76

1.7K 206 15
                                    

"Ini satu satunya cara, Ra. Biar aku punya alasan buat gak ninggalin kamu lagi." Gumam Daniel pelan, ia frustasi. Terlalu buntu untuk menemukan cara terbaik agar Ara tetap bisa bersamanya, agar tidak ada satupun dari orang di luar sana yang bisa menyuruh Daniel pergi menjauh dari Ara. Agar semua orang tau kalau Ara adalah miliknya.

Daniel masih setia memejamkan mata dengan posisi yang masih sama, tak lama Ara merasakan sesuatu jatuh ke wajahnya. Daniel menangis?

Lantas gadis itu membuka matanya memastikan apa yang ia duga, dan benar sebuah bulir air mata jatuh dari mata Daniel yang tertutup.

Meskipun sedikit ragu, tangan Ara terulur untuk mengusap pelan wajah Daniel menenangkannya. Lelaki itu menjauhkan wajahnya sedikit untuk menatap gadisnya dengan lebih jelas. Bukankah Ara terlalu baik untuknya?

Elusan ringan itu melegakan untuk Daniel, tapi isi kepalanya masih sama. Jadi ia memasang wajah sendu dan mencoba tetap merayu Ara. "Boleh ya Ra?"

Gadis itu menggeleng lemah sekali lagi menolak, meski begitu tangannya tidak berpindah dari pipi Daniel. Tampak sekali wajah Daniel berubah kecewa, lantas ia menjauhkan dirinya dan berakhir duduk di samping Ara yang terlentang, bersandar pada kepala ranjang lalu menutup mata dengan sebelah tangannya.

Ara menghapus air matanya sendiri, dan bangkit dari posisinya. Ia sedikit merapikan dirinya sendiri, sebelum akhirnya mendekati Daniel yang kacau. Kapan terakhir kali Ara melihat Daniel sekacau ini?

Tangan Ara terulur menyentuh bahu Daniel yang diam saja. Tidak ada respon apapun darinya, membuat Ara merasa sedikit menyesal. Ayolah, mereka bahkan tidak pernah bertengkar dengan masalah begini sebelumnya. Hal seperti ini asing untuknya.

"Daniel." Panggil nya, dan Daniel masih tetap bergeming.

"Daniel, liat aku." Ujarnya sambil meraih kedua bahu Daniel untuk menghadap padanya. Tangan Daniel yang semula menutup kedua matanya itu turun, tampaklah kedua matanya yang sepenuhnya memerah menahan tangis.

Hati Ara teriris melihatnya. "Pasti ada cara lain, selain apa yang kamu pikirin. Aku disini Daniel, aku gak akan pergi." Ara mengambil nafas berat sebelum akhirnya kembali bicara.

"Aku bahkan ambil resiko buat ketemu sama kamu kaya tadi, apa kamu kira aku bakal ninggalin kamu karena hal kecil?" Mata Daniel yang memerah itu menatap balik padanya.

"Gimana kalo aku yang pergi?" Tanya Daniel.

"Aku yakin kamu pasti balik lagi. Aku bisa nunggu kamu, kayak sebelum sebelumnya."

"Kalo aku pergi dan gak balik lagi?"

Gadis itu diam sesaat, kalau Daniel tidak kembali lagi, apa yang akan ia lakukan?

Ia tersenyum tipis. "Itu artinya ada hal baik yang kamu dapetin di sana. Hal yang lebih baik dari aku."

Mendengar itu, Daniel merasa buruk dengan dirinya sendiri yang berniat merusak gadis yang ia sayangi hanya untuk mencari sebuah alasan. Alasan konyol yang bisa saja menghancurkan mereka berdua dan orang orang di sekitar mereka. Setelah apa yang dikatakan Ara padanya, bukankah memang Ara terlalu baik untuknya.

"Ra."

"Daniel." Panggil keduanya secara bersamaan. Tapi suara Ara lebih dulu memotong apa yang ingin dikatakan Daniel padanya.

"Jadi tolong Daniel, jangan lakukan apapun yang bisa bikin aku benci sama kamu." Ujarnya lalu ia menunduk tidak bisa beradu tatap lebih lama dengan Daniel yang kini memang sudah menjadi Daniel yang biasa, tapi rasa takut dengan Daniel yang tadi masih bisa ia rasakan.

"Aku gak mau kamu jadi orang kaya gitu. Aku gak mau benci sama kamu."

Lelaki macam apa Daniel ini, ia memaksa membuat alasan yang malah menyakiti gadisnya. Bahkan disaat Daniel sudah melukai harga dirinya, gadis ini masih memikirkan soal Daniel, lelaki bodoh ini.

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang