"Ara."
"Berhenti manggil namaku Daniel. Dan tidur aja."
Daniel terkekeh puas. Sedangkan Ara menghela nafas jengah. Iya sejak 15 menit yang lalu, setelah Ara menyebutkan namanya Daniel terus saja memanggil namanya. Sampai Ara sendiri bosan mendengarnya.
"Kalo gitu, sayang."
"Daniel, diem atau pulang aja sana."
Lagi lagi Daniel tergelak. Nada bicara Ara membuatnya tertawa. Gadis ini jadi sangat galak jika sedang tersipu.
"Oke gue diem." Daniel memejamkan matanya. Menggoda Ara ternyata sangat menyenangkan.
Ara melirik pada jam dinding, ini sudah jam 11 malam tapi ia belum mengantuk sama sekali. Padahal bisanya ia akan langsung tidur setelah beraktivitas seharian. Tapi sepertinya matanya tidak ingin memejam sekarang.
Mungkin Daniel penyebabnya. Ara mendongak pelan, memperhatikan Daniel yang sudah memejamkan mata. Mungkin sudah tidur.
Entah bagaimana awalnya tapi Daniel muncul di hidupnya begitu saja. Menjadi orang yang selalu ada saat Ara lelah. Meskipun menyebalkan tapi kehadirannya mengisi hari Ara yang membosankan. Ara sepertinya mulai menerima Daniel di hidupnya. Siapapun yang telah mengirim Daniel, Ara ucapkan terima kasih banyak.
*****
"Serius?" Riska begitu bersemangat saat Ara memberitahu kawannya itu. Ara mengangguk.
"Jadi sekarang lo udah punya ponsel. Gue bisa curhat sepuasnya dong. Asik akhirnya lo gak jadi cewek kolot lagi."
Ara terkekeh saja. Kemarin saat pergi ke rumah ayah untuk merayakan ulang tahun ayahnya bersama. Ara di hadiahi sebuah ponsel oleh ayahnya. Yang berulang tahun siapa yang dapat hadiah siapa.
Ayah sebenarnya sudah pernah memberikan Ara ponsel sebelumnya, tapi Ara selalu menolak karena ia merasa kurang membutuhkan barang itu. Tapi kemarin ia menimbang kembali untuk menolak benda kotak itu.
Sebuah tugas yang susah ia kerjakan karena tidak ada rumus di buku, menggoyahkan Ara. Mungkin kalau ada ponsel Ara lebih mudah untuk mengerjakan tugasnya yang susah. Jadi ia menerima pemberian ayahnya itu.
Ayah bilang ponsel itu untuk komunikasi. Karena ayah akan lebih jarang untuk bertemu Ara, dan jika ia punya ponsel setidaknya lebih mudah untuk di hubungi jika ada apa apa. Akhirnya Ara menerimanya saja. Lagi pun itu gratis.
"Sini liat ponsel lo." Ara merogoh tasnya dan mengeluarkan benda kotak tipis berwarna hitam dari sana. Kemudian menyodorkan nya pada Riska.
"Asik hape baru. Haram hukumnya hape temen tanpa foto gue." Lalu ia mengambil beberapa foto selfienya. Ara tersenyum melihatnya.
"Nomer gue udah ada di situ, jadi jangan lupa hubungin gue nanti ya Ra."
Ara mengangguk. Di ponselnya hanya berisi nomor ayah, mama tirinya, bang Reno dan Riska. Hanya itu. Mungkin seiring waktu akan bertambah.
****
Ara bergelut tekun dengan tugasnya malam ini. Dengan bantuan dari ponselnya tugas yang ia kerjakan: hari ini tidak terlalu memusingkan kepalanya.
Beberapa pesan singkat yang Ara dapatkan dari Riska sempat membuatnya lupa dengan tugasnya tapi mengingat waktu sudah cukup larut, Ara kembali fokus pada jajaran angka di sana.
Malam ini sangat tenang, lagu klasik Ara putar dari ponselnya. Tanpa celotehan atau gangguan dari orang luar.
Meski demikian, satu sisi dari hari Ara merasa ada yang kurang. Ah bagaimana bisa Ara tiba tiba terpikir Daniel.
Ara menggeleng berusaha menghilangkan pikiran tentang lelaki kurang ajar itu, dan kembali menatap rumus dan bukunya.
Tak berapa lama, Ara mulai merasa matanya memberat. Ia mengucek matanya beberapa kali berusaha untuk tidak tidur, karena masih ada 2 soal lagi yang belum ia kerjakan.
Tapi entah kenapa kepalanya ikut jadi berat. Akhirnya Ara menyerah dan menyandarkan kepalanya pada lipatan tangannya. Tertidur di meja belajar tanpa peduli tugasnya lagi.
Seseorang yang bersandar di ambang pintu geleng kepala melihatnya. Saking fokusnya belajar gadis itu tidak sadar bahwa ada manusia lain di sana sejak 15 menit yang lalu. Posisi nya yang membelakangi pintu mungkin membuatnya tidak sadar.
Daniel berjalan mendekati Ara yang sudah tertidur di meja belajar. Memperhatikan wajah cantik gadisnya.
Tanpa sadar, senyum bersemi di wajah Daniel. Ia tergerak untuk mengalihkan helaian rambut Ara dari wajahnya dan menyelipkannya di belakang telinga gadis itu.
Bahkan saat tertidur, gadis itu begitu cantik. Beruntungnya Daniel.
Lama Daniel berdiam di posisinya memperhatikan Ara. Memikirkan tentang pertemuan pertama mereka yang begitu aneh. Gadis paling bodoh yang pernah ia lihat. Dia juga sangat ceroboh dan begitu pedulian. Ternyata masih ada gadis seperti itu di dunia ini. Dan Daniel berhasil menemukan nya. Tanpa sengaja. Hebat bukan?
Takdir memang selalu aneh jika di pikirkan. Dan siapa sangka akan jadi sangat menarik jika di jalani. Daniel mulai bersyukur untuk itu.
Daniel bersyukur entah pada siapapun yang sudah membuatnya bertemu gadis ini. Seseorang yang berhasil mengubahnya menjadi orang yang berbeda. Sedikit. Mungkin. Atau semoga saja.
****
Ara meregangkan tubuhnya. Menggeliat dalam tidurnya, dan berusaha membuka matanya meskipun berat. Ia memerjap beberapa kali. Kemudian terheran tentang sesuatu.
Kasur. Bagaimana ia bisa tidur di kasur? Seingatnya ia tidak sengaja tertidur di meja belajar. Tapi...
Ara langsung bangun dan terduduk. Memikirkan kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Apa Ara tidur sambil berjalan? Tapi selama ia hidup rasanya ia tidak pernah punya gangguan tidur itu.
Apa seseorang memindahkan nya? Tapi siapa? Dan kapan?
Ara mendesah dan akhirnya berusaha tidak peduli. Melirik pada jam dinding dan ia langsung berlari ke kamar mandi karena ia bisa terlambat sekolah.
Di depan pintu kamar mandi Ara terhenti dan matanya membola. Tugas! Astaga ia belum selesai dengan tugas rumahnya.
Ara langsung berlari lagi ke kamar dan dengan buru buru membuka kembali buku nya. Lagi lagi ia terkaget karena ternyata tugas itu sudah selesai. Tugasnya selesai.
Apa di rumahnya ada hantu yang bisa mengerjakan soal matematika?
"Aku merasa takut sekarang."
Ara melangkah lambat memikirkan hal yang terjadi. Seseorang mungkin memindahkan Ara yang tertidur di meja belajar ke kasur. Dan mungkin dia juga yang mengerjakan tugasnya.
Dan pertanyaan nya adalah siapa? Tidak mungkin bang Reno kan? Bahkan semalam Ara tanpa sadar tertidur karena sudah jam 11 malam. Bang Reno tidak bisa kemari jam segitu.
"Ah benar. Cuma manusia gila itu yang bisa datang kesini tengah malam." Ara ingat seseorang. Daniel. Benar siapa lagi yang akan menyusup ke rumah nya tengah malam. Cuma lelaki itu.
Satu pertanyaan terjawab. Satu lagi bagaimana? Daniel bisa menjawab soal itu. Bukannya dia tidak sekolah?
Ara menggeleng kuat, baru bangun tidur ia malah memikirkan hal hal tidak penting. Ara langsung mengerjakan rutinitas paginya dan berangkat sekolah.
Tapi dalam hatinya, Ara merasa berterima kasih pada Daniel. Lagi, keberadaan Daniel membantunya.
"Kenapa aku terus mikirin Daniel sih, aku pasti sudah tidak waras."
Tentu. Berhadapan dengan lelaki setampan dan sedewasa Daniel, siapa yang masih waras waras saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...