"Kedua. Mereka pasti akan nempatin lo di suatu tempat. Bangun dan coba buat cari keberadaan Bian di tempat itu."
Jantung Ara bekerja begitu keras seolah mendobrak tulang rusuk sampai ia merasa bisa mendengar bunyi jantungnya sendiri yang bergerak sangat cepat karena situasi tegang yang sedang dialaminya. Ia berjalan mengendap-endap dari kamar yang ia tiduri. Orang yang membawanya tadi, menggendong Ara dan menempatkannya di sebuah kamar yang entah milik siapa, Ara tidak peduli.
Setelah sepuluh menit Ara tetap berpura pura pingsan di kamar itu dengan hati gelisah, ia langsung membuka matanya dan bangkit mendekati pintu kamar itu, kemudian menguping dan mengintip keadaan dari lubang kunci. Setelah di rasa cukup sepi dan aman Ara mencoba keluar dari kamar itu tanpa menimbulkan suara. Sebisanya.
Syukurlah orang tadi tidak mengunci pintu kamarnya, jadi Ara mencoba meneliti tempat ini, yang tentu nya sangat bagus interiornya. Tapi ini bukan saat yang tepat untuk Ara mengagumi rumah besar yang ada didepannya karena ia harus menemukan Bian seperti rencana Kai.
Mata coklat terang Ara bergulir terus menerus untuk memperhatikan ke sana kemari memastikan tidak ada siapapun yang melihatnya mengendap endap di rumah ini. Tubuhnya menegang saat mendengar suara berisik di sebuah ruangan yang tak jauh di depannya.
Apa itu mereka? Mungkinkah itu anak buah dari orang yang membawanya kemari? Apa harus Ara memilih kembali ke kamarnya saja? Tapi bagaimana dengan Bian? Gadis itu pasti tidak baik baik saja, karena situasinya Bian juga sedang di culik. Tapi bagaimana jika Ara ketahuan dan mungkin akan disakiti oleh mereka? Ara takut.
Tapi apa boleh buat, tadi ia sudah berjanji akan membantu Kai menolong adiknya. Jadi dengan segenap keberanian yang ia paksakan, Ara mencoba mendekati ruangan yang sejak tadi selalu berisik. Ia kembali menoleh dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling memeriksa keadaan, dan masih sepi. Ara akhirnya mengintip ke dalam ruangan itu dari lubang kunci, dan matanya melebar melihat Bian terikat di sebuah kursi dengan mulut yang tertutup kain, dan sedang mencoba melepaskan diri.
Segera Ara meraih gagang pintu ruangan itu dan mencoba membukanya. Bingo.
Tidak terkunci.
Seakan keberuntungan memang sedang ada di pihak Ara, gadis itu langsung melesak masuk dengan tergesa. Ia berlari ke arah Bian yang terkejut karena melihat kedatangan nya.
Gadis itu bergumam heboh seakan bertanya kenapa Ara bisa ada di sini. Ara segera melepaskan ikatan kain yang menutupi mulut Bian.
"Kak Ara kenapa ada disini?" Tanya Bian segera setelah mulutnya bebas dari ikatan kain. Wajahnya begitu tegang karena keberadaan Ara yang tiba tiba muncul.
Ara sedikit meringis melihat keadaan Bian yang terikat dengan kondisi acak acakan, kacau dan penuh keringat. Ia mengusap kening Bian dan menyibakkan rambut Bian yang menghalangi pandangannya gadis itu.
"Itu gak penting. Kita harus segera keluar dari sini." Ujar Ara panik dengan tangannya yang sibuk melepaskan ikatan di tangan dan kaki Bian. Bahkan ia merasa kasihan karena pergelangan tangan dan kaki Bian yang memerah, mungkin karena sejak tadi ia memberontak lepas dari ikatan tali ini hingga menggores kulitnya.
Mereka harus segera pergi dari sini!
Setelah semua ikatan yang menahan Bian terlepas, Ara langsung menggandeng tangan Bian untuk keluar dari sana. Tapi baru saja selangkah mereka beranjak, pintu ruangan itu terbuka lebih lebar. Keduanya sontak membeku melihat siapa yang masuk ke dalam ruangan redup itu.
Orang yang membawa mereka ada di sana, dengan memandang Ara dan memasang tersenyum singgung. Sekujur tubuh Ara rasanya tidak mau bergerak untuk melarikan diri karena syok dan takut. Mereka ketahuan!
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...