"Ha-harris kamu...?"
Ara membawa tubuhnya menjauh perlahan dari dekat lelaki yang menyeringai di depannya. Sekali lagi, Ara menjadi gadis bodoh karena langsung percaya kalau dia ada di pihak nya.
Benar juga, bagaimana mungkin Harris ada di tempat ini secara tiba tiba dan dengan mudahnya membuka pintu ruangan dimana Ara di sekap. Bagaimana mungkin tempat ini mendadak sepi begitu saja. Ara di tipu dua kali dan masih begitu bodoh dengan percaya tipuan yang sama.
"Dasar orang orang bodoh." Cela Harris dengan keras. Ia terus berdecak kesal karena ketahuan oleh korbannya.
Langkah Ara terus bergerak perlahan menjauh, dengan mata yang tetap fokus ke arah Harris yang masih mengeluh di sana. Berjaga jaga kalau saja dia melakukan hal yang tidak terduga. Bahkan Ara sampai bisa merasakan kalau ketakutan Bian tak kalah kuatnya dengan dirinya. Pantas saja Bian menyuruh Ara untuk tidak ikut dengannya. Jadi Bian tau siapa Harris? Tapi dari mana? Apa yang sudah Harris lakukan pada Bian?
Mata Harris berubah tajam menatap ke arah dua orang yang berdiri di belakang Ara dengan wajah tertunduk. "Ngurus satu gadis lemah aja, kalian gak bisa?!" Bentaknya semakin menekan mental Ara jatuh, kedua gadis di ruangan itu bergetar ketakutan karena suara Harris yang keras itu.
Suara helaan nafas Harris masih menjadi fokus utama Ara saat ini, sejujurnya Ara masih tidak percaya kalau lelaki ini salah satu bawahan orang jahat yang tadi mengatakan hal tidak masuk akal padanya. Ara masih tidak percaya kalau Harris ternyata orang jahat. Atau Ara yang bodoh tidak bisa menyadari kalau banyak orang jahat berada di dekatnya?
Mata Ara bergiliran menoleh siaga ke arah Harris yang masih kesal dan dua orang lelaki yang tertunduk di ruangan itu, juga mencoba mengamati keadaan di sekitarnya. Mencari celah untuknya kabur dari orang orang sinting di sini.
Tapi, kemudian tanpa sengaja mata Ara beradu dengan mata tajam Harris yang tampak tidak terima dengan kebenaran kalau Ara tau dia tidak berpihak padanya. Satu langkah Harris ambil untuk mendekat pada Ara, dengan masih mengunci tatapan pada gadis itu. Jantung Ara berpacu kencang saat perlahan kaki jenjang Harris bergerak mendekat. Tubuhnya memberi refleks menjauh karena menangkap sinyal bahaya di dekatnya.
Bahkan Bian juga ikut menatap nyalang dan bergerak seiring Ara mundur menjauh, kedua gadis muda itu berada dalam situasi yang memang tidak bisa di sangka siapapun.
"Kamu ingin keluar dari sini kan? Aku bisa membantumu." Ujar Harris bernegosiasi. Nyatanya sama sekali tidak membuat Ara merasa tergiur. Apalagi setelah seringai yang menandakan banyak arti merekah di wajahnya. Ara tidak boleh tertipu lagi.
"Jalan keluar bukan ke sana Ara. Aku bisa membawamu keluar, kemari lah." Dada Ara naik turun menahan seluruh kecemasan dan ketakutan yang ada. Terlebih saat Harris melempar senyum yang nyatanya lebih mengerikan daripada siapapun yang pernah ia tau dan lihat. Ada apa dengan orang orang yang Ara kenal sebenarnya?
"Tidak!" Tolak gadis itu dengan suara yang bergetar. Lagipula dalam keadaan seperti ini siapa yang tidak akan merasa takut. Orang orang yang ia sangka baik, memunculkan wajah aslinya yang ternyata jauh lebih buruk daripada apapun yang ia sangka. Apalagi yang lebih menakutkan, daripada orang yang bersembunyi dibalik wajah baik?
Dengan satu gerakan pasti Harris menarik tubuh Ara kasar agar berhenti menghindar darinya. Tubuh Ara tersentak dan menubruk bahu Harris cukup keras, lalu Harris mencengkram bahu Ara memperingati gadis itu untuk tidak memberontak. Meskipun dengan meringis kesakitan, Ara tetap memberontak mencoba melepaskan diri.
Kesal, Harris memutar tubuh Ara dan mengunci pergerakan gadis itu dengan membelitkan tangannya di leher Ara. Mencengkram kuat salah satu tangan Ara yang tadi memukuli nya. "Diem atau gue patahin leher lo!"
Ara menelan ludahnya susah payah karena ancaman Harris tepat di telinganya. Gerakannya perlahan berhenti dengan mata yang sudah berair.
Melihat Ara dalam situasi kurang baik, Bian bergerak agresif menerjang Harris yang berlaku menyakiti gadis itu. "Lepasin kak Ara bajingan!" Ujar Bian keras sambil memukuli tubuh Harris yang mendekap kuat tubuh Ara. Ia menendangi tulang kering Harris mencoba menyakiti nya. Bahkan ia juga berusaha menggigit tangan Harris yang membelit di leher Ara.
Kesusahan dengan aksi gadis menyebalkan itu, Harris menepis semua serangan Bian dengan satu tangannya yang bebas lalu menarik rambut gadis itu dan mendorongnya kuat untuk menjauh darinya. Saking kuatnya, tubuh Bian oleng dan langsung berbenturan dengan meja kaca yang ada di sana hingga pecah.
"BIAN!" Jerit Ara melihat Bian yang terkulai lemah di lantai dengan pecahan kaca di sekitarnya, dan bahkan cairan merah mulai merembes dari sisi kepalanya. Ya Tuhan Bian terluka.
Air mata yang sejak tadi nyaris tidak mau keluar, berlomba lomba jatuh dari mata Ara. Isak tangis Ara pecah melihat kondisi Bian yang sangat sangat tidak baik baik saja, gumaman yang keluar dari bibir Ara terus merapalkan nama Bian berharap gadis itu bangun dan menjawab panggilannya. Nyatanya gadis itu tetap diam di sana dengan cairan merah yang semakin banyak. "Lepaskan aku! Lepaskan aku, kumohon. Selamatkan Bian, Harris Bian terluka. Selamatkan dia."
Dengan tangisan yang semakin menjadi, Ara berusaha memberontak dari kungkungan Harris bahkan ia juga melupakan ancaman lelaki itu tadi dan mencoba mendekati tubuh Bian di sana.
Berulang kali Harris menarik tangan Ara yang coba dilepaskan gadis itu dan memberontak. Lelah meladeni Ara yang terus bergerak random mencoba melepaskan diri, Harris memerintahkan kedua lelaki yang sejak tadi hanya menyaksikan adegan kurang berbudi itu di tempatnya.
"Singkirin gadis itu!" Perintahnya.
Mata Ara yang basah menatap nyalang pada Harris yang baru saja mengatakan kalimat perintah itu. Gerakannya yang ingin memberontak terhenti sebentar tercengang, melihat kedua lelaki itu mendekati tubuh Bian yang lemah terkulai membuat Ara panik dan takut. "Tidak jangan! Jangan bawa Bian!" Teriak histeris Ara dan terus bergerak mencoba melepaskan diri dari cengkraman Harris dan mencegah kedua orang itu membawa pergi Bian.
"Jangan! Kumohon." Ara semakin frustasi saat melihat tubuh kecil Bian yang lemah berlumuran darah itu di seret paksa oleh dua orang itu. Ia semakin menggila karena keduanya mulai melangkah menjauh.
Ara berbalik menatap penuh permohonan pada Harris yang masih tampak datar menyaksikan semua hal ini. Hilang akal, Ara bersimpuh di hadapan Harris. "Kumohon, lepaskan Bian. Dia terluka, kumohon jangan bawa Bian pergi. Aku mohon." Cengkraman di tangan Ara terlepas begitu saja setelahnya, lantas membuat Ara langsung menyatukan kedua tangannya memohon lagi pada Harris.
"Akan aku lakukan apapun, tapi kumohon selamatkan Bian, Harris. Ku mohon." Air mata semakin banyak berjatuhan, rasanya Ara sangat gagal saat ini karena Bian terluka. Ia tidak bisa menepati janjinya pada Kai untuk menjaga dan menyelamatkan Bian.
Harris lantas berjongkok di hadapan Ara yang masih bersimpuh menyatukan kedua tangannya dengan wajah yang basah kerena air mata. "Apapun?" Tanya Harris.
Ara mengangkat wajahnya dan menatap Harris yang ada di depannya. Saat itulah baru Ara sadari satu lagi kebodohannya yang tidak bisa ia perbaiki. Karena wajah lelaki itu berubah cerah setelahnya. Mungkin hidup Ara yang akan dia inginkan sebagai gantinya.
Daniel, kamu terlambat.
tbc....
Sebenarnya Harris itu deket sama Daniel, dan punya kisah tersendiri di masa lalunya tapi gak akan aku ceritain di book ini, soalnya nanti jadi panjang banget.
Jadi buat kalian yang bingung sama identitas Harris ya wajar karena emang aku gak ceritain banyak di sini, biar rahasia dan ada penasaran nya gitu, hehe...
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...