Rabu, 21 Agustus 2049. Akademi Khusus Ksatria Kerajaan. Jam 11.00.
"Jadi kau masih mengingatnya?"
Erin menatap sinis Nora. Seperti seorang musuh bebuyutan yang kembali dipertemukan. Itu tak salah sepenuhnya, karena Erin masih ingat ekspresi apa yang dia buat ketika melihat kepala kakaknya digantung berlumuran darah di depan istana elf.
"Mana mungkin aku melupakan tempat dari mana aku berasal," jawab Nora, lalu dia balik menatap Erin, "aku tahu, kamu pasti berpikir kalau tujuanku bertanya padamu itu karena kamu menganggap aku mungkin akan menyerang ratu jika beliau tidak baik-baik saja, tapi lihatlah, fakta bahwa aku belum pernah melakukan perlawanan setelah menyerang Machenhaft dua tahun lalu, itu bukan sekedar menunggu kesempatan, bukan?"
"....................," Erin berpikir kembali. Apa yang dikatakan Nora memang benar. Dia tak mungkin memberitahukan kondisi ibunya kepada orang lain. Terutama anak dari pria bajingan yang membunuh kakaknya.
Namun, jika dipikir ulang, bisa saja benar, Nora mungkin telah berubah, dan meski Erin tak mau mengakuinya pengaruh Saber cukup kuat untuk membuat Nora berubah.
Erin menatap Nora, matanya menerawang pada tatapan iris vampir Nora. Ketika dia bertanya, Erin dapat merasakan kalau tak ada niat apapun kecuali murni bertanya, tapi itu tetap tak menjamin kalau Nora tengah mempersiapkan sesuatu dengan pasukan vampirnya.
Dia mendesah panjang, mencoba berpikir lebih rasional. Mungkin itu memang hanya sekedar kepedulian seorang cucu, dan Erin merasa bodoh karena terus memikirkannya, "ibuku sakit, pasukan kami tengah terdesak oleh bangsa dari Semesta Merah. Jujur, alasan kenapa aku ingin membawamu adalah untuk memaksamu bertarung bersamaku melawan mereka. Hal itu bisa lebih mudah jika kau tak mengetahui apapun tentang keluargamu, tapi sepertinya tidak ya."
Nora tersenyum, menampakkan gigi taringnya yang putih, "siapapun aku, di manapun aku, yang paling tidak boleh untuk dilupakan adalah keluargaku, meski memang yang baru kutemui hanyalah Erin dan Rex," Nora berdiri setelah mengucapkan itu. Handuk kecil berwarna putih kembali disimpan ke dalam tas biru tua yang selalu ia bawa.
Erin hanya menatap setiap gerak-gerik Nora. Tak ada yang aneh sedikitpun. Malah Nora seperti tak memberikan sedikitpun kewaspadaan pada Erin. "Aku tak menyangka kau bersikap setenang itu setelah aku sendiri mewaspadaimu."
"Mau bersikap waspada pun percuma. Kita adalah partner sekarang, dan aku ingin kita fokus pada pertarungan nanti. Kurasa musuhnya lebih berat dari yang kita kira."
"Siapa musuhnya?"
"Saber dan Yuu."
Erin terkekeh seakan meremehkan musuhnya itu, "mereka adalah murid yang bangkit, sedangkan kita sudah bertahan di tiga besar selama dua tahun, apa yang perlu dikhawatirkan?"
Nora menatap Erin yang sombong. Ia berbalik dengan sedikit kesal, "aku lebih takut pada mereka yang bangkit dibanding bertahan, karena aku yakin mereka telah berhasil melalui perjuangan yang lebih berat dari kita," kaki rampingnya kemudian melangkah pergi. Erin menatap punggung gadis itu yang perlahan semakin menjauh. Setelah kesadarannya kembali, dia segera membereskan barang-barangnya dan menyusul Nora.
"Tunggu!"
---------------------------------------------------------
Tanggal yang sama. Aula Pelatihan Akademi Kerajaan. Jam 10.57.Laki-laki itu terduduk dengan kepala yang seakan menggantung. Tangan kanannya masih menggenggam gagang pedang partikel yang dimatikan. Rambutnya basah oleh keringat yang masih menetes ke lantai beton.
Ledakan mana hitam yang sangat besar itu sangat sulit untuk ditahan, bahkan oleh Saber sendiri, tapi sumber ledakan mana itu sendiri tengah terduduk lemas di tengah ruangan. Rambutnya berubah menjadi sedikit gelap. Empat hari ini dia berjuang untuk mengendalikan malaikat jatuh itu. Sangat berat perjuangannya untuk sampai ke titik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Dragoneer: Zero
Fantasy«Completed» Dua tahun setelah Saber dan Nora bertempur. Saber yang dibawa oleh kerajaan harus menepati janjinya untuk kembali kepada Lucia. Di sisi lain, ia harus menyembunyikan identitasnya sebagai di kalangan calon ksatria kerajaan. Namun, semuan...