Si Pengamat

21 4 0
                                    

Sabtu, 24 Agustus 2049. Akademi Khusus Ksatria Kerajaan. Jam 20.03.

Saber meminum jus limun di dalam gelas anggur, menyegarkan kembali tenggorokannya yang terasa kering akibat pidato mendadak. Selepas dia menghabiskan tegukan terakhir, akhirnya dia bisa menghela napas lega.

Pidatonya tak banyak, mungkin tak juga berkesan bagi sebagian orang. Dia bercerita tentang ketidaksempurnaan sistem peringkat, penindasan akibat adanya sistem peringkat, kesombongan, keserakahan, rasa iri akibat adanya peringkat dan sebab kenapa dia sebenarnya tak pernah mau berada di peringkat atas. Setelah itu, dia melanjutkan dengan menyemangati para peringkat bawah agar bisa merangkak ke atas secara sportif.

Pidatonya menghasilkan banyak tepuk tangan, tapi dia sendiri tidak yakin apa mereka benar-benar merasa kagum atau sekadar formalitas saja. Yang pasti, jika diminta untuk berpidato lagi, mungkin Saber akan lari saja pulang.

Dia dikerumuni banyak orang selepas turun dari panggung, sama seperti kelima orang lainnya. Bahkan tampak jumlah jurnalis yang mengelilingi Setemia tak kalah dengan Saber. Kebanyakan bertanya tentang kekalahannya, tapi Setemia hanya berkata singkat, "aku puas dengan hasil itu." Kemudian dia memaksa pergi.

Perlu beberapa waktu untuk bisa memuaskan para jurnalis. Ketika satu pertanyaan terjawab, mereka akan datang dengan pertanyaan lain seperti polisi yang tengah menginterogasi tersangka. Tentu saja, informasi sekecil apa pun akan menjadi keuntungan bagi mereka. Tapi Saber pergi ketika pertanyaan yang datang mulai masuk ke ranah pribadinya.

Saber berjalan mendekati si peri Rex, yang tengah mengobrol dengan beberapa gadis. Dua gelas jus limun diam tak bergeming di genggaman tangannya.

Rex mengenakan jas putih dan dasi bergaris. Rambut pirangnya juga disisir ke belakang, menampakkan mata yang agak satu. Saber tak tahu tentang itu, tapi dia pikir menurut pandangan wanita mungkin memang Rex terlihat keren.

"Kau cukup populer," ujarnya saat para gadis itu sudah pergi. Rex menyeringai, terkikik sebentar sebelum menerima gelas dari Saber.

"Itu tak seberapa dibanding kau. Bagaimana rasanya populer?"

"Tidak buruk, tapi tidak terlalu menyenangkan juga. Kau tahu? Mereka bertanya apa yang kumakan, bagaimana pola makanku, bagaimana cara tidurku, apa yang kulkaukan tiap pagi. Itu membuatku merasa diinterogasi."

"Kurasa itu wajar," Rex menempelkan bibirnya pada tepi gelas. Wajahnya mendongak perlahan, kemudian langsung menjauhkan lagi gelas itu begitu jus di dalamnya sudah dia minum, "apa ini?"

"Jus limun. Kau tidak suka?"

Rex menatap minuman itu lama, kemudian berjalan melewati Saber. "Aku hanya tidak terlalu suka asam."

"Eeh, peri seperti kau juga punya sesuatu yang tidak disukai ya?" Kata Saber sambil mengikuti Rex di sampingnya.

"Meski aku peri, nyatanya sebagian besar tubuhku berfungsi layaknya manusia normal." Rex meletakkan gelas berisi jus limun itu ke meja prasmanan, lalu mengambil gelas lain berisi minuman berwarna kemerahan, "aku lebih suka apel." Dia berjalan lagi menjauh dari kerumunan, seolah tahu apa yang akan mereka bicarakan bukanlah untuk didengar umum.

"Jadi, apa yang kau ingin katakan?"

"Eh? Bagaimana kalau aku bilang cuma ingin menyapa saja?"

Rex berhenti melangkah di dekat dinding, benar-benar tampak menjauh dari kerumunan. Dia meneguk jus apelnya hingga habis sebagian, lalu mulai berbicara.

"Karena bercanda seperti itu sama sekali tidak lucu."

Pemuda naga itu terkekeh mendengar kata-kata sinis Rex, yang mana memang benar. Candaan itu kuno dan tidak lucu.

Seven Dragoneer: ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang