Ara menggeliat dalam tidurnya. Badannya terasa berat dan kasur yang ia tempati serasa sempit sekali. Dengan pasti Ara membuka matanya dan betapa terkejutnya Ara dengan apa yang dilihatnya.
Daniel. Lelaki itu disini. Di kasurnya. Sedang tidur. Sambil memeluk Ara.
Saking kagetnya Ara, ia hampir berteriak dan terjerembab jatuh dari kasurnya ke lantai. Tapi tangan Daniel menahan tubuh Ara dengan cepat. Lelaki itu sudah bangun ternyata.
"A..apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Ara masih syok. Saat ia membaringkan tubuhnya, Ara yakin kalau dia tidur sendiri. Tapi ini?
"Tidur." Jawabnya dengan matanya yang tampak begitu berat untuk dibuka. Meskipun tangan kanannya masih bertengger di atas tubuh Ara. Menahan agar tubuh Ara tidak jatuh.
"Kenapa kamu disini? Dan..."
"Diam. Gue ngantuk." Ujar Daniel dengan suaranya yang serak. Apa tenggorokan nya sakit?
Ara masih terdiam memahami keadaan. Tanpa sadar sejak tadi ia memperhatikan wajah Daniel yang sedang tertidur.
Kamar Ara gelap. Tapi ia bisa melihat dengan jelas wajah tenang Daniel. Seperti anak kecil saja. Melihatnya, Ara merasa iba sekaligus tenang. Padahal dalam benaknya ia ingin mengusir Daniel dari sini. Tapi tindakannya mengkhianati.
Ara malah terus memperhatikan Daniel meskipun jantungnya berdegup kencang. Ara menikmati momen ini.
Ara tidak berbohong saat ia mungkin mengatakan ia suka dengan kehadiran Daniel. Hidup sendiri sejak menengah pertama, tanpa keluarga membuat Ara kadang merasa kesepian. Entah kenapa kehadiran Daniel sedikit membuatnya merasa di temani. Meskipun caranya yang aneh. Ara menyukainya.
****
Fajar sudah muncul. Sinar hangat siap diedarkan ke seluruh bumi. Memberi kehidupan pada setiap makhluk yang ada. Memberi peringatan bahwa aktifitas harus di mulai dan mengakhiri bunga tidur.
Ara memerjap beberapa kali sampai akhirnya mata Ara terbuka sepenuhnya. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah Daniel yang tertidur.
Ara kaget dengan beberapa luka di wajah Daniel. Apa luka itu sudah ada dari semalam? Kenapa Ara tidak melihatnya.
Ara meringis melihat luka itu. Pelipis Daniel tampak tergores, luka lebam di pipinya, dan bibirnya tampak terluka. Apa yang Daniel lakukan sampai ia terluka seperti ini?
Tanpa sadar Ara menyentuh luka lebam di pipi Daniel. Pasti sakit. Sayang sekali wajah tampannya harus penuh luka seperti ini. Luka di pelipis nya sudah tidak mengeluarkan darah tapi pasti terasa cenut cenut.
Dan luka di bibirnya. Pasti tidak nyaman jika punya luka seperti itu. Entah apa yang terjadi tapi Ara ikut merasa kasihan dengannya.
Ara masih saja memperhatikan luka di wajah Daniel bahkan ia terus fokus pada luka di bibirnya. Jika sedang makan pasti sakit.
"Udah puas mandangin bibir gue?"
Mata Ara membola mendengar suara itu. Daniel sudah bangun. Dengan segera Ara mengalihkan tangannya dari pipi Daniel dan menunduk menghindari tatapan Daniel.
Lelaki itu terkekeh melihat wajah Ara yang memerah. "Kalo belum, lanjutin aja. Gue gak keberatan."
"Ka.. kamu udah bangun?" Tanya Ara tanpa melihat pada Daniel. Dia benar benar malu sekarang. Bagaimana bisa ia lancang menyentuh wajah Daniel. Ara pasti sudah tidak waras.
"Hm, gue bangun karena sentuhan lo."
"Maaf." Cicit Ara merasa tidak enak. Tidur Daniel terganggu karena ulahnya yang lancang.
Daniel tersenyum. Padahal sebenarnya ia ikut terbangun saat Ara menggeliat. Tapi matanya terlalu berat untuk dibuka. Dan sejak tadi Daniel menahan senyuman karena Ara menyentuh pipinya. Cenut cenut di sana rasanya sudah hilang saja.
