Rabu, 24 Agustus 2049. Rumah Sakit Khusus Militer Rearia. Jam 10.54.
Sebulan berlalu sejak saat itu. Saber masih terbaring di ranjang putih dalam ruangan yang juga putih. Gorden jendela kecil berkibar terkena angin dingin sepoi-sepoi. Tampaknya mana alam cukup negatif saat ini, musim dingin akan datang jauh lebih cepat.
Kelopak bunga berwarna merah beterbangan ke dalam ruangan, mendarat di tubuh Saber seperti tetesan cat merah. Saat salah satu kelopak itu mendarat di hidung mancungnya, mata kiri peraknya terbuka, menangkap cahaya terang untuk pertama kalinya setelah satu bulan menutup.
Hidungnya mengerut saat bau obat-obatan menusuk penciumannya. Ia segera menoleh, dan mendapati rak kaca penuh obat dan alat-alat medis di ujung ruangan. Kembali ia menatap langit-langit yang dicat putih.
Tidur panjang tanpa mimpi, tanpa merasakan apapun, tanpa mengetahui apa yang telah terjadi pada dunia dalam sebulan terakhir, dan Saber baru menyadarinya ketika melihat kalender, dua meter di depan telapak kakinya.
Saber mengangkat lengan kanannya yang kurus, ditutupi oleh sehelai lengan baju pasien yang berwarna abu-abu cerah. Saat ia menyingsingkan lengan bajunya, tato hitam telah memanjang dari ujung jarinya hingga ke bahu.
Sementara, saat ia menyentuh kepalanya, rambut peraknya telah memanjang sedikit hingga benar-benar menutup sebagian wajahnya. Mata kirinya juga sedikit terkena imbas dengan sedikit buramnya penglihatannya.
"Masih juga ya?" gumamnya, lalu ia merapikan rambut poninya hingga menutup seluruh wajah bagian kanannya.
Saber melirik pada pemandangan dunia luar. Banyak sekali gedung pencakar langit yang berdiri, sementara dirinya juga berada di kamar yang cukup tinggi dari tanah. Angin yang berhembus cukup kencang membuat usaha merapikan rambutnya menjadi percuma. Rambut putihnya berkibas seperti rerumputan di padang rumput musim semi.
Jalanan besar di bawah mengingatkan Saber akan suasana jalanan Kota Micrea yang padat. Baru dua detik ia memikirkan itu ketika ia sadar bahwa sekarang ia memang berada di kota terbesar di Rearia itu.
"Pusat Kesehatan Militer Rearia, tak salah lagi," ujarnya sambil memandang orang-orang berjas putih keluar-masuk gedung, "begitu ya, aku dibawa ke sini."
Saber menarik kembali kepalanya masuk ke dalam kamarnya. Saat ia menoleh ke pintu masuk kamarnya, ia mendapati tubuh yang sedang duduk di sisi ranjangnya. Saat ia melirik lebih jauh, wajah polos Nora yang sedang tidur terlihat jelas meski hanya dengan mata kirinya.
Gadis vampir itu tertidur sambil bersandar pada dinding di belakangnya. Kursi kecil menjadi alas duduknya. Jaket putihnya terlihat menyatu dengan dinding, sementara rok abu-abu yang ia pakai sangat jelas menunjukkan itu adalah rok seragam dari akademi.
Rambut peraknya kini diikat seperti ekor kuda, tapi terlihat lebih halus seperti susu. Gigi taringnya juga sedikit mencuat, meski hampir tak terlihat. Dua kali meminum darah Saber dalam jumlah banyak pada waktu singkat pasti membentuk perubahan besar pada tubuh dan aliran sihirnya. Mungkin saat Nora sudah bangun, mata merahnya akan lebih menyala.
Ketika menatap Nora, Saber langsung menarik selimut putih tipisnya, lalu ia tutupi tubuh Nora dengan selimut itu. Bulan agustus akhir sebenarnya adalah musim panas, tapi mana alam yang kebetulan sedang tak karuan menyebabkan suhu udara lebih dingin dari yang seharusnya.
Tepat setelah Saber memakaikan selimut pada Nora yang tertidur, pintu kamar terbuka, beberapa orang dengan pakaian beraneka ragam warna langsung terkejut melihat Saber yang telah bangun dan berdiri seperti tak pernah koma.
"Kalian?"
Veyr, Fran, dan Karen datang menjenguk, dengan ketiganya memakai sweater hangat dalam udara yang dingin ini. Kantung plastik putih terisi sesuatu, di bawa oleh Veyr yang membukakan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Dragoneer: Zero
Fantasy«Completed» Dua tahun setelah Saber dan Nora bertempur. Saber yang dibawa oleh kerajaan harus menepati janjinya untuk kembali kepada Lucia. Di sisi lain, ia harus menyembunyikan identitasnya sebagai di kalangan calon ksatria kerajaan. Namun, semuan...