For What I Want (Bagian 3)

311 14 0
                                    

Senin, 17 Juli 2049. Wilayah Siberia. Jam 14.11 (satu jam sebelum M.A.S.C. diaktifkan).

"Ketua!" Clive memasuki ruangan remang-remang yang dingin itu. Jas hitamnya menyatu dengan gelapnya ruangan, sehingga hanya wajahnya yang putih pucat saja yang terlihat.

Dengan ketenangan luar biasa, ekspresi tak dapat ditebak itu dipadu dengan seringai yang menjadi ciri khasnya. Sambil memainkan kotak aneh bercahaya merah, ia duduk santai di kursi empuknya.

"Maafkan saya ketua!" ucapnya sambil membungkukkan badan, tapi seakan sudah menduganya, Nigel sama sekali tak bergerak dari posisinya.

"<Zombie> telah melarikan diri, benar begitu?" ucapnya dengan dingin dan merasa puas.

"Ah!" Clive terkejut mendengar Nigel telah mengetahui itu. Di waktu yang sama, ia juga merasa ketakutan yang menjalar ke kepalanya, membuat pupilnya mengecil dan keringat dingin menetes dari dahi lebarnya. "Ke-kenapa anda bisa mengetahuinya?"

"Clive, banyak yang tidak kamu ketahui tentang perasaan seseorang," Nigel berputar menghadap Clive, "dia tidak akan membiarkan sang ratu yang menyelamatkannya terluka."

Tapi, Clive benar-benar tidak terima dengan itu. Wajah Nigel, serta kata-katanya seakan memperjelas kalau dia sudah mengetahui semuanya dari awal. Saat ia ingin menanyakan alasan kenapa Nigel sama sekali tak menggubris hal itu, pria berjas putih itu meletakkan kotak aneh bercahaya merah di tangannya dengan sedikit keras ke atas meja.

"Tapi, aku tidak pernah mengatakan aku tidak akan bertindak."

Saat Nigel sedikit meremas kotak itu, suara benda pecah langsung terdengar, diikuti cahaya merah yang kini menghilang bagai ditelan kegelapan yang menciptakan atmosfer yang mencekam. Kotak itu pecah seperti kaca. Piringan segi empat berwarna hitam legam kini berada dalam genggaman Nigel setelah beberapa waktu berada di dalam kubus bercahaya merah itu.

"Aku pernah bilang, tak ada tempat bagi yang tak berguna di sini."

Ada pola membentuk lingkaran di tengah piringan itu. Nigel meletakkan ibu jarinya ke sana, dan piringan itu mengeluarkan cahaya merah.

"Lepaskan <Tamer>."

Setelah mengatakan kalimat singkat itu, Nigel melempar piringannya ke belakang, lalu kembali duduk santai di kursinya.

"Clive," panggilnya dengan suara seperti serangan badai salju.

"Y-ya, ketua."

"Kamu bisa pergi sekarang."

"Ba-baik, ketua!"

Clive berdiri, membalikkan badannya, lalu berjalan dengan kaki sedikit bergetar. Tak lama setelah ia meninggalkan ruangan itu, pintu geser otomatis tertutup, meninggalkan Nigel dalam cahaya pijar biru.

---------------------------------------------------------
Tanggal yang sama. Kota Ashollow, Lembah Prymist, Pegunungan Vertmere. Jam 15.06.

Ledakan mana hitam itu membuat para penghuni hutan merasa gelisah. Bukan hanya masyarakat sekitar yang langsung berkumpul di balai desa, tapi hewan-hewan yang berlarian kesana-kemari menjauhi sumber ledakan. Namun, Saber dan teman-temannya tetap diam di penginapan karena mereka tahu kalau ledakan itu adalah proses latihan yang dijalani Yuu bersama Veyr.

Meski begitu, kedatangan dari beberapa monster sungguh membuat suasana makin menegang, sehingga Saber harus keluar dari penginapan dan membunuh beberapa monster yang berdatangan. Tapi, bukan berarti dia tidak terpengaruh oleh ledakan itu. Jantungnya terasa ditimpa oleh dua orang manusia dewasa. Radiasi akibat mana kegelapan Azazel yang bertolak belakang dengan mana kegelapan Bahamut membuat aliran mana Saber seperti magnet yang didekatkan ke kutub yang sama.

Seven Dragoneer: ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang