Hari minggu. Hari libur semua orang. Begitupun dengan Ara. Hari ini adalah waktunya untuk bersih bersih rumah dan hari mencuci. Jam sudah menunjukkan pukul 11 pagi, Ara sedang menjemur pakaian di samping rumah. Kemudian bergegas untuk mengepel lantai, dan memasak makan siang untuknya.
Tadi pagi ia menyempatkan diri untuk pergi ke pasar untuk membeli sayuran dan kebutuhan sehari-hari nya. Hari yang sibuk untuknya seperti biasa.
Sudah beberapa hari sejak kejadian di pasar malam, dan sejak itu Daniel belum muncul di hadapannya. Entahlah, Ara sempat berfikir kalau Daniel menghilang dan tidak akan kembali. Tapi semoga saja tidak.
Keesokan hari setelah ia izin bekerja karena Daniel, seniornya, Mikaila bertanya terus terusan tentang alasannya izin. Belum lagi yang minta izin adalah seorang laki laki. Mikaila kenal dengan bang Reno, tapi lelaki yang kemarin bukan Reno. Tentu Mikaila menaruh curiga pada Ara. Tentang hubungannya dengan lelaki itu, yang disertai dengan tatapan meledek. Sontak membuat Ara gelagapan mencari alasan.
Ia hanya menjawab seadanya. Dengan sedikit kebohongan tentu saja. Ara mengatakan bahwa, Daniel adalah suruhan ayahnya untuk menjemput nya karena ada acara di rumah ayahnya. Dan Mikaila akhirnya percaya, Ara lega sekali. Tapi seharian ia terus mendengarkan Mikaila yang memuji Daniel karena ia tampan. Jujur ia sedikit tidak suka karena Daniel adalah pacarnya, dan ada orang yang dengan terang terangan mengagumi nya. Bahkan di depan pacarnya.
Tapi sebisa mungkin ia lapang dan terus mendengarkan. Meskipun hatinya sedikit geram. Namun mau bagaimana, ia juga tidak bisa bicara gamblang kalau Daniel adalah pacarnya. Yang ada ia hanya jadi bulan bulanan cerca pertanyaan dari Mikaila. Dan Ara akan kelabakan sendiri menjawabnya. Belum lagi pertemuan awalnya dengan Daniel tidak terlalu bagus.
Ara sadari bahwa Daniel sangat tampan. Pasti jika ia berkoar koar tentang Daniel adalah kekasih nya, semua orang pasti akan menertawakan Ara karena tidak percaya. Jadi lebih baik ia simpan sendiri saja. Lagi pun ia belum yakin tentang perasaan nya. Bahkan juga perasaan Daniel padanya.
Daripada memikirkan Daniel, ia kembali memfokuskan diri pada masakan di depannya. Ia menumis sayur kangkung untuk makan siangnya hari ini. Ia juga menggoreng tempe dan tahu sebagai temannya. Tak lupa ia membuat sambal tomat sebagai pelengkap. Baru saja ia selesai dengan kegiatannya memasak, dan sedang mencuci peralatan masaknya yang kotor. Suara ketukan di pintu depan terdengar olehnya.
Ara bergegas pergi ke depan dan membukakan pintu. Matanya membulat melihat orang yang sedang berdiri dengan senyuman di sana. Orang yang ada di pikirannya. Daniel.
"Hai." Sapa nya dengan senyuman.
Ara meneliti penampilan Daniel yang cukup lumayan rapi dari biasanya. Bahkan dengan tampilan sederhana ia bisa terlihat begitu tampan. Astaga sadarlah Ara.
"Da..niel ngapain kamu kesini?" Tanya Ara sedikit gugup. Bagaimana bisa Daniel yg sedang ia pikirkan tiba tiba datang kesini. Jangan jangan jika ia panggil namanya tiga kali ia akan hadir seperti jin. Itu bagus bukan.
"Bertamu."
"Ha?"
"Lo nyuruh gue buat dateng lewat pintu depan dan datang sebagai tamu. Gue nurut."
Ara manggut-manggut mengerti. Ia ingat kalau pernah meminta Daniel datang sebagai tamu. Dan itu hari ini. Dihari ia begitu kumal, setelah membersihkan rumah. Ara belum sempat untuk mandi dan ia tidak yakin tentang bau badannya sekarang.
"Gak di suruh masuk nih."
Ara langsung bergeser dari ambang pintu membuka jalan untuk Daniel. Sedangkan Daniel langsung melangkah masuk dan duduk di sofa seperti biasanya. Ara menguntit di belakang Daniel ikut duduk di sofa tapi mengambil jarak darinya karena takut Daniel mencium aroma kurang enak dari tubuhnya. Ara bisa malu nanti.
"Kamu mau minum apa?" Tanya Ara dengan canggung. Karena biasanya Daniel tidak bertindak sesopan itu dan langsung datang tanpa pemberitahuan.
"Gak usah."
Ara langsung berjalan ke dapur dan membuatkan Daniel segelas teh hangat.
"Dibilang gak usah. Bandel."
"Masa ada tamu gak dikasih apa apa. Kalo ibu masih ada aku pasti di marahin. Dibilang gak sopan." Celoteh Ara.
"Gak lo racunin kan." Selidik Daniel.
"Niatnya. Cuma nanti aku repot lagi nguburin kamu di mana." Keduanya malah tertawa. Geli dengan pembicaraan yang terlalu random itu. Sesuatu yang jarang.
"Tapi aku cuma bisa ngasih teh doang. Aku belum belanja lagi. Maaf ya. Atau kamu mau makan siang, aku baru aja masak."
"Boleh tuh."
Daniel beranjak dari sana yang membuat Ara menatap heran. "Mau kemana?" Tanya Ara.
"Katanya mau makan."
"Aah. Iya."
Ara dan Daniel berjalan beriringan menuju dapur. Daniel langsung duduk di salah satu kursi di sana. Ara memilih duduk di kursi yang berhadapan dengan Daniel. Tetap mengambil jarak untuk meminimalisir tercium bau tidak sedap dari tubuhnya.
Dengan sigap Ara mengambil sebuah piring dan mengisinya dengan nasi hangat. Lalu di berikan nya pada Daniel. Melihat Ara memperlakukan nya seperti itu membuat Daniel tersenyum.
"Tapi maaf lagi ya makan nya cuma kayak gini. Gak papa kan?" Tanya Ara takut takut. Belum tentu Daniel akan suka makanan sederhana seperti ini.
"Gak papa. Lagian udah lama gue gak makan masakan rumah, sederhana gini."
Mendengarnya Ara langsung tersenyum tenang. Daniel sendiri yang mengambil lauk untuknya, dan langsung melahap nya. Perasaan hangat kembali Ara rasakan melihat Daniel.
Mungkin ini yang di rasakan ibu jika melihat Ara makan dengan lahap sewaktu ibu masih hidup. Bahagia dan lega. Rasanya begitu aneh tapi Ara anggap itu sebagai perasaan senang.
Tanpa di duga matanya mulai berkaca mengingat ibunya. Ara sudah bertahun tahun hidup sendirian, kehadiran Daniel membawa lagi harapan untuknya bahagia. Tanpa komando ia malah menangis.
Melihat Ara yang mulai menangis membuat Daniel terkejut. Dia tidak melakukan sesuatu yang menyakiti gadis itu tapi dia malah menangis. Membuat Daniel berhenti makan dan menatap khawatir pada Ara.
"Lo kenapa? Gue salah apa?"
Ara menggeleng, meskipun pipinya basah lagi karena air mata ia tersenyum. "Aku kangen ibu."
Mendengar itu Daniel menatap mengerti. Ia paham perasaan itu. "Gue paham. Jangan nangis tapi. Gue gak suka."
Ara langsung menghapus air matanya. Kemudian tersenyum selebar mungkin. "Maaf ya, ganggu makan kamu."
"Gue ngerti kok. Lo makan gih, gausah nangis lagi."
Satu lagi yang baru Ara tau dari diri Daniel. Dia ternyata orang yang sangat perhatian. Orang yang bisa menghargai orang lain meskipun dengan caranya sendiri. Itu membuktikan kalau Daniel adalah orang yang baik.
Sedikit tapi pasti hatinya muncul sebuah rasa yang tidak ia tau artinya. Semoga itu hal yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...