Dengan langkah yang santai, Kai berjalan ke luar area sekolah setelah bel pulang berbunyi nyaring. Selama beberapa hari terakhir Ara tak lagi mau ditemui olehnya, mungkin karena kalimat yang ia ucapkan padanya saat mereka bertemu di pusat perbelanjaan beberapa hari lalu.
Meskipun begitu, Kai masih terus memperhatikan kondisi Ara yang kini menjaga jarak darinya. Kai tidak bisa melihat Ara terluka atau bahkan dalam bahaya. Dalam dirinya hadir sebuah rasa yang ia sendiri tidak tau kapan adanya dan apa itu. Yang jelas, ia tidak suka gadis itu berubah murung. Tak apa jika dia tidak bersama Kai tapi setidaknya senyum manisnya tidak hilang.
Bunyi dering dari ponselnya di saku celana berbunyi keras. Tanpa ia lihat pun ia sudah tau siapa penelpon nya, meski begitu Kai tidak memiliki niat untuk mengangkat nya. Ia bertekad untuk menghindari orang itu, apapun resikonya.
Ia berbelok ke sebuah gang yang tidak terlalu kecil tapi cukup sepi, jalan pintas menuju rumahnya. Matanya melirik sebentar saat siluet seseorang berada beberapa langkah di belakangnya. Hal yang sudah terjadi sejak ia mengabaikan panggilan telepon itu.
Berusaha tenang, Kai tetap berjalan biasa namun ia tetap siaga. Matanya terus mengawasi kemana langkahnya dan keberadaan orang itu. Jika ia salah melangkah maka mungkin ia akan tertangkap dan membuat keputusan konyol seperti dulu.
Ia berbelok lagi dengan cepat di sebuah gang yang lebih kecil, kemudian merapatkan tubuhnya di balik tembok sebuah rumah hingga tubuhnya tak tampak. Orang yang mengikutinya berlari karena menyadari Kai tidak ada di jalan itu. Setelah orang itu pergi jauh, Kai langsung berlari ke arah sebaliknya dan pergi dari sana.
Nafasnya terengah-engah saat ia tiba di tepi jalan raya yang tidak terlalu ramai. Ia menoleh sebentar untuk memastikan orang itu tak mengikutinya, tapi baru ia berjalan selangkah berjalan sebuah mobil hitam tiba tiba menabrak tubuhnya yang berdiri di pinggir jalan hingga terpental beberapa meter dari tempatnya.
Kepalanya pening dan tubuhnya terasa sakit. Terutama di bagian tubuh bawahnya. Ia menggeliat sebentar sebelum akhirnya pandangan nya hilang setelah ia melihat beberapa orang pria mendatanginya lalu mengangkatnya. Sekali lagi Ia kalah.
****
Guyuran air yang banyak membangunkan Kai dari pingsannya. Ia kelabakan saat air itu membasuh seluruh tubuhnya yang kaku dan sakit. Ia mengedarkan pandangannya pada ruangan remang yang kumuh ini dengan tubuhnya yang terduduk pada sebuah kursi dalam keadaan terikat. Ia memandang nyalang pada seorang pemuda berpakaian hitam yang sedang melihat padanya dengan sebuah ember merah di tangannya.
Dengan nafas yang masih memburu Kai berusaha melepaskan diri dari ikatan ini meskipun ia tidak yakin akan berhasil.
"Dia bangun tuan." Ujar pemuda yang memegang emper merah pada seseorang di belakang tubuhnya.
Masih dalam mode bergerak berusaha melepaskan diri, Kai memandang tajam ke arah orang yang sedang berjalan mendekati nya dengan angkuh. Orang itu memandang remeh ke arah Kai yang memberontak dalam ikatan, dengan kondisi basah kuyup, dahinya yang terluka dan darah mengalir ke pipi nya yang juga terluka. Jika saja dia menuruti semua yang di perintahkan dengan baik, maka dia tidak akan bernasib seperti ini.
"Kita ketemu lagi." Sapa nya. Orang itu duduk di sebuah kursi yang di tempatkan di hadapan Kai yang masih menatap sengit ke arahnya. Meski mendapat tatapan seperti itu senyuman masih tetap merekah di wajahnya yang tampan.
Ia tersenyum sekali lagi, senyum paling ramah yang ia punya. Tapi sama sekali tidak di sambut baik oleh Kai, lelaki itu masih tetap menatap tajam ke arahnya. "Padahal gue udah berbaik hati dengan gak ganggu adek lo. Tapi lo malah berulah dan berniat mengacaukan semuanya. Pilihan bodoh."
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...