MAMA kacau banget kan Mo?
Gak papa, yuk tetep positif dan jangan lupa bahagia...*****
"Kok lo di rumah jam segini, gak kerja?" Tanya Daniel. Ara sedang mengaduk teh hangat untuk Daniel.
"Aku ambil cuti." Jawabnya singkat.
"Tadi gue ke tempat lo kerja, tapi lo nya gak ada. Gue kira lo pergi kemana, makanya gue nelpon."
Ara yang sedang menyajikan teh hangat ke hadapan Daniel langsung menatap lelaki itu. "Kamu nelpon aku? Jadi yang tadi nelpon itu kamu?"
Daniel menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum kikuk. Lalu mengangguk membenarkan. "Gue udah di depan rumah lo malah."
"Kamu dapet nomer aku darimana Daniel?" Ara ikut duduk di dekat Daniel, menunggu jawaban dari Daniel.
"Dari hape lo. Iya sejak kapan lo punya hape? Waktu lo susah ngerjain tugas, hape lo kemana?"
Ara malah tersenyum mendengarnya. "Kok jadi bawel sih."
Sedangkan Daniel terdiam heran dengan tawa Ara, langsung merajuk. "Gue serius Ra."
Ara tersenyum sekali lagi. "Ayah yang ngasih, waktu ayah ulang tahun. Katanya buat komunikasi."
Daniel mengangguk paham. "Harusnya lo langsung ngasih nomer lo ke gue. Biar gue gampang hubungin lo."
"Iya maaf. Aku lupa. Lagian kamu juga beberapa hari ini kemana sih? Ngilang gitu aja."
Kali ini giliran Daniel yang tersenyum penuh arti. "Kangen ya?"
"Ish nyebelin."
****
Seperti hari harinya yang biasa. Saat ini Ara berjalan di koridor menuju perpustakaan sendirian. Guru sejarahnya sedang ada keperluan sehingga kelas hanya di beri tugas pribadi, alhasil ia dan Riska memilih belajar di perpustakaan. Meminimalisir keinginan untuk bermain main di kelas dan berakhir tugasnya tidak selesai. Ia tadi kembali ke kelas untuk mengambil sesuatu yang tertinggal. Ponselnya. Hehe.
Dengan berjalan santai dan tenang Ara berjalan melewati koridor yang sepi. Moodnya begitu baik hari ini. Tentang semalam Daniel datang mengunjungi Ara setelah menghilang berhari hari tanpa kabar. Tentang Daniel yang berada bersamanya sampai malam. Tapi Daniel tidak menginap, dia bilang urusannya belum selesai jadilah Ara mengikhlaskan Daniel pergi. Tidak apa setidaknya Daniel masih ingat padanya.
Senyum di bibirnya yang masih tersinggung mendadak luntur. Di ujung koridor ia melihat kakak kelasnya yang mirip Daniel berjalan ke arah Ara. Dengan cepat ia berbalik dan berlari kembali ke kelas. Tidak ingin bertemu dengannya, atau ia bisa saja bersikap konyol. Lagipula kakak kelasnya terlihat tidak bersahabat, tatapannya yang tajam membuat Ara takut. Sebisa mungkin ia tidak mau bertemu dengannya lagi, agar Ara tidak salah paham dan akhirnya menganggap dia sebagai Daniel nya. Hehe Daniel nya.
Hal seperti ini terus saja terjadi, setiap Ara melihat seniornya itu berjalan mendekat atau bahkan tertangkap matanya. Ia langsung menyembunyikan diri dan menjauh. Entah kenapa ia tidak ingin bertemu dengannya. Baik itu di koridor, lapangan, kantin, bahkan di gerbang sekolah. Ia langsung berlari menjauh melihat dia keluar sekolah menggunakan motor besarnya. Ara tau tentu saja, karena dia tidak menggunakan helm jadi Ara mengenalinya.
Karena sikap Ara yang aneh, Riska bertanya berkali kali pada temannya itu. Tapi selalu di jawab tidak apa apa olehnya yang membuat dia curiga sekaligus penasaran. Lagi lagi ia hanya akan menunggu sampai Ara sendiri yang bercerita. Tapi tetap saja ia ingin segera tau karena terlalu penasaran. Ada apa dengan Ara? Siapa yang dia hindari? Apa urusan Ara dengan orang itu? Kenapa Ara menghindarinya? Dan entah kapan Riska akan mendapat jawaban semua pertanyaannya.
****
Ara tertawa mendengar ocehan Riska yang sedang membicarakan tentang klub musik yang ia ikuti beberapa hari. Semua orang di sana sangat berbakat sedangkan ia hanya mampu menguasai gitar saja. Suaranya tidak bisa dibilang bagus untuk bernyanyi solo. Ah memalukan sekali saat nada yang dia ambil terlalu tinggi dan membuat suaranya terdengar seperti kodok terjepit. Ia sekarang sedang mengacak rambutnya yang pendek dan terus menghela nafas berat. Menahan malu karena kelakuannya kemarin di pertemuan pertama klub itu.
"Beruntung kemarin yang hadir gak banyak. Coba kalo Kai juga ada. Malu banget gue." Di depan Riska, Ara terkikik membayangkan bagaimana malunya Riska kemarin. Dan mungkin wajahnya sangat memerah dan Riska pasti langsung terdiam tanpa melakukan apapun. Dia yang cerewet langsung mingkem tidak berkutik. Di klub itu juga Riska belum punya kenalan, mungkin hanya Kai yang ia tau. Itupun dari Ara.
"Udah dibilang juga. Masih ngeyel." Ejek Ara. Ia masih tersenyum membayangkan kelakuan Riska.
"Kan gue rasa suara gue gak jelek banget, dibanding lo masih mending lah. Tapi malah malu sendiri. Keluar aja deh gue."
Ara tertawa mendengarnya. Pesimis sekali kawannya ini. "Yang sabar ya Ris, gak papa nanti juga malunya luntur kok seiring waktu."
Riska menundukkan kepalanya dalam dalam. Tapi tak lama kemudian air wajah Riska yang pasrah berubah antusias, saat ia mengingat sesuatu. "Tapi Ra tau gak.."
"Gak tau." Jawab Ara cepat.
Riska memukul punggung tangan Ara. "Ish denger dulu main jawab aja."
"Aku kira kamu nanya. Ya aku jawab."
"Kemarin gue liat Kai pas pulang abis kumpul klub musik. Padahal dia masih di sekolah tapi kenapa gak ikut kumpul ya?"
"Kenapa kamu gak nanya ke dia kemarin?"
Riska menjentikkan jarinya di hadapan wajah Ara. "Nah itu dia Ra, pas gue mau nyapa. Papa udah dateng ampe teriak teriak dan gak jadi nanya deh gue. Sayang banget kan, padahal gue mau ngobrol sama dia. Caper dikit."
Ara mengangguk saja. "Tapi Ra yang bikin gue tambah penasaran adalah, muka dia tuh gak nyantuy. Gak kayak biasanya."
"Maksud nya?"
"Lu tau kan dia tuh orangnya ramah, banyak senyum. Juga ganteng. Itu mah valid. Tapi kemarin tuh engga. Sama sekali. Muka dia kayak kesel dan garang banget Ra, serem banget lah pokoknya, jangan jangan dia abis ribut sama pacarnya lagi. Ah tapi gak mungkin, dia kan suka sama lo."
Dahi Ara berkerut heran. "Maksud kalimat terakhir kamu apa Ris?"
"Lo gak sadar apa. Sikap dia tuh gak biasa ke lo. Masa lo gak tau sih." Riska berdecak kesal pada temannya yang tidak peka.
"Gak usah mikir aneh aneh deh Ris."
"Masa iya dia jadi baik banget ke lo cuma gara gara kuah bakso. Kalo dia gak tertarik sama lo buat apa dia susah susah ngasih lo bantuan. Ngemperin lo pas sendirian di kantin, belom lagi dia nganterin lo ke kelas waktu itu. Dan iya jangan dikira gue gak tau kalo dia pernah ngelus pala lo pas pulang sekolah di depan gerbang!" Jelas Riska panjang lebar dengan nada sedikit sewot.
Ara terdiam. Mencerna semua ucapan Riska. Apa memang begitu? Tidak mungkin kakak kelasnya itu tertarik pada Ara yang biasa saja. "Jangan ngarang cerita deh. Yuk balik ke kelas, bel masuk bentar lagi bunyi."
"Gue jamin dia emang suka sama lo Ra." Ujar Riska sambil menggandeng Ara.
"Gak usah aneh aneh."
"Kalo dia emang suka sama lo, gue gak papa kok Ra. Demi lo gue rela ngelepas Kai."
"Apaan sih. Dia gak suka sama aku Ris. Dia gak akan pernah suka sama aku." Kata Ara final.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...