Mulai menguak tabir

142 15 1
                                    

Jum'at, 16 Agustus 2049. Akademi Khusus Ksatria Kerajaan. Jam 09.32.

"Aku tak berpikir akan menggunakan itu, sejujurnya saja," ucap Saber pada Yuu yang sedang membalut kepala Saber dengan perban putih.

"Tetap saja!" teriak gadis itu, "menggunakan kekuatan sebesar itu, aku memang belum tahu benar apa dampaknya bagimu, tapi yang kutahu, kamu pingsan selama beberapa hari setelah menggunakannya di Vertmere."

"Ini dan itu beda—aduh!"

Jari-jari Yuu menarik perban dengan cukup kuat. Iris birunya menatap tajam Saber dengan penuh kemarahan, "kamu memang tak bisa diatur ya," setelah mengikat perban itu, ia langsung membereskan kotak p3k di samping tempat tidur, lalu berjalan ke luar setelah meletakkannya kembali ke atas lemari.

"Aku akan bertemu guru sebentar," pamitnya singkat, lalu membanting pelan pintu.

Saber termenung, matanya diam menatap karpet cokelat yang baru diganti, tapi pikirannya sama sekali tak sejalan dengan pandangannya. Waktu itu, Saber juga tak mengerti kenapa dia bisa mengeluarkan sihir yang berbahaya.

Seharusnya, itu adalah kekalahan bagi Saber. Ragnar Dan Rex Tentu menyiapkan rencana yang matang, seperti melihat apa kelemahan Saber, titik butanya, jenis sihirnya, dan lain-lain. Mereka juga bermain licik dengan melemahkan dulu Yuu agar Saber membuka celahnya. Jika Saber memang tak bisa menggunakan sihir di tangan kanan, itu adalah kekalahan. Tapi nyatanya tidak.

Draw

Kata singkat, tapi jika diucapkan sembari fokus pada aliran sihir, akan menciptakan sihir penciptaan yang tak terikat aturan penciptaan. Dengan kata lain, Saber bisa menciptakan suatu benda sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Seharusnya elemennya adalah logam, tapi sejak dua tahun lalu, ada elemen es yang tercampur dalam sihir besinya. Kekuatan roh yang meluap tentu sangat berdampak pada sihir yang diciptakan Saber.

Saber mengepalkan tangannya. Dahinya mengkerut menahan amarah yang menggebu. Itu adalah amarah pertama sejak dia kembali dari Pegunungan Vertmere.

"HUZZAAAAHHHHHH!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Kepalan tangannya hampir menghancurkan tembok di samping ranjang tempat tidur. Hanya tersisa lima mili lagi sebelum itu benar-benar menghancurkannya.

"Iya, aku tahu itu berlebihan...............," Saber menghela napas panjang untuk menenangkan sarafnya. Ingatan saat pertarungan dengan Ragnar hampir membuat amarahnya memuncak kembali, "tapi apa lagi yang bisa kulakukan saat itu?"

Dia melangkah menuju pintu keluar, berniat menenangkan diri dengan berjalan-jalan sebentar di taman. Namun, tepat sebelum ia menyentuh gagang pintu, bel kamar berdering menandakan ada tamu.

"Oh, Nora ya?"

Saat Saber membuka pintu, sosok yang benar-benar bukan gadis vampir itu hampir membuat perasaannya jelek.

"Rex........................."

"Selamat siang, Saber Drake."

Saber tak membuka penuh pintunya, hanya tercipta celah sekitar tujuh sentimeter saja di sana, "apa maumu?"

Rex memiringkan sedikit kepalanya. Ia lalu menjawab dengan tanpa adanya ekspresi sedikit pun, "Jika aku katakan untuk menyapa pemenang apa kau akan percaya?"

"Lebih baik aku percaya dari pada kau bercerita lebih lama."

"Aku sudah menduga kau akan berkata seperti itu," Rex merogoh saku celananya. Sebuah ponsel berwarna merah diambil, "omong-omong, namaku Galion."

"Peduli amat!" Tukas Saber, merasa kesal pada Rex, "cepat katakan urusanmu."

Rex melirik mata Saber yang penuh kewaspadaan, lalu kembali menatap ponselnya, "sebelumnya, aku tidak ingin berbicara di sini, terlalu ramai, dan aku juga takut Ragnar akan menemukanku. Oh ya, yang paling utama dari semua itu," mata Rex bergulir ke bawah, "bisa kau lepaskan pisau dapur lima belas sentimeter di tangan kananmu itu? Sedikit seram merasakan hawa membunuh darimu."

Seven Dragoneer: ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang