02

52.6K 5.4K 282
                                    

Aktivitas Ara tetap sama setiap harinya. Berangkat sekolah dan kemudian sepulang sekolah ia akan bekerja paruh waktu sebagai pelayan di salah satu minimarket sampai malam hari. Lelah. Tentu saja. Belum lagi jika ia punya banyak sekali tugas sekolah yang sudah pasti menguras tenaga dan pikirannya. Tapi bagaimana lagi. Hidupnya yang sendirian tentu memaksa Ara melakukan hal lebih dari teman sebayanya.

Ara bukan yatim piatu. Dia masih punya orang tua. Ia masih punya ayah. Tapi sejak 4 tahun lalu ayahnya memilih menikah lagi dan meninggalkan Ara. Meskipun sesekali ayahnya mengirimi Ara uang tapi tetap saja Ara hidup sendirian. Ara sempat di ajak ayahnya untuk hidup bersama tapi Ara takut kalau dia hanya menyusahkan ayahnya dan menjadi beban di keluarga barunya. Ara memilih hidup sendiri saja di rumah lama keluarganya. Lagipula rumah yang ia tinggali adalah kenangan yang di tinggalkan ibunya.

Ini sudah sekitar seminggu setelah kejadian itu. Malam dimana Ara menemukan lelaki yang terluka di halaman rumah dan mengobatinya. Mendapat perlakuan dan kejadian tidak menyenangkan dan akhirnya berpamitan dengan lelaki itu. Saat ini Ara tau namanya. Daniel.

Lelaki itu yang memberitahukan namanya sebelum pergi dengan cepat pagi itu. Bahkan Ara belum berkata apapun. Tapi lelaki itu sudah menghilang dari sana. Harusnya dia membayar obat yang sudah Ara berikan bukan? Sebagai imbalan.

Ah Ara bukan orang yang sangat baik hati seperti itu. Hidupnya susah, mengingat usianya baru 17 tahun ia sudah hidup mandiri.

Ara tersadar yang terlalu fokus pada pikirannya saat keranjang belanjaan berada di hadapannya untuk segera di scan. Jam kerja Ara hanya sampai jam 9 malam berarti tinggal 5 menit lagi.

Setelah melayani pelanggan barusan, Ara membereskan buku pelajaran ke dalam tas sekolahnya. Bersiap untuk pulang. Ara mengunci laci uang dan pulang saat sudah tiba waktunya.

Dengan riang hati Ara berjalan kaki dari tempatnya bekerja menuju rumahnya. Tidak cukup jauh hanya perlu 30 menit berjalan saja.

Ara sudah di depan pintu, merogoh kunci rumah di saku seragamnya dan membuka pintu itu. Rumahnya gelap dan sepi. Dan dingin. Ara menghela nafas lalu melangkah menuju kamarnya.

Ara mandi dengan singkat dan membaringkan tubuh lelahnya di kasur tanpa menyalakan lampu. Hemat listrik. Memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur.

Tak berapa lama sayup sayup Ara mendengar sesuatu yang aneh. Rumahnya sepi sehingga suara apapun mudah terdengar. Ara kira itu hanya pendengaran nya yang salah. Tapi beberapa saat kemudian suara itu muncul lagi. Kali ini seperti suara langkah kaki.

Rasa takut mulai merayapi diri Ara, meski begitu Ara memilih diam dengan memejamkan matanya kuat. Suara itu terasa semakin dekat, detak jantung Ara sudah bekerja tidak normal bahkan nafasnya juga ikut tersendat sendat.

Merasa ada sesuatu yang mendekat, Ara memberanikan diri untuk mengintip. Dan sontak membuat Ara hampir berteriak. Tapi tidak sempat. Ia tidak bisa berteriak.

Matanya melebar saat melihat sepasang mata menatapnya tegas dan membuat Ara semakin takut.

Apa dia pembunuh? Apa aku akan mati malam ini? Apa begini akhir hidupku? Tapi apa untungnya membunuh gadis sebatang kara yang miskin ini? Tuhan tolong aku!

Karena terlalu takut, ia menutup matanya erat erat. Merapalkan doa apapun yang ia ingat dan terus meminta tolong pada Tuhan.

"Hei."

Ara membuka matanya. Ia merasa kenal dengan suara itu. Suara...

Ditatapnya orang itu. Meskipun dalam kegelapan Ara bisa tau kalau orang itu sedang tersenyum padanya.

Dia bukan pembunuh.

Orang itu menjauhkan tangannya dari mulut Ara agar tidak berteriak tadi. Ara bangun dari posisi tiduran nya dan berjalan menuju pintu kamar guna menyalakan lampu. Saklar nya ada di sana.

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang