan seperti ini yang sudah direncanakan Ara dan Kai.

"Ma-maksud lo?" Kai sama terkejutnya dengan Ara yang pura pura pingsan di gendongannya, bahkan dadanya mulai terasa sesak dan sulit bernafas. Membunuh Daniel? Apa Kai sanggup membunuh orang, lagi?

"Kesepakatan nya, nyawa Daniel atau nyawa adek lo." Melihat Kai yang tampak ragu, membuat senyum Park melebar. "Lakukin sebelum hari gelap. Maka adek lo pasti pulang."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Park memberi isyarat perintah pada salah satu anak buahnya untuk mengambil gadis yang ia inginkan dari gendongan Kai. Tapi Kai tersadar dan tetap tidak membiarkan orang itu, suruhannya atau siapapun menyentuh Ara. Setidaknya untuk saat ini.

"Biar gue aja." Ujar Kai setelah mundur satu langkah saat anak buah Park bergerak ingin mengambil Ara. Hatinya memang bimbang dan takut. Tapi agar Ara dan Bian baik baik saja, Kai tidak boleh gentar.

Park mengangguk pada anak buahnya yang menoleh meminta izin, lalu kedua orang berbaju serba gelap itu bergerak ke posisinya masing masing dan membiarkan bos nya yang mengambil alih. Park membiarkan Kai menaruh Ara di kursi yang sudah ia siapkan di dalam mobil.

Lambat lambat Kai menaruh Ara yang terlihat berkeringat, mungkin dia juga khawatir, dengan perlahan dan penuh kehati-hatian. Kai mendekatkan wajahnya dan berbisik amat pelan di telinga Ara agar orang orang sialan di luar sana tidak mendengar nya.

"Gue akan bawa Daniel tepat waktu. Gue janji. Tolong bertahan dan jangan takut." Begitu bisik nya.

Kai mundur beberapa langkah dan berdiri dengan semangat yang hampir hilang dan tak lagi ada Kai yang melempar tatapan tajam layaknya ingin membunuh. Ia kehilangan kepercayaan dirinya saat ini. Semuanya tidak berjalan lancar. Perkiraan nya salah.

"Kerja bagus. Gue tunggu kepala Daniel di kirim ke mansion gue." Ujar Park sambil tertawa yang membuat Kai malah mengumpat keras keras dalam kepalanya. Kepala lo yang bakal gue cabut dari tempatnya. Umpat Kai dalam benaknya.

Sejurus kemudian, Park bergerak untuk duduk di kursi yang berada di samping Ara yang masih berpura pura pingsan. Kemudian menutup pintu mobil dan tak lama mobil itu pergi meninggalkan pekarangan rumah Kai. Kedua mata Kai tak henti hentinya memperhatikan mobil yang membawa Ara itu pergi.

Sekali lagi, setelah sekian lama. Kai kembali merapalkan doa terbaik yang bisa ia panjatkan kepada Tuhan.

"Jaga Ara Tuhan."

Satu tetes bulir bening jatuh, tidak disangka. Rasa sesak di dadanya semakin terasa kala ia melihat mobil hitam tuan Park bergerak menjauh dari pandangan nya, memikirkan tentang nasib Bian dan Ara yang sedang dalam bahaya membuat Kai merasa takut. Sangat takut, kalau kalau pilihan yang ia buat saat ini berujung petaka bagi semua pihak. Kai takut, apa yang coba ia lakukan bisa membuat adiknya atau bahkan Ara jadi membencinya. Seorang kakak tidak berdaya yang harus sampai mengorbankan nyawa gadis yang mulai ia sukai untuk menyelamatkan adiknya, satu satunya keluarga yang ia punya. Betapa mirisnya hal itu.

Perasaan takut akan penyesalan itu semakin membuat Kai lemah, bahkan derai air mata yang sekiranya bisa ia tahan nyatanya berlomba lomba jatuh dari mata sayu indahnya dalam tundukan kepala. Tuhan memang selalu kejam kepada pendosa bukan?

Tapi setelah berperang dengan perasaan, Kai sadar kalau saat ini ia tidak boleh menyerah, apalagi menjadi lemah karena ada dua nyawa yang harus ia selamatkan.

Iya. Dua nyawa. Dua gadis yang sangat berharga bagi hidupnya. Dan ia akan lakukan apapun untuk keselamatan mereka, bahkan jika memang mengharuskan nya kembali menjadi seorang pembunuh sekalipun.

tbc.....

Hm, ada yang kangen Daniel gak?

Yang udah bisa sekolah offline cung!☝️
Semangat belajar ya semuanya.

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang