Salam Terakhir (Bagian 1)

12 1 0
                                    

Saber membuka mata di atas kasur berseprai putih. Begitu lembut dan hangat. Kepalanya bersandar nyaman di atas sebuah bantal bersarung kain katun. Tubuhnya terlentang lurus masih mengenakan kaus abu-abu cerah yang sebelumnya dia kenakan di balik kemeja.

Hal pertama yang dia lihat adalah rangka kayu dari ranjang atas, yang tampak mengilap di bawah terangnya lampu langit-langit. Dia kemudian menoleh melihat jam dinding digital di atas televisi.

Jam 07:09 malam. Tanggal 24 Agustus 2049.

Saber bangkit dari ranjangnya. Sedikit pusing ia rasakan karena bangkit tiba-tiba. Penglihatannya buram sementara. Ketika dia sudah terbiasa, ingatannya mengalir kembali mengingat seluruh kejadian yang terjadi sebelum dia bangun.

"Benar juga...... pesta itu....."

Dia berdiri, meregangkan tubuhnya hingga kembali merasa segar. Dia belum pernah tidur di sore hari sebelumnya, dia juga aneh kenapa dia bisa tertidur. Dia selalu merasa tubuh dan semangatnya akan memburuk kalau tidur di sore hari. Dan memang benar saat ini dia tidak merasakan keinginan apa pun untuk menghadiri pesta penutupan turnamen.

Setelah mandi sebentar, dia berjalan dengan kaus merah dan celana pendek hitam. Dia gantungkan handuk di kamar mandi, lalu pergi ke depan lemari. Dia terdiam sejenak setelah menyentuh gagang pintu lemari. Matanya melirik ke ranjang. Dia berjalan, membungkuk, lalu mengulurkan tangannya ke kolong. Tangannya menarik sebuah koper besar dari sana.

"Benar juga. Aku..... memesan pakaian pada Stacia." Saber bergumam. Dia buka koper itu. Sebuah dasi dan ikat pinggang digulung rapi di atas jas hitam legam berbahan khusus; anti serangan fisik dan sihir. Dia keluarkan jas itu, celana hitam terlipat di bawahnya, diletakkan di atas kemeja putih bersih yang dipesan sesuai ukuran tubuh Saber.

Dia keluarkan seluruh pakaian di dalam koper, lalu membuka sekat plastik yang menutup lapisan kedua dari koper tersebut. Sepasang pedang partikel, bola-bola berisi eliksir sintetis, suntikan berisi obat penekan kekuatan roh serta Jan tangan perak berisi radio superkecil. Barang-barang itu tersimpan dalam sebuah gabus khusus berwarna hitam.

"Itu benar...... aku akan menghadapi kepala sekolah," gumam Saber lagi. Dia keluarkan seluruh barang-barang itu ke atas kasur, lalu menatapnya erat.

Dia sudah merencanakan ini sejak lama, dia ingin menyelesaikan semuanya secepat mungkin agar dia bisa menarik napas sejenak sebelum bertarung lagi nanti. Dia akan mengungkapkan identitas kepala sekolah, lalu meminta Setemia untuk menahannya di dalam <Realm of Divinity>. Setelah itu tinggal menghadapi Anneth, yang mana tidak akan sulit semenjak kepala sekolah nanti akan terjebak di dalam ruang suci Garuda.

Seharusnya semua memang sesuai, tapi entah kenapa ada perasaan aneh yang seolah menggantung di pundaknya. Dia tak dapat menjelaskannya, bahkan dirinya sendiri juga tidak mengerti. Dia hanya merasa kalau ada sesuatu yang mengganjal, seperti ada yang hilang, tapi dia tidak tahu apa itu.

Saber tiba-tiba menggelengkan kepala kuat, menyingkirkan segala pemikiran berlebihan. Dia yakin semua akan baik-baik saja. Dia sudah memikirkan semuanya sejak lama, sejak dia mencurigai kepala sekolah adalah pengamat Abyss. Seharusnya tidak ada yang salah.

Dia meraih kemeja putihnya. Dikenakan kemeja itu hati-hati. Jari-jemari ramping menarik celana hitam formal ke pinggang. Setelah memasang ikat pinggang, dia menyelipkan seluruh barang-barangnya ke sana. Tas khusus berisi bola-bola eliksir di belakang, dua gagang pedang partikel di dua sisi pinggang, kotak khusus untuk suntikan penekan energi roh, di pinggang kanan depan gagang pedang.

Saber sempat meraih dasi hitam di dalam koper, tapi langsung disimpan lagi. Dia kunci koper sebelum mendorongnya kembali ke kolong ranjang. Dia berdiri, membuka lemari di sebelah. Sebuah sweater hitam diambilnya, dikenakan di atas kemeja putih. Setelah itu dia balut lagi tubuhnya dengan jas hitam semi-formal. Terakhir, dia tekan pengait pada jam berwarna perak di pergelangan tangan kirinya.

Seven Dragoneer: ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang