Phoenix-Zeele

279 17 1
                                    

Senin, 17 Juli 2049. Lembah Prymist, Pegunungan Vertmere. Jam 15.28.

Awan gelap berkumpul menaungi hutan. Langit seakan tak kuasa menatap lagi pertarungan menyedihkan dari sang ratu hutan dan sang naga hitam. Asap dan debu dari ledakan mulai meninggalkan pohon Cemara besar yang menjadi arena bertarung mereka. Siluet dua ksatria terlihat hingga asapnya benar-benar lenyap.

Darah merah yang sedikit kental menodai rumput hijau, kemudian menetes lagi ke tanah yang hangat. Pedang panjang berlumur warna merah darah terus mengulangi hal yang sama; meneteskan darah dari ujungnya.

Valna mendapat poin mutlak. Tubuh Saber kini memiliki luka besar menganga hasil dari pedang Valna yang menembus dada hingga perutnya. Genggaman penuh dendam dari Valna disalurkan pada pedangnya dan dilampiaskan pada tubuh Saber.

Saber, dengan pedang partikel panjangnya, hanya menggores sedikit tulang pipi Valna, tapi itu sama sekali tidak membuat Valna merasakan kesakitan. Pedang besar itu masih tergenggam erat meski terlihat meleset dari sasaran utamanya. Darah juga keluar dari mulutnya, menetes ke rambut hijau muda Valna.

Namun, walaupun ia berhasil menyerang Saber dan melukainya, Valna sama sekali tidak tersenyum. Sebaliknya, raut wajah penuh kemarahan tetap terlihat oleh mata perak Saber. Dengan keras, Valna mencabut pedangnya dari tubuh Saber, menyebabkan Saber mundur beberapa langkah, tapi ia tidak terjatuh. Kakinya sedikit bergetar, tapi ia masih berdiri, kekuatan tangannya melemah, tapi ia masih memegang pedang partikelnya. Rambut perak panjangnya menutupi raut wajah kesedihan yang terpancar, tapi Valna sudah sadar sejak awal raut wajah Saber seperti itu.

"Kenapa kau masih berdiri?" tanya Valna dengan sedikit menggeram seperti singa yang marah.

"Aku tidak akan kalah, itu yang kamu mau, bukan?"

Setelah mendengar jawaban itu, raut wajah marah, yang sejak tadi terasa membara, kini perlahan menghilang. Perasaan Valna yang sangat labil tak dapat ditebak. Valna tetap menatap Saber dengan tajam, walaupun ia sudah menurunkan kuda-kudanya. Atmosfernya tiba-tiba menjadi dingin. Kecuali saling menatap dengan tajam, tidak ada lagi yang mereka lakukan. Lima detik kemudian, Valna menggeretakkan giginya sebelum menancapkan pedang besarnya ke tanah.

"Hei brengsek," ucap Valna, "apa kau menghinaku dengan tidak menghindari pedangku?"

Sebelum menjawabnya, Saber menunduk sejenak, lalu menjawabnya dengan jujur.

"Kamu benar tentang aku yang tidak menghindari seranganmu," jawabnya dengan sedikit menunduk, lalu ia menatap mata Valna dengan mantap. "Tapi bukan untuk menghinamu."

"Lalu kenapa, apa kau telah menduga aku tahu kau tidak mudah mati?"

"Bukan begitu!" teriak Saber, "itu karena........ aku hanya merasa jika masalah ini akan selesai jika kamu bisa melukaiku."

Merasa diremehkan, Valna menciptakan dua pedang yang lebih pendek, lalu berlari menyerang Saber. Kata-kata Saber memang bukan sebuah kebohongan. Bahkan saat Valna hanya tinggal mengayunkan pedang gandanya, Saber sama sekali tidak menghindar.

Satu tebasan, diagonal dari bahu kiri ke perut kanan, darah bercipratan seperti hujan cat merah.

Tebasan kedua, horizontal setelah Valna memutar tubuhnya sekali, menyayat tubuhnya seperti sabit besar. Rumput dan tanah terkena noda merah dari setiap tetesan yang melayang dari perut Saber.

Tebasan ketiga, tebasan ganda setelah teriakan penuh perasaan yang tercampur aduk. Menyilang di dada Saber. Bukan lagi dari lukanya, darah tumpah dari mulutnya, menetes pada sepatu hitam favoritnya.

Keempat, tusukan telak menembus tepat di tengah dadanya. Pedang lainnya terangkat tinggi di udara. Angin berhembus tepat setelah pedang itu menembus tubuh Saber dengan kejam, seolah ikut merasakan kesedihan dan kesakitannya.

Seven Dragoneer: ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang