Pengungkapan

17 3 0
                                    

24 Juni 2044. Jam 07.05. Markas Besar Intelijen Negara.

Gadis itu duduk memeluk lutut di pojok kamarnya. Rambut hijau panjang tampak kehilangan warnanya serta sangat berantakan. Dokumen laporan hari kemarin tercecer berantakan di seluruh kamar bercampur dengan barang-barang kecil seperti bantal, pensil, jam weker digital, serta hiasan-hiasan perunggu.

Dia sudah begitu sejak kemarin malam. Setelah mendapat laporan, dia langsung pergi ke kamar, mengurung diri dalam kegelapan, bahkan meski teman-temannya sudah menggedor-gedor pintu, dia seolah tidak mendengar.

Dia memejamkan matanya, seperti tertidur, tapi sebetulnya dia belum menemukan ketenangan. Dia tidak bergeming meski cahaya mentari sudah menembus tirai jendela.

Kemudian, ketukan pintu yang tegas terdengar kuat, membuat mata lelah si gadis kembali terbuka.

"Ellia, maaf mengganggu, ini Inett."

Inett. Inerta, nama yang dia kenal baik. Itu adalah sahabat baiknya, walau Inerta sebetulnya berada di divisi ksatria elit dan bukan intelijen.

"Ellia? Kau di sana? Apa kau masih tidur?"

Suara Inerta semakin keras, membuat kepala gadis itu serasa berdenyut. Tapi dia masih tidak menjawab. Gadis itu berharap kalau sahabatnya akan menganggap dirinya sedang tidur dan pergi saja. Sayangnya, Inerta bukanlah orang yang gampang menyerah.

"Ellia, maaf aku melakukan ini," nada bicara Inerta berubah drastis. Tak lama kemudian, cahaya hijau menyelimuti pintu kayu seperti guyuran air. Setelah cahaya itu menghilang, engsel pintu dapat berputar. Gadis berambut cokelat mendorong daun pintu lebih lebar, dan langsung tergemap melihat kamar yang seperti kapal pecah.

Namun, gadis itu lebih terkejut melihat kondisi sahabatnya di pojokan. "Ellia....... kau.........."

Ellia mengangkat sedikit wajahnya. Kantung mata tebal jelas terlihat di bawah bola mata bertatapan kosong, "hei, Inett...... kau tampak biasa saja hari ini."

Inerta tidak merasakan adanya jiwa dari kata-kata Ellia. Malah dia bersuara seperti boneka yang rusak. Gadis berzirah merah itu berjalan masuk kamar dengan sepatunya yang berhak rendah, tapi berhenti begitu saja saat melihat secarik dokumen di atas lantai. Dia menunduk, mengambil dokumen itu.

Judulnya bertuliskan "Laporan Kelahiran Lost Order". Itu adalah laporan yang berisikan detail serta kronologi bencana terbaru, kelahiran penyihir gelap berbahaya yang disebut Lost Order.

Setelah membaca keseluruhan dokumen itu, Inerta semakin paham akan kesedihan Ellia. Dokumen itu menjelaskan bahwa seorang penyihir berbakat di timur Rearia, Urd sin Freud, telah ditemukan menjadi Lost Order setelah melihat orangtuanya, adik-adiknya, tetangganya, seluruh orang di kota kecilnya terbunuh oleh serangan pasukan teroris. Keadaan mental yang turun secara drastis mengantarkan Urd Sin Freud menjadi penyihir gelap.

Inerta menatap Ellia dengan kasihan. Dia tahu itu, Ellia sering menceritakannya. Urd Sin Freud adalah tunangan Ellia. Gadis itu bahkan sudah sangat dekat dengan orang tua, serta orang-orang di kota asal Freud. Pernikahannya direncanakan akan dilangsungkan bulan depan, dia juga sudah mengambil cuti menikah. Sayang sekali harus ada insiden seperti ini.

Ellia tak berbicara apapun lagi setelah sapaan singkat tadi. Meski Inerta telah menatapnya lama, dia tidak merespons. Inerta juga tak tahu harus berkata apa. Dia tengah berada di luar kota kemarin, dan baru mendengar kabarnya pagi tadi. Sesaat dia menyesal begitu dalam karena tidak berada di tempat yang tepat di waktu yang tepat.

"Ellia, dengar, aku tahu kau sedang dalam kondisi yang buruk, aku juga mengerti kesedihanmu, tapi aku rasa aku harus mengatakan ini....." Inerta tidak langsung melanjutkan. Dia menunggu reaksi Ellia, tapi nihil. Akhirnya, dia melanjutkan saja, "Urd sin Freud, pria yang baru saja menjadi Lost Order, telah mengakibatkan enam kota pinggiran mengalami kehancuran. Ratusan orang tewas, ribuan terluka. Dua ratus ribu orang kehilangan rumah mereka......... aku tahu ini bukan saat yang tepat untuk mengatakannya padamu, tapi..... kerajaan telah memutuskan untuk menghukum mati Urd sin Freud."

Seven Dragoneer: ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang