32

11K 1K 12
                                    

Usaha Daniel untuk menemui Ara terus saja gagal. Entah karena gangguan dari pihak Daniel maupun Ara. Seperti tadi pagi, Daniel sengaja tidak masuk ke kelas dan ingin bergerak langsung ke kelas Ara, tapi di tengah jalan ia malah bertemu dengan Saza. Padahal ia sengaja tidak masuk kelas untuk menghindarinya. Gadis itu malah menarik Daniel yang pasrah. Oh ayolah, kenapa Daniel jadi sangat lemah berhadapan dengan Saza.

Lagi, saat istirahat pertama, ia langsung berlari keluar kelas. Ia sudah tersenyum senang melihat Ara yang juga berjalan ke kantin. Tapi gadis itu berbalik kembali ke kelas entah karena alasan apa. Terus, saat pulang sekolah. Gadis itu sedang mengobrol dengan seseorang sangat serius di depan kelas, sampai tidak menyadari Daniel bolak balik melewati keduanya mencari perhatian. Akhirnya Daniel menyerah dan memilih pulang saja.

Pada malam hari, Daniel sudah rapi berniat menjemput Ara di minimarket tempat gadis itu bekerja, tapi ternyata dia ambil cuti hari ini. Daniel kembali merasa kecewa. Kemudian ia menghubungi Ara lewat sambungan telepon.

"Kamu di mana Ra?" Tanya Daniel mengawali pembicaraan.

"Daniel? Oh aku lagi di rumah ayah. Kenapa?" Jawab Ara di seberang. Daniel mendesah kecewa.

"Sampe kapan?" Tanya Daniel dengan nada lesu.

"Gak tau. Dua hari kayaknya, ayah lagi sakit. Jadi aku mau nemenin ayah."

"Sakit? Parah ya?" Tanya Daniel panik.

"Engga kok, cuma kecapean. Cuma perlu istirahat aja." Ujar Ara.

"Aku perlu ke sana gak?" Tanya Daniel lagi. Ia bahkan sudah bergerak menuju motornya hendak menyusul Ara.

"Gak usah. Ini udah malem. Mending kamu pulang aja. Gak baik diluar rumah malem malem."

"Ya udah." Jawab Daniel lesu.

"Kenapa kamu nelepon Daniel? Ada perlu apa?"

"Kangen." Jawab Daniel singkat.

Diseberang Ara terkekeh mendengarnya. "Kamu jadi aneh Daniel."

"Aneh gimana? Orang aku lagi kangen beneran juga." Ujar Daniel sedikit merengut.

"Aneh deh pokoknya."

Kemudian tak lama terdengar seseorang memanggil Ara. "Iya ma. Ini mau tidur." Teriak Ara menyahut. "Udah dulu ya Daniel. Mama bisa marah kalo aku belum tidur."

Daniel hanya berdeham singkat. "Selamat malam Ara."

"Hm selamat malam Daniel."

Lalu sambungan telepon di putus oleh Ara. Daniel menunduk lesu. Kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket dan mengenakan helmnya. Lalu menyalakan mesin motornya dan bergerak menjauh dari sana.

****

Besoknya, Daniel memeriksa keberadaan Ara di kelasnya. Ternyata gadis itu tidak masuk sekolah. Seperti yang dia katakan semalam, bahwa dia ada di rumah ayahnya selama 2 hari. Itu berarti lusa gadisnya baru kembali.

Daniel mendesah kecewa, ia harus berjauhan dengan Ara dan selama 2 hari ia harus memikirkan cara menjauh dari Saza. Nasibnya menjadi sial begini sejak ia masuk ke sekolah. Harusnya ia tidak usah bersekolah. Daniel sudah pintar mencari uang, tidak perlu pelajaran lagi. Dengan langkah gontai ia berjalan kembali ke kelas.

Dan kesialan itu datang. Saza merangkulnya tiba tiba. Daniel yang terlampau kecewa, jadi ia tidak banyak memberontak dan membiarkan gadis itu merangkulnya sampai ke kelas.

Selama 2 hari penuh. Daniel memikirkan rencana yang matang untuk menyingkirkan Saza dari ruang lingkupnya. Menjauhkan gadis lengket itu dari tubuh Daniel. Mencari cara agar Daniel tidak perlu berdekatan lagi dengannya.

Semua cara yang di usulkan kedua temannya, sudah dilakukan. Tapi gagal semua. Bahkan Daniel juga sudah pernah mengusir Saza dengan keras tapi gadis itu bergeming dan malah menangis. Hal itu mengganggu Daniel, akhirnya ia pasrah dan menyerah. Biar saja dia bertindak semaunya sekarang. Tapi jika Ara kembali, gadis itu harus menyingkir jauh darinya. Iya harus. Hanya Ara yang bisa membantunya.

****

Malam ini Daniel dan Ara berkirim pesan singkat sekedar menanyakan kabar dan bertukar kalimat rindu. Dan beberapa keluh kesah yang dilontarkan Daniel tentang kepergian Ara. Tentu itu menjadi hiburan tersendiri bagi Ara. Mendengar ayahnya jatuh sakit membuat Ara panik, ia takut ayahnya juga akan meninggalkan Ara sendiri. Seperti ibunya. Tapi untungnya kondisi ayah Ara tidak seburuk yang ia duga. Ayahnya hanya kelelahan dan kurang tidur karena pekerjaannya banyak. Alhasil ayahnya harus menginap di rumah sakit selama 2 hari. Ara merelakan sekolah nya untuk menjaga ayahnya selama dirawat di rumah sakit.

Ara sedikit berbohong pada Daniel hari itu. Ia tidak berada di rumah ayahnya tapi di rumah sakit. Ara tidak mau Daniel khawatir. Tapi jujur ia merindukan Daniel yang sering sekali mengejeknya. Ah Ara ingin segera bertemu dengan Daniel.

Disisi dunia yang lain, Daniel berbaring dengan menatap ponselnya lekat. Ia ingin menelpon Ara tapi jam menunjukan hampir tengah malam. Apa Ara masih bangun jam segini?

Setelah berkirim pesan singkat yang cukup lama, Ara tadi mengatakan bahwa ia harus tidur. Atau mamanya bisa marah. Satu sisi Daniel merasa bersyukur bahwa Ara tidak sendirian. Ara dijaga oleh orang yang menyayangi nya. Tapi dalam waktu bersamaan ia merasa iri, Ara memiliki seseorang bahkan keluarga yang saling menjaga. Jika dibandingkan dengan Daniel, ia merasa tidak pernah merasakan kehangatan keluarga sejak kematian mamanya.

Daniel terus saja menghela nafas berat. Memikirkan perbedaan Daniel dan Ara. Gadis itu adalah putri satu satunya dari keluarga harmonis yang sangat menyayangi nya. Dia gadis biasa yang ceria dan penuh semangat. Seorang yang pekerja keras dan pantang menyerah. Sedangkan Daniel. Dia adalah putra tunggal dari keluarga Barack yang dikenal keji dan tidak memiliki perasaan. Seorang pembunuh dan perampok. Orang yang memiliki banyak musuh yang siap menghunuskan pedangnya ke arah Daniel kapanpun. Dia juga dengan mudah memakai tangannya untuk mencabut nyawa seseorang. Serasi? Tidak mungkin. Dunia keduanya begitu hitam dan putih. Kelam dan terang. Gelap dan cerah. Apa Daniel bisa menjaga Ara? Atau kejadian seperti yang di alami papanya akan terulang? Tidak! Daniel tidak akan biarkan siapapun menyakiti Ara. Tidak siapapun. Atau orang itu harus mati. Bahkan jika ia yang menyakiti Ara, maka Daniel juga harus mati.

Di ambang pintu kamar Daniel, Farrel menatap lekat pada Daniel yang sedang berbaring dengan ponsel menyala di tangannya. Tidak terlihat seperti sedang bermain game seperti malam sebelumnya. Daniel terus memandangi ponsel dengan wajah yang penuh harap. Ah Farrel penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Daniel.

"Gak masuk Rel?" Tanya seseorang di dekat Farrel membuat lelaki jangkung itu berjingkrak kaget.

"Ngagetin tau gak. Kapan lo datang?" Farrel mengalihkan pandangannya pada gadis di depannya. Gadis yang terus berada di dalam hatinya beberapa tahun sampai sekarang. Gadis yang berusaha ia menangkan hatinya bertahun tahun.

"Ngapain lo liatin Daniel kayak gitu? Kalo mau tidur sama dia gak usah ragu." Ujar gadis itu dengan wajah yang datar.

"Jangan mulai deh. Gue masih normal, gue gak tertarik sama Daniel." Elak Farrel. Semua orang di sekitarnya selalu meledeknya dengan berkata bahwa ia menyukai Daniel. Astaga, Farrel adalah laki laki normal. Ia menyukai perempuan bukan Daniel yang menyebalkan.

Gadis itu hanya mengangguk sekali. Lalu berbalik dan menjauh dari sana. Farrel yang tidak puas dengan reaksi gadis itu, berjalan mengimbangi langkahnya dan berada tepat di sampingnya.

"Ngapain ngikutin gue? Sana. Temenin Daniel. Gue cuma mampir." Ujar gadis itu cetus.

Mendengarnya Farrel merengut tidak suka. "Udah dibilang gue normal Rin. Gue gak mungkin suka sama Daniel." Bela Farrel terus terusan.

"Iya gue tau. Sana jangan ngintilin gue. Nanti Daniel cemburu."

Farrel menyerah dan tidak menjawab. Terserah. Ia berbalik dan meninggalkan gadis itu sendirian. Kesal dengan ucapannya yang selalu ketus dan datar. Ditambah dengan semua ucapannya tidak dia dengar. Plus semua tuduhan kalau ia menyukai Daniel.

Ditempatnya, Rina tersenyum melihat punggung lebar Farrel yang menjauh. "Dia pasti ngadu ke Daniel. Dasar cepu." Lalu melangkah lagi untuk pergi dari sana. Untuk kembali pada pekerjaan yang tidak ada habisnya.

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang