Tidak ada konsep ruang dan waktu dalam <Realm of Divinity>. Bahkan semenjak <Garuda> mendapatkan charioteer pertamanya, penjelasan logis dalam teknik <Realm of Divinity> sama sekali belum tercapai.
Ellia Myrtie berdiri di tengah ruang kamar tertutup. Kertas-kertas berserakan di lantai, bercampur dengan buku-buku bersampul kulit tebal. Dia ingat jelas pemandangan itu, pemandangan mengerikan yang selalu ingin dia lupakan.
Pembangunan ulang masa lalu adalah salah satu fitur dalam <Realm of Divinity>. Uniknya, karena konsep ruang dan waktu dalam jurus itu tidak terjelaskan, pemilik <Garuda> dari masa ke masa selalu mengatakan kalau targetnya memang pergi ke satu tempat di satu masa secara langsung, bukan mimpi. Tujuannya adalah menebus dosa mereka, sebelum melakukan itu, si target tak bisa lolos.
Bagi Ellia, penebusan dosa itu tidak apa-apa. Dia tidak pernah peduli, dia bahkan sudah tidak percaya akan adanya konsep kebajikan dan kejahatan semenjak bergabung dengan Abyss. Dia mengambil keyakinan bahwa jika konsep-konsep dunia bisa diubah dengan keajaiban Chariot, maka sejak awal tidak pernah ada konsep-konsep mutlak, hanya pandangan subjektif dari seseorang.
Karena itulah, bahkan untuk katarsis dalam <Realm of Divinity>, dia tidak perlu menganggapnya terlalu jauh. Asal dia bisa mengerti keyakinan akan konsep kebajikan dan kejahatan Setemia, dia bisa lolos.
Sayangnya, sedikit dari yang dia tahu kalau <Garuda> memiliki pemikirannya sendiri.
Ellia menatap gadis yang tengah meringkuk memeluk lututnya sendiri di atas kasur berseprai putih yang berantakan. Dia tampak begitu menyedihkan. Barang-barang kamar seperti lampu tidur, bantal, buku-buku kecil, semuanya berantakan di atas kasur seperti halnya di atas lantai.
Saat melihat gadis itu, Ellia langsung sadar kalau apa yang dilaluinya hanya semacam ilusi. Karena jika semua itu nyata, gadis di sana pasti akan langsung menyadari keberadaannya.
Gadis itu adalah dirinya yang lama, saat dia mendengar berita kalau Urd sin Freud, tunangannya berubah menjadi <Lost Order>. Tidak ada akhir yang lebih baik daripada kematian bagi <Lost Order>, karena itu dia menjadi murung semalaman.
"Menyedihkan sekali ya....."
Ucapan pemuda itu tidak membuat Ellia bergeming. Dia tahu jelas suara siapa itu.
"Kenapa kau ada di sini?"
Pemuda itu berjalan keluar dari bayangan gelap di belakang ranjang.
"Ujianku beres."
"Secepat itu?"
"Aku tidak perlu menjelaskan bagaimana."
Dia, Saber melangkah ke belakang Ellia. Dalam wujud aslinya, wanita itu hanya setinggi dagu, lebih pendek dari yang Saber bayangkan. Dia kira wanita itu akan setinggi Nora, tapi kelihatannya dia agak lebih tinggi.
Saber menatap sosok gadis itu juga, lalu memasang wajah simpatik, "kau bisa berwajah begitu juga, ya?"
"Juga?"
"Aku pernah melihat wajah itu......." Saber memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan dengan suara rendah, ".... di depan cermin."
Ellia menyeringai, "kau juga mengalami banyak hal, ya?"
"Cukup untuk bahan bercerita saat aku tua nanti," Saber terkekeh sebentar. Saat dia berhenti berbicara, pintu kamar terbuka. Seorang gadis lain berpakaian ksatria resmi masuk setelah terkejut sejenak di depan pintu.
"Itu adalah........."
"Inerta Firge...... Inett......," potong Ellia, "ini adalah saat dia menawarkan padaku apa aku akan membunuh Urd dengan tanganku sendiri atau tidak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Dragoneer: Zero
Fantasy«Completed» Dua tahun setelah Saber dan Nora bertempur. Saber yang dibawa oleh kerajaan harus menepati janjinya untuk kembali kepada Lucia. Di sisi lain, ia harus menyembunyikan identitasnya sebagai di kalangan calon ksatria kerajaan. Namun, semuan...