Vampir, Peri, dan Sejarah Lama

185 14 5
                                    

Jum'at, 16 Agustus 2049. Akademi Khusus Ksatria Kerajaan. Jam 10.14.

"PERTANDINGAN BERAKHIR, ERIN SIANT DAN NORA RIELDAPH LYPHYD KELUAR SEBAGAI PEMENANG!!!!!!!!!!"

Sorak sorai penonton di tribunnya menggelegar memecah langit. Dua orang pemenang dari turnamen kali ini keluar dari arena turnamen dengan kebanggaan karena telah berhasil mempertahankan peringkatnya.

"Hwaaah....................," Nora mendesah panjang sambil duduk di lantai. Tangan kanannya berayun menghempaskan angin yang membuatnya sedikit lebih sejuk, "panas sekali."

"Yang terburuk tahun ini, kurasa," celetuk Erin sambil membuka tutup botol minuman berenergi, "itu cukup memanggang arena."

"Memanaskan maksudmu?"

"Kurasa lebih tepat memanggang," Erin meneguk minumannya hingga habis setengah botol. Dia menyeka mulutnya sebelum menawarkan minuman itu pada Nora, "mau?"

"Boleh."

Nora dengan tepat menangkap botol minuman yang dilempar Erin. Tenggorokannya langsung terasa sejuk begitu ia meneguk cairan berenergi itu. Dia langsung menghela napas lega setelah menarik kembali mulut botol dari bibirnya, "kembali hidup."

Terik matahari membakar tanah coklat—kering arena turnamen. Dua gadis tangguh yang berpeluh-peluh berjalan keluar dari ruang ganti dengan memakai pakaian olahraga resmi. Sebuah tas hijau besar menggantung pada bahu Nora, berisi pakaian karet untuk bertarung.

Erin berhenti sejenak, tangannya menutup cahaya matahari yang menyinari wajahnya saat ia menengadah. Di tengah langit biru, bola api panas membara itu memancarkan cahaya terik serta suhu panas yang luar biasa.

Nora menghentikan langkahnya, empat meter di depan Erin. Dia berbalik melihat partnernya yang sedang menengadah, "kenapa?"

"Kurasa memang benar mana alam sedang marah kali ini," ujar Erin sebelum ia kembali menunduk dan berjalan menyusul Nora.

"Yah, ini pertengahan Agustus," balas Nora, "apa yang kamu harapkan dari musim panas?"

"Pantai," ucap Erin dengan singkat, "tapi akademi kita bahkan tak memberikan libur, betapa disayangkannya."

Nora tersenyum tipis menanggapi kata-kata Erin, "yaah, meski sudah sepuluh tahun, kurasa tidak ada lagi pantai yang normal di dunia ini."

"Jika ada monster yang muncul, kota bisa mencabut pedang dan menebasnya. Lagipula cukup menarik memikirkan adanya monster di sela-sela turnamen, kau tahu?"

"Itu bukan hal yang baik menurutku."

Di taman luas yang menjadi pembatas antara kelas akademi dan asrama, pohon flamboyan yang daunnya telah gugur berdiri tegak. Erin berhenti sejenak di bawah naungan dahan pohon tersebut.

"Kakiku.........., sakit................," dia meringis dengan tubuh gemetar, lalu duduk perlahan sambil bersandar pada batang pohon tebal.

"Eh!?"

Nora segera menghampirinya, "ke-kenapa?" Erin menunjuk pergelangan kaki kiri, segera Nora membuka sepatu hitam yang menutup kaki kiri Erin dengan jari-jarinya yang lentik. Bercak biru kehitaman terlihat jelas membengkak di pergelangan kakinya, tapi Nora tidak terlalu terkejut, malah dia bersikap biasa saja dengan itu.

"Terkilir?"

"Ya."

"Karena teknik berputar itu?"

Erin memalingkan wajahnya sambil tersenyum tipis, "................ ya.............."

"............................"

Seven Dragoneer: ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang