Penawaran

131 10 0
                                    

Dunia putih tak diketahui itu kembali datang. Saber membuka mata. Sosok kecil berambut hitam menatapnya dengan amarah yang meluap.

"Kau lupa aku selalu mengawasimu?"

Mereka saling bertatap muka dalam jarak yang sangat dekat. Kaki lawan menatap Saber melayang hingga matanya lurus.

"Zero. Aku ingin bertanya kenapa aku bisa ada di sini," pemuda berambut putih itu menatap ke atas, retakan dunia berwarna hitam legam memanjang hampir menuju cakrawala, "tapi kurasa aku mengerti."

Setiap detik yang berlalu, retakan itu semakin memanjang membelah langit. Pecahan-pecahan langit itu berjatuhan seperti pecahan kecil kaca yang berhamburan.

"Kau sudah keterlaluan," tegur Zero, "aku memperingatkanmu untuk tidak memakai kekuatan itu jika tidak terlalu penting. Tapi kau menggunakannya dua kali, hanya untuk lomba tak berguna. Kau harusnya malu jika mengingat Bahamut yang berusaha keras menutup lubang itu."

"Ya, tentu aku merasa bersalah pada Black, tapi untuk menarik keluar tikus, haruslah ada umpan."

"Apa memang hanya itu alasannya?"

"................" Saber memberi jeda panjang sebelum menjawab, "tidak, sejujurnya tidak. Aku ingin memberikan pertarungan yang sepadan pada mereka."

"Kau pikir itu alasan yang memuaskan?"

"..........." Saber tak menjawab lagi. Kemarahan Zero memang pantas dan beralasan. Sebenarnya dia sendiri tahu apa yang akan terjadi jika retakan itu sudah sampai ke cakrawala, tetapi dia memilih untuk melupakannya sesaat, meski itu adalah perbuatan yang salah. "Kau tahu," laki-laki itu mulai berbicara, "aku selalu berpikir untuk sebuah jawaban, dan mungkin yang terbaik untuk sekarang ada satu."

"Apa?"

"Jangan menjadi Zero."

"Maksudmu untukmu sendiri?"

"Tidak, maksudku untukmu."

Zero terbelalak, pupil merahnya jelas terlihat dengan bentuk seperti pupil ular. "Apa kau gila? Apa ini yang ingin kau katakan setelah dua tahun kita berusaha? Ini adalah apa yang kita capai untuk keegoisanmu sendiri!!!"

"Aku tahu, ini terdengar sedikit kelewatan, tetapi sejak awal, prinsip Zero adalah memperkecil input dan memperbesar output, dengan begitu aku tak perlu mengeluarkan banyak mana untuk menyerang, tapi itu malah mengurangi efisiensi penahanan makhluk itu ya?"

"Kau pikir kemana Black selama ini? Kenapa hanya aku yang mengendalikan tubuh kami berdua?"

"............. Dia menahannya?"

"Dia menggunakan mananya sendiri. Kau seharusnya sadar saat menggunakan kekuatan makhluk itu, betapa melihat dia terluka."

Saber menunduk, tak bisa menjawab lagi. Keegoisannya adalah akar dari semua ini. Dia tak berpikir terlalu lama. Kakinya melangkah ke samping Zero. Tinggi Zero sekitar sebahu, sedikit lebih pendek dari Yuu.

"Aku mengerti, ini adalah tanggung jawabku," Saber menggenggam bahu Zero, lalu mendorongnya ke belakang. Sosok yang lebih kecil jatuh tersungkur. Rambut birunya terurai ke lantai putih.

"Apa-apaan—" kata-katanya terpotong ketika melihat Saber tengah memeluk sebuah tubuh yang lemas. Tubuh yang lebih tinggi, bergaun Hitam, sama seperti warna rambutnya. Dia langsung melihat kedua tangannya yang mungil, lalu menatap Saber seolah tak percaya, "kau memisahkan kami?"

"Kurasa tak akan ada pertarungan untuk beberapa waktu," Saber perlahan meletakkan tubuh Bahamut versi manusia ke lantai, "panggil jiwanya kembali nanti, lalu fokus untuk perbaikan keretakannya."

Seven Dragoneer: ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang