Hari berlalu. Matahari sudah kembali merajai langit. Ara sudah memasuki gerbang sekolah tepat 15 menit sebelum bel berbunyi. Semalam ia ketiduran karena memikirkan Daniel. Huh. Lelah rasanya.
Lalu sebuah mobil mewah berwarna hitam lewat begitu saja melewati Ara. Ia terus memperhatikan mobil asing itu, entah apa yang membuatnya harus memperhatikan mobil itu. Kemudian ia menarik nafas panjang dan melangkah menuju kelasnya.
****
Hari ini jam kosong terjadi di kelas Ara. Guru mata pelajaran bahasa Inggris tidak masuk karena ada urusan. Jadi guru itu hanya menitipkan tugas untuk di kerjakan muridnya. Alhasil banyak anak dari kelasnya sibuk dengan pekerjaan masing masing. Bercanda, pergi ke kantin atau bahkan sekedar tidur di kelas. Sedangkan Ara ia memilih mengerjakan tugasnya di perpustakaan dengan ditemani Riska.
Dengan memeluk peralatan belajar, keduanya berjalan menuju perpustakaan dengan mengobrol. Sampai mata Ara menanggap sosok itu. Ia mulai gelisah dan memilih menggenggam erat tangan Riska di sampingnya. Si empu tangan memandang heran pada perubahan kawannya yang bertingkah aneh.
"Lo kenapa Ra?" Tanya Riska khawatir.
"Engga." Jawab Ara singkat. Meski Riska tau ada yang tidak beres dengan Ara ia memilih tidak bertanya lagi. Pasti nanti Ara akan membicarakan nya jika memang sudah ingin bercerita.
Ara semakin merapat mendekat pada Riska, menjaga jarak dari orang itu. Ara terus menunduk menghindari kontak dengan orang itu, atau Ara bisa sakit nantinya.
Tanpa sadar ia berjalan dengan cepat agar ia segera melewati orang itu, bahkan Riska juga ikut berjalan mengikuti Ara meskipun ia kesulitan mengimbangi langkah Ara yang cepat. Ia juga membuang muka saat berpapasan dengan orang yang ia kira Daniel itu, ia tidak mau melihat wajahnya.
Barulah Ara bisa bernafas lega saat sudah berjalan melewati orang itu. Keanehan itu tak luput dari pandangan Riska di dekat Ara. Sesuatu pasti terjadi pada temannya ini. Lagi, Riska tidak mau menanyakan hal yang tidak di bicarakan Ara terlebih dahulu perihal hidupnya. Riska tau Ara adalah gadis kuat yang memilih hidup sendiri di banding hidup nyaman dengan keluarga barunya. Hal ini sudah cukup membuat ia tau bahwa Ara bisa menangani masalahnya sendiri. Jika ia meminta bantuannya, sebisa mungkin ia akan selalu membantu. Begitulah Riska dan Ara.
****
Seperti biasa, Ara dan Riska pergi ke kantin saat jam istirahat pertama berbunyi. Kali ini Ara lah yang bertugas memesan makanan. Ia mengantri untuk memesan, dengan sabar ia menunggu antrian. Terlalu fokus untuk memilih apa yang ingin ia pesan, Ia tidak sadar seseorang di depannya menoleh dan sesekali tersenyum padanya. Tapi kemudian ia sadar dan melirik saat ia menoleh kearahnya.
Ara tidak kenal dia, tapi jika di perhatikan senyumnya sangat cerah. Wajahnya juga bersinar. Melihat senyumnya Ara entah kenapa juga ikut tersenyum. Ia begitu manis dan lucu saat tersenyum, membuat kedua matanya menyipit. Itu lucu sekali.
Sampai akhirnya giliran Ara memesan. Lalu segera membawa pesanannya mencari Riska. Ia melihat Riska duduk agak pojok. Ia menghampiri nya dengan perasaan baik setelah melihat senyum orang tadi.
Ia duduk dan mulai makan dengan hikmat. Sampai tak lama kemudian ia mendengar obrolan yang berasal dari meja di belakangnya. Suara itu. Daniel.
Ara kenal suara itu, itu Daniel. Ia menoleh ke arah suara yang dia dengar, orang yang kemarin di rangkul seniornya di koridor. Orang yang berpapasan dengannya tadi. Dia Daniel?
Ara menatapnya dengan lekat, berharap memang ia adalah laki laki yang ia tunggu. Sebentar. Hanya beberapa detik orang itu menatap Ara juga, yang membuat Ara membeku. Tatapan dingin itu. Bukan Daniel. Ara kecewa. Dia memang bukan Daniel. Dia menatapnya hanya beberapa detik lalu setelahnya ia membuang pandangan ke arah seorang gadis di sana. Jika dia memang Daniel dia tidak mungkin melakukan nya kan?
Ara memantapkan diri. Bahwa dia bukan Daniel. Dan berhenti mengharapkan Daniel. Iya harus.
"Kamu tinggalnya di mana sih, ke sekolah kok bawa mobil?" Ujar gadis cantik di sana. Ara bisa dengar pembicaraan mereka.
Sekolah ini tidak terlalu besar dan mewah, jadi sangat jarang siswa biasa memvawa mobil pribadi ke sekolah. Hanya orang tertentu tentu saja, dan Dani yang notabene siswa baru membawa mobil di hari pertama nya. Siapa yang tidak tergoda untuk mendekati lelaki menawan ini.
"Di perumahan baru deket Giant Mall." Jawab Daniel.
"Wah, itu kan perumahan elit. Keren." Puji gadis itu dengan berbinar. Sedangkan Daniel hanya tersenyum miring menanggapi tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel di tangannya.
"Lo gak nanya gue tinggal di mana Za? Gue juga berangkat bareng dia loh." Tanya Farrel yang duduk di samping Daniel dengan posesif. Menatap sengit ke arah gadis yang sekelas dengan mereka, dan gencar sekali mendekati Daniel. Ia tidak suka dengan caranya bicara, terkesan mencari muka. "Jangan suka sama Dani cuma karena mobilnya doang. Bisa jadi tu mobil punya gue, Dani cuma nyupirin aja."
Saza tidak peduli dengan ucapan Farrel. Ia masih terus saja menatap kagum pada Daniel yang masih sibuk dengan ponsel di tangannya. Sedang bermain game online dengan Terra.
"Haha gue yang menang!" Seru Terra dengan semangat. Kemudian menertawakan Daniel yang kalah bertaruh game online dengannya. Daniel membanting ponselnya ke atas meja, kemudian menyugar rambutnya ke belakang.
"Sialan kalah. Siap siap miskin gue." Ujar Daniel pasrah. Awas aja kalau Terra minta yang aneh aneh.
"Yang sabar bang." Kata Terra dengan sumbringah. Ia kemudian meraih sebuah botol minum dan dengan elegan meminumnya.
Di hadapan Daniel, Terra bisa lihat Saza teman sekelasnya sedang mengulum bibir bingung. Ia tidak begitu masalah dengan kehadiran gadis ini cuma ya, Terra kurang menyukai caranya berpakaian. Terlalu terbuka. Meskipun masih aman, tapi tetap saja etika berpakaian sangat penting menurutnya.
"Em Dani, kalo boleh nanya kamu udah punya pacar belum?" Tanya Saza penasaran. Sejak tadi ia menimbang akan bertanya atau memendamnya.
Di posisinya, Ara tertegun. Ara berdebar, penasaran untuk mendengar jawaban apa yang akan Dani itu katakan.
Daniel hanya tersenyum singgung, menatap lurus kearah Saza yang sudah berharap di tempatnya duduk. Ia hendak membuka mulut bicara tapi suara dari Terra membungkam nya.
"Dani punya pacar? Tuh pawangnya di samping dia." Tunjuk Terra menggunakan dagu ke arah Farrel yang langsung tersedak kuah soto miliknya. Ia terbatuk batuk sedangkan Terra tertawa bahagia.
"Gila lo, gue lempeng tau." Ujar Farrel dengan emosi. Wajahnya memerah karena pedih di tenggorokannya karena tersedak kuah soto yang lumayan pedas.
Saza tertawa menyadari bahwa Terra baru saja bercanda. Kemudian ia melirik ke arah Daniel, lelaki itu hanya tersenyum dan tidak memberi reaksi apapun. Antara iya atau tidak.
"Jawabannya udah atau belum?" Tanya Saza menekan Daniel untuk menjawab.
"Menurut lo?" Tanya Daniel balik, ia mengangkat sebelah alisnya. Saza langsung lega dan tersenyum melihatnya. Seperti yang ia duga.
Di tempatnya Ara merasa sesak dan aneh di dadanya. Dengan cepat ia segera menghabiskan baksonya dan ingin bergegas pergi. Harusnya Ara tidak menguping. Ia harusnya mendengar nasehat ibu tentang jangan mendengar apapun yang bukan harusnya di dengar. Harusnya Ara mengabaikan saja percakapan mereka meskipun terdengar olehnya.
Ara tidak perlu mendengar nya karena memang itu bukan hal yang harusnya ia dengar. Mungkin air matanya tidak mungkin jatuh hari ini. Jawaban Dani yang itu sedikit membuatnya kecewa. Benar, Ara mencoba yakin kalau dia bukan Daniel nya. Dia bukan Daniel pacarnya. Tapi semakin ia yakin kenapa semakin ia merasa dia memang Daniel nya. Daniel orang yang ia tunggu. Kenapa ia merasa jauh darinya, Ara rindu Daniel. Daniel kamu dimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIEL
FanfictionBerniat keluar rumah untuk membeli mi instan di minimarket, Ara malah menemukan seorang lelaki terbaring di halaman rumahnya dengan wajah babak belur dan bajunya yang penuh darah. Meski awalnya ragu untuk menolong tapi Ara akhirnya membawa lelaki ya...