Kamis, 30 Agustus 2049. Akademi Khusus Ksatria Kerajaan. Jam 10.12.
"Begitu, tak ada hasil ya?"
- benar, karena informasi tentang apa yang menjadi mayoritas Intelijen negara sama sekali tak boleh bocor.
"Baiklah, terima kasih,"
- Ya, sampai jumpa lagi.
Saber menutup panggilannya. Dua detik setelahnya ia terpaku menatap barisan nomor dengan nama "Keira" di atasnya. Lalu dia mematikan ponselnya dan pergi dari lorong itu.
Itu adalah gudang logistik Akademi Ksatria. Memang jarang sekali ada orang yang lalu-lalang ke sana, karena jaraknya tak ditempat yang ramai. Namun, kecerobohan penjaga adalah seringkali lupa mengunci pintunya, sehingga bisa dimasuki oleh orang-orang yang mengetahui hal itu.
Saber menyimpan ponsel pintarnya ke saku celana hitamnya. Lalu memakai tudung Hoodie untuk menyembunyikan penampilan saat memasuki wilayah ramai orang.
Satu-satunya alasan kenapa dia sampai melakukan itu adalah koran akademi hari ini. Saber menjadi sorotan utama klub jurnalistik. Tidak ada yang menyangka seseorang terlemah bisa mengalahkan seratus besar semudah itu, seakan Saber hanya menepuk seekor nyamuk.
Seringkali dia kerepotan dengan orang-orang klub jurnalistik yang datang untuk mewawancarainya. Tidak hanya di kelas atau taman, tapi bahkan sampai ke kantin, perpustakaan, dan bahkan toilet umum. Itulah sebabnya Saber menutup penampilannya. Sebenarnya sejak awal, menjadi terkenal seperti itu adalah salah satu alasan kenapa Saber tidak ingin menunjukkan kekuatannya.
Ia berjalan di belakang gedung kelas untuk ke kamarnya. Berjalan di taman saat sedang ramai akan membuatnya kerepotan.
"Jadi, apa yang ingin kamu ketahui?"
Kata-kata itu membuat pikiran Saber sedikit terganggu, karena dia sangat yakin harusnya dia tidak ketahuan. Tapi pada saat yang sama, telinganya bisa mengetahui siapa yang sedang berbicara.
"Jangan ganggu aku, Nona Hersting."
Rambut hitam itu terurai seperti akar pohon, sementara tubuh rampingnya berdiri tegap sambil menatap punggung lebar Saber. Matanya menampakkan keseriusan seperti singa yang berdiri di depan mangsanya.
"Mengenai Lost Order," ucap Karen, "hampir tidak ada yang mengetahui apapun mengenai itu, dan memang aku sendiri juga tidak terlalu tahu."
"Lalu kenapa kau datang ke sini?" ucap Saber seperti binatang buas, "dan darimana kau tahu aku sedang mencari informasi Lost Order?"
Karen membuka ponsel pintarnya. Sambil mencari sesuatu, ia berkata, "aku merasa sedikit aneh dengan sikapmu belakangan ini, jadi aku bertanya pada Yuu," setelah dia mendapatkan apa yang ia inginkan di ponselnya, ia memperlihatkan layar ponselnya pada Saber, "lihat?"
Itu adalah wajah seorang pria, berambut hitam pekat, bepipi tipis, mata yang juga kelam, dan kulitnya sedikit kecoklatan. Di bawahnya, terdapat nama Urd Sin Freud yang sangat jelas.
"Hanya ini yang bisa kuberikan padamu," ucap Karen, "sudah ingat? Sekarang biarkan aku menghapusnya," jari-jari Karen melakukan sesuatu, dan informasi itu langsung menghilang, "bisa sangat berbahaya jika orang lain tahu kita mengetahuinya."
"Kau, darimana kau mendapatkannya?"
Karen berdiri tegak seperti sedang upacara, "dengan segala kehormatan, Tuan—"
"Segera hentikan sikap formal itu, atau aku akan langsung pergi," tegas Saber. Karen langsung bersikap biasa.
"Baiklah, maaf." Karen menarik napas untuk menenangkan dirinya sebelum mulai menjelaskan, "mencari informasi seperti ini sangat mudah bagiku. Jangan meremehkan seseorang, bisa jadi dia sangat mengerikan di sisi lainnya. Aku bisa meretas sistem, software, bahkan database negara Rearia yang terkenal super sulit. Mencari informasi dari sekumpulan M.Y.S.T.I.C. kuno itu seperti mengambil kerikil di hamparan pasir bagiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Dragoneer: Zero
Fantasy«Completed» Dua tahun setelah Saber dan Nora bertempur. Saber yang dibawa oleh kerajaan harus menepati janjinya untuk kembali kepada Lucia. Di sisi lain, ia harus menyembunyikan identitasnya sebagai di kalangan calon ksatria kerajaan. Namun, semuan...