"Apa yang terjadi?" Ara memberanikan diri bertanya. Meskipun sejujurnya Ara benar benar gugup tak karuan. Belum lagi ia juga merasa malu.
"Apa?"
"Wajah kamu. Apa yang terjadi sampai kamu luka, lagi?"
"Masalah laki laki. Gak apa kok ini gak sakit."
Ara kembali menatap pelipis Daniel. Bagaimana bisa tidak sakit, bahkan Ara saja menangis saat jarinya berdarah karena teriris pisau saat belajar memasak dulu. Tapi Daniel bilang ini tidak sakit.
"Harusnya cepet di obati, nanti bisa jadi parah."
Daniel tersenyum. Gadis ini bisa menjadi benar benar menggemaskan.
"Kalo begitu obati gue sekarang." Ara menatap Daniel. Daniel membalas tatapan itu.
Saat Ara hendak bangun, tangan Daniel sama sekali tidak melonggar ia masih memeluk Ara bak guling.
"Lepasin dulu, aku mau ambil obatnya."
Daniel menggeleng, tidak mengizinkan Ara pergi.
"Tapi kamu bilang buat diobati, gimana..."
Tiba tiba Daniel menempel bibirnya pada bibir Ara. Ara terkejut bukan main. Daniel...
"Obatnya udah gue dapet." Ujar Daniel setelah melepas ciuman itu. Ara memerjap tidak mengerti. Sedangkan Daniel tersenyum melihat reaksi gadis di peluk kan nya ini. Ia selalu saja terdiam dan bahkan sekarang wajahnya mulai memerah. Menggemaskan.
****
Hari ini hari libur. Baik untuk Ara maupun Daniel. Ara sudah merencanakan hari ini akan ia habiskan dengan bersih bersih di rumah. Dan Daniel berencana menghabiskan harinya jauh dari rumah. Dan ia memilih untuk bersama Ara.
Setelah makan sarapan, Ara sudah bersiap untuk menyapu rumahnya. Dan Daniel terus saja mengekor padanya. Luka yang ia punya sudah Ara obati, meskipun dengan ketidakwarasan Daniel yang menular padanya.
Setelah kejadian pagi ini membuat Ara ingin jauh jauh dari Daniel sebab jantungnya akan terus bekerja tidak normal jika berada di dekat lelaki itu. Tapi lelaki tidak tau diri ini terus saja mengikutinya.
"Daniel kenapa kamu ngikuti aku terus sih? Duduk aja, nanti kamu kecapean."
"Gue bakal kayak majikan kalo gitu. Gue pengen bantu. Ada yang bisa gue kerjain gak?"
"Gak ada, jangan. Luka kamu belum sembuh. Istirahat aja."
"Enggak gue pengen bantu. Gue bisa kok, urusan begini doang mah gue jago. Bilang aja apa yang perlu gue kerjain."
Sedangkan Daniel ia tersenyum melihat Ara yang menghela nafas. Ara akhirnya menyerah dan menyodorkan pel an pada Daniel.
"Oke. Aku yang nyapu dan kamu yang yang ngepel. Oke?"
Daniel mengangguk paham. Ara terkekeh melihat reaksi itu. Daniel terlihat seperti anak usia 5 tahun yang patuh diperintah ibunya.
Keduanya bekerja sesuai pembagian tugas. Tapi baru saja berjalan 5 menit, Ara geleng kepala dengan kelakuan Daniel.
Dia bukannya membersihkan lantai, malah mengotorinya lagi. Ia mengepel dengan arah yang terbalik. Lantai yang sudah ia pel ia injak kembali. Astaga lihat lelaki yang bilang jago melakukan hal ini.
"Kamu mending duduk aja deh. Bukan gitu caranya ngepel."
Daniel mengangkat wajahnya menatap Ara. Terlihat sangat polos. "Oh ya? Ah susah. Gak bisa." Ujarnya sambil merenggut, ia banting alat pel itu sembarangan dan berjalan ke sofa di sana. "Gue duduk aja kalo gitu."
"Bagus. Jadilah anak yang baik dan perhatikan dari di sana ya."
"Baik mama."
Ara dan Daniel tertawa karena candaan mereka sendiri. Hari ini pasti terasa menyenangkan dan sangat panjang. Selamat menjalankan hari yang menyenangkan Ara, Daniel.
-------
Have nice day guys :)
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...