53

3.6K 471 43
                                    

Ara mendengar suara pintu rumahnya di ketuk dengan tergesa dari ruang tengah. Dengan langkah yang cepat ia bergerak untuk membuka pintu dengan perasaan semangat. Satu jam yang lalu kakak tirinya, Reno menelfon dan dia sudah berangkat dari rumah ayah untuk datang kesini dia juga mengatakan akan mengajaknya jalan jalan. Berhubung kakak laki lakinya akan tinggal beberapa hari di sini jadi ia membereskan kamar ayah dan seisi rumahnya agar lebih nyaman untuk di tinggali.

Senyum Ara memudar saat membuka pintu dan tidak menemukan wajah kakak tirinya yang biasanya penuh senyuman. Ia memandang tak menyangka pada lelaki tinggi yang tampak kacau penampilan nya. Lelaki itu tersenyum canggung ke arah Ara yang terlihat kaget.

"Hai." Sapa laki laki itu dengan wajahnya yang canggung dan senyum yang di paksakan.

Ara sempat terdiam memandangi bagaimana penampilan lelaki ini, ia tampak tidak seperti biasanya.

"Kai." Panggil Ara pada lelaki yang berdiri di depannya. Ia sama canggungnya dengan lelaki itu. Entah karena apa, mungkin karena ia sedikit kaget dengan kehadiran Kai tiba tiba seperti ini atau mungkin karena apa yang terjadi beberapa hari lalu yang sempat membuat Ara merasa segan bertemu dengannya.

"Kai, pipi kamu.." Ujar Ara sedikit panik saat ia menyadari bahwa sejak tadi pipi Kai mengeluarkan darah segar karena terluka. Gadis itu maju satu langkah secara refleks ingin melihat dengan jelas luka di pipi temannya ini.

Kai merasa semakin bersalah saat gadis di depannya malah menghawatirkan luka yang ia punya. Jika nanti dia tau yang sebenarnya akan Kai lakukan, apa dia masih akan seperti ini padanya? Peduli padanya?

"Gak papa, ini gak sakit." Jawab Kai. Ia tidak mau semakin membebani hatinya dengan terus di khawatirkan oleh Ara. Ia semakin merasa bahwa dirinya benar benar sudah menjadi penjahat saat ini.

"Gak sakit apanya, berdarah gitu kok. Ayo masuk diobatin di dalem." Ujar gadis itu memutuskan. Ara menarik tangan Kai yang berkeringat untuk masuk ke rumah.

Sejujurnya Kai ingin menolak dengan tetap berdiri dan tidak melangkah mengikuti Ara masuk, tapi entah kenapa saat tangan Ara menyentuhnya seakan ia tak punya kuasa lagi untuk tubuhnya. Alhasil ia hanya membuntuti Ara dengan langkah pelan dan terus memandangi sebelah tangannya yang di gandeng Ara.

Maaf Ra. Gumamnya dalam hati berharap terdengar.

Ara mendudukkan Kai di sofa yang biasa Daniel duduki jika datang kesini. Kemudian ia bergegas ke kamarnya untuk mengambil kotak obat guna mengobati luka Kai.

Sepeninggal Ara, Kai meraih ponsel Ara yang tergeletak begitu saja dan menyembunyikannya di sela sela sofa lalu segera bersikap biasa saja saat mendengar suara langkah kaki mendekat.

Ara berjalan tergopoh gopoh dengan kotak obat di pelukannya, segera menghampiri Kai yang terlihat menunduk.

"Sini coba aku lihat." Kata Ara setelah duduk di samping lelaki itu.

Kai mengangkat wajahnya dan langsung menatap Ara dengan tatapan serius yang jarang sekali ia perlihatkan.

Karena di tatap seperti itu, Ara sempat ragu untuk mengobati luka di pipi Kai dan memilih membiarkan nya saja. Tapi sisi hatinya yang lain merasa simpati dan merasa ia harus melakukan nya.

Alhasil, Ara mendekat meskipun dengan gerakan lambat dan penuh keraguan ia mulai mengobati luka Kai sebaik mungkin.

"Gue... Gue minta maaf Ra, atas apa yang gue omongin waktu itu." Ujar Kai memulai pembicaraan. Sejak tadi ia terus berperang dengan perasaan nya yang ingin menang dengan tidak melibatkan Ara dalam hal ini. Tapi Kai tidak mau Bian juga terluka. Tidak akan bisa.

"Gak papa." Jawab Ara sekenanya. Ia masih sibuk dengan pekerjaan nya mengobati Kai. Sesekali ia meniupi bagian pipi Kai yang terluka untuk sedikit meringankan rasa perih darinya.

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